Pro Kontra ASN di Surabaya Soal Tapera

Pro Kontra ASN di Surabaya Soal Tapera

Esti Widiyana - detikJatim
Kamis, 30 Mei 2024 22:30 WIB
Infografis Tapera (Infografis Fuad Hasim, naskah Danu Damarjati/detikcom)
Foto: Infografis Tapera (Infografis Fuad Hasim, naskah Danu Damarjati/detikcom)
Surabaya -

Program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) juga menuai pro kontra di kalangan Aparatur Sipil Negara (ASN) Kota Surabaya. Ada yang sepakat dan ada yang keberatan.

Seperti diketahui kebijakan Tapera ini akan memotong gaji pekerja sebesar 3%. Sebanyak 2,5% di antaranya dari upah pekerja dan 0,5% dari pemberi kerja atau perusahaan.

Salah satu ASN Pemkot Surabaya, Wahyuni (46) mengaku setuju dengan kebijakan iuran Tapera. Terpenting baginya peruntukan yang jelas, karena tidak semua ASN bisa menyimpan uang.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Setuju. Karena kebutuhan rumah itu penting bagi kita ASN. Mungkin dengan Tapera dapat DP murah. Tapi nggak tahu ke depannya seperti apa. Kan ada perumahan-perumahan pengembang yang kerja sama dengan Tapera, kita dengan mudah ambil rumah," kata Wahyuni kepada detikJatim, Kamis (30/5/2024).

Dia merasa terbantu dengan adanya Tapera untuk ASN. Mengingat harga rumah di Kota Surabaya sudah tidak ada yang murah.

ADVERTISEMENT

"Dengan ini mungkin ada perumahan khusus buat ASN dengan pemkot, agar rumah lebih dekat dengan kantor dan ga menyebabkan macet," harapnya.

Sedangkan M (30), ASN Pemkot Surabaya kurang setuju dengan kebijakan iuran Tapera. Menurutnya, alur Tapera masih belum jelas dan memberikan beban baru bagi pekerja.

"Saya rasa para pekerja pun sudah mendapatkan jaminan hari tua, lalu untuk apa diadakan potongan Tapera? Hal itu saya kira semakin membebani pekerja. Karena semakin banyak potongan," jelasnya.

Sementara Yadi (58) ASN Diskominfo Surabaya setuju dengan iuran Tapera. Namun dia pesimistis kebijakan ini bisa terlaksana dengan baik.

"Baik sih, tapi saya tidak optimis terlaksana. Karena pengambilan uang muka perumahan fluktuatif," kata Yadi.

Menurut pengalamannya, pada 1991 sudah ada program tabungan perumahan Bapetarum. Kala itu gajinya dipotong 2,5%, lalu program mandek dan sampai mau pensiun dia belum menerima.

"Dulu nggak mengajukan. Harus itu, wajib ikut Bapetarum. Tapi belum terealisasi sampai sekarang. Yang ambil perumahan dulu-dulu sudah dikasih uang muka, dibantu uang muka. Lah saya sama sekali belum ambil sampai mau pensiun," kata Yadi.

Baginya, kebijakan ini baik dari sisi ke depannya. Diharapkan kebijakan ini dapat dijalankan dengan baik pula.

"Jangan seperti Bapetarum dulu, yang belum menerima sampai sekarang itu ada, termasuk saya," pungkasnya.




(dpe/iwd)


Hide Ads