Lebih dari 100 orang membentuk Presidium Gerakan Pakel Damai dan Sejahtera. Mereka adalah warga Pakel yang jengah dengan polemik kepentingan segelintir orang untuk menguasai lahan milik negara.
Konflik horizontal yang memunculkan aksi intimidasi antar tetangga hingga tindakan penebangan pohon sumber penghasilan warga itu pun menghadirkan keresahan menahun. Melalui deklarasi tersebut, mereka berharap pemerintah hadir mendamaikan warga dan membersihkan Pakel dari pengaruh negatif pihak luar yang memperkeruh keadaan.
Ketua Presidium Gerakan Pakel Damai dan Sejahtera Rohimin mengatakan presidium tersebut terdiri dari gabungan masyarakat Pakel dengan berbagai latar belakang dan sejumlah warga daerah tetangga yang terkena dampak konflik kepentingan tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami tak ingin polemik ini berlarut, kami tegaskan tanah ini milik negara dan bukti dokumen telah jelas. Hanya ada sekelompok orang yang memaksakan ingin memiliki tanah tersebut hingga membuat konflik antar warga sendiri," terang Rohimin.
![]() |
"Saya pernah dipenjara karena menebang beberapa batang pohon, tapi kelompok Rukun Tani menebang ratusan pohon tidak dipenjara. Mereka yang merusak lingkungan secara sporadis harusnya juga dihakimi," tegas Rohimin.
Lima poin penting yang dideklarasikan adalah:
1. Warga Pakel sepakat menjaga silaturahmi, kerukunan dan persaudaraan di Desa Pakel.
2. Melawan informasi bohong atau hoaks yang memecah belah warga Pakel.
3. Mengecam dan menolak oknum dari luar daerah yang menanamkan kebencian di Desa Pakel.
4. Warga Pakel mendukung supremasi hukum di Desa Pakel.
5. Warga Pakel bersama-sama berjuang mewujudkan Desa Pakel damai, maju dan sejahtera.
Deklarasi oleh ratusan warga Pakel ini menjadi ungkapan keresahan atas upaya penguasaan tanah milik negara oleh sekelompok orang sejak tahun 2018. Yang dipicu oleh perbedaan pandangan atas status kepemilikan tanah perkebunan di Pakel hingga memunculkan keretakan harmonisasi di Desa Pakel.
"Kalau melihat sejarah, tanah di Pakel yang berpolemik itu adalah milik tiga warga yakni Karso, Dulgani, dan Senen di zaman Belanda. Namun, ketika merdeka, tanah itu belum pernah didaftarkan ke BPN. Jadi, diambil alih negara," kata Samsul Muarif, pengurus Presidium Gerakan Pakel Damai dan Sejahtera.
Muarif berharap warga Pakel bisa memahami status tanah tersebut. Meski surat dari BPN menyatakan tanah di Pakel tak masuk Hak Guna Usaha (HGU) PT Bumisari, menurutnya, bukan berarti tanah itu adalah milik warga. Apalagi, hanya berdasarkan akta 1929 di era kolonial yang belum didaftarkan.
"Kita harus fokuskan gerakan pada upaya kesejahteraan dan perdamaian di Desa Pakel. Mempertahankan konflik akan semakin membuat warga terpuruk dan hanya menguntungkan pihak luar yang punya kepentingan atas Pakel," tegas Muarif.
Sementara Kholimah, salah satu warga Pakel yang hadir dalam Deklarasi tersebut mengatakan sejak mencuatnya gerakan memperebutkan tanah kebu,n kehidupan sosial di desanya tak lagi harmonis.
"Mau beli di warung kalau bukan perjuangan gak mau beli, kemarin ada bagi daging kurban juga katanya haram, sudah aneh-aneh pokoknya. Sedih saya ingin segera harmonis dan damai lagi, gimana hidupnya anak cucu saya nanti di desa ini," pungkas Kholimah.
(erm/iwd)