Tanggapan Pakar Media Unair soal Ramai Tolak Revisi UU Penyiaran

Tanggapan Pakar Media Unair soal Ramai Tolak Revisi UU Penyiaran

Aprilia Devi - detikJatim
Minggu, 19 Mei 2024 10:39 WIB
Ilustrasi konferensi pers
Ilustrasi pers. Foto: Getty Images/iStockphoto/rudall30
Surabaya -

Revisi Undang-Undang Penyiaran tengah ramai jadi perbincangan berbagai kalangan mulai dari jurnalis hingga masyarakat umum. Berbagai bentuk protes dari masyarakat pun muncul di media sosial hingga aksi-aksi turun ke jalan.

Seperti yang telah dilakukan ratusan wartawan lintas organisasi profesi di Kota Malang pada Jumat (17/5/2024) dan aksi-aksi lainnya. Banyak masyarakat yang menolak revisi Undang-Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, karena dinilai akan merenggut kebebasan pers.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pakar Media Universitas Airlangga Irfan Wahyudi pun memberikan tanggapan. Irfan menilai RUU yang diusulkan dapat mempengaruhi dinamika media saat ini, termasuk media cetak, siaran, dan digital. Ia menekankan setiap media memiliki karakteristik unik yang mempengaruhi cara informasi disampaikan dan bisa diterima publik.

"Untuk informasi yang lengkap dan mendalam, media cetak masih menjadi pilihan utama. Sementara itu, penyiaran memberikan pendalaman dalam format audiovisual, dan platform digital menawarkan kecepatan penyampaian informasi meski hanya sekilas," ujar Irfan saat dihubungi detikJatim, Minggu (19/5/2024).

ADVERTISEMENT

Ia menekankan pentingnya peran Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Dewan Pers di dalam mengatur media di era digital saat ini. Namun, ia juga mengkritik KPI tidak boleh hanya menjadi 'stempel' kebijakan pemerintah. Alih-alih demikian, pembuat kebijakan semestinya perlu memahami esensi jurnalisme.

Dalam aspek penyelesaian sengketa misalnya, Irfan menekankan pentingnya harmonisasi antara KPI dan Dewan Pers. Ia menyarankan agar RUU Penyiaran harusnya bisa memfasilitasi diskusi dan kerja sama yang efektif antara kedua lembaga tersebut.

"Jika RUU ini malah menimbulkan perselisihan, itu tidak akan menguntungkan siapa pun. Kedua lembaga ini memiliki wilayah kerja masing-masing, dan sebaiknya dapat bekerja sama tanpa konflik kepentingan. Dengan begitu, akan tercipta ekosistem media yang lebih sehat dan transparan," ungkapnya.

Oleh karena itu, ia menilai sudah sepatutnya para pihak mempertimbangkan revisi UU ini dengan seksama. Sebab, ini akan berdampak dan berperan penting dalam mengakomodasi kebebasan pers dan pengembangan karya jurnalistik yang berkualitas.

"Media dan jurnalis harus responsif terhadap potensi yang ada. Sudah ada protes yang dilayangkan Aliansi Jurnalis Independen (AJI), serta masukan dari berbagai lembaga dan individu pemerintah," kata Irfan.

Tidak hanya itu, Irfan juga menegaskan pembuat kebijakan harus terbuka untuk berdiskusi dengan berbagai elemen, termasuk lembaga independen. Hal ini penting demi memastikan revisi UU Penyiaran bisa mendukung ekosistem digital dan tidak menghambat penyebaran informasi

"Pembahasan RUU ini tidak hanya dilakukan dalam lingkaran kekuasaan saja, melainkan harus melibatkan lembaga-lembaga independen yang berkecimpung dalam jurnalisme. Dengan begitu, kebijakan yang dihasilkan mampu mencerminkan kebebasan dan keadilan pers," pungkasnya.




(auh/irb)


Hide Ads