Nabung Mulai Rp 1.000 per Hari, Tukang Cilok Asal Trenggalek Ini Naik Haji

Nabung Mulai Rp 1.000 per Hari, Tukang Cilok Asal Trenggalek Ini Naik Haji

Adhar Muttaqin - detikJatim
Jumat, 10 Mei 2024 20:27 WIB
Trenggalek -

Menjalankan rukun Islam kelima atau ibadah haji menjadi impian setiap umat muslim. Dengan semangat dan kerja keras sepasang suami istri (pasutri) penjual pentol di Trenggalek berhasil mendapatkan porsi haji dan dipastikan akan berangkat ke tanah suci pada tahun ini.

Dengan ramah pasutri Mufid Asnawi (62) dan Siti Aisyah (59) warga Desa Kedunglurah, Kecamatan Pogalan, Trenggalek menyambut detikjatim dan sejumlah wartawan di rumahnya.

Mufid bercerita panjang lebar tentang perjalanannya sebagai pedagang pentol hingga berkesempatan menunaikan ibadah haji besama istrinya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Alhamdulillah tahun ini saya dan istri berangkat haji. Selain itu anak pertama dan menantu juga berangkat bersama tahun ini," kata Mufid kepada wartawan, Jumat (10/5/2024).

Keberhasilannya untuk berangkat ke tanah suci tersebut tak pernah dibayangkan sebelumnya, sebab ia setiap hari hanya berdagang cilok.

ADVERTISEMENT

"Saya itu mulai jualan pentol (cilok) sejak 1992 sampai sekarang ini. Dulu awalnya keliling pakai sepeda ontel, sekarang jualan di depan kantor Desa Kedunglurah," imbuh Mufid.

Jatuh bangun usaha sebagai tulang punggung keluarga pernah dijalani Mufid, mulai jadi buruh kuli bangunan hingga menjadi buruh migran di Malaysia.

"Waktu itu baru berumah tangga, sehingga ya belum punya pekerjaan pasti. Suatu saat saya ditawari oleh tetangga saya yang sudah jualan pentol. Saya diajari cara buatnya, kemudian jualnya bagaimana. Semua saya ikuti," ujarnya.

Awal menjadi pedagang cilok ia hanya mengeluarkan modal awal Rp 1.500 untuk berbelanja tepung dan bahan lainnya. Dari uang itu Mufid akhirnya mendapatkan keuntungan Rp 2.500.

"Saya dulu keliling ke sekolah-sekolah, masjid, madrasah dan keramaian," jelasnya.

Meskipun hanya berjualan cilok keliling, keinginannya untuk menunaikan ibadah haji mulai muncul pada 2001. Saat itu ia memberanikan diri untuk mendatangi salah satu bank dengan niat menabung Rp 1.000 per hari untuk haji.

"Sama bank diperbolehkan. Tapi setelah beberapa bulan, karena ada kebutuhan anak saya butuh biaya di pondok akhirnya saya ambil, Rp 68 ribu," kata Mufid.

Seiring berjalannya waktu usaha yang ditekuni Mufid dan istrinya tersebut terus tumbuh. Saat ini setiap hari Mufid dan istrinya memproduksi sekitar 10 kilogram cilok dengan omset antara Rp 600-700 ribu.

"Sekarang jualan mulai pukul 17.00-21.00 WIB," katanya.

Untuk memperlancar usahanya ia mempunyai prinsip barokah, sehingga ia tak pernah abai dalam menjalankan ibadah rutin, terutama salat. Tak hanya itu ia pun kerap menyisihkan sebagian dagangannya untuk diberikan kepada kiai. Bahkan di saat menjalankan usaha itu Mufid sering kali melayani beberapa konsumennya yang merupakan wali santri di pondok pesantren.

"Kalau ada wali santri beli mau dikirim ke anaknya, biasanya saya nitip satu bungkus untuk dikasihkan ke santri lain. Karena saya merasakan sendiri, anak saya juga santri," tuturnya.

Hingga pada suatu saat, ketika bersilaturahmi ke rumah kerabatnya di Kecamatan Kampak yang baru pulang haji, Mufid mengaku didoakan agar bisa naik haji. Mulai itulah ia kembali memiliki keinginan kuat untuk berhaji.

"Saat itu setiap malam saya nangis ingin naik haji, aku ini gila apa, nggak punya apa-apa kok mau naik haji," ujarnya.

Berbekal keinginan yang kuat itu akhirnya Januari 2012 Mufid mendaftarkan diri bersama anak dan menantunya untuk mendapatkan porsi haji. Ia pun mulai menabung secara rutin Rp 500 ribu/bulan.

"Istri saya itu baru daftar Maret 2012 Alhamdulillah bisa disatukan. Saya nabung selama lima tahun akhirnya cukup, sedangkan istri saya justru lebih cepat, dua tahun cukup," jelasnya.

Awalnya Mufid dan keluarga seharusnya berangkat haji pada 2022, namun tertunda akibat pandemi COVID19. Sehingga harus mundur dua tahun.

Sementara Siti Aisyah mengaku bersyukur tahun ini bisa berangkat haji bersama-sama. Namun ia mengaku usahanya untuk berhaji sempat menemui batu sandungan, sebab uang tabungan di salah satu jasa keuangan yang disetorkan rutin melalui pegawainya ternyata ditilap.

"Totalnya itu Rp 30 juta, ternyata uang yang saya titipkan tidak disetorkan. Saat saya tagih hanya janji-janji saja. Alhamdulillah Allah masih memberikan jalan lain untuk melunasi biaya haji saya," ujar Siti Aisyah.

Kini Mufid dan keluarga mulai mempersiapkan diri untuk menunaikan rukun islam kelima tersebut. Dari jadwal yang telah ditetapkan, Mufid dan keluarga akan berangkat ke asrama haji pada 6 Juni mendatang melalui kloter 95 Jawa Timur.

(dpe/iwd)

Koleksi Pilihan

Kumpulan artikel pilihan oleh redaksi detikjatim


Hide Ads