Kematian Bintang Balqis Maulana, santri Pondok Pesantren Tahfidz Qur'an (PPTQ) Al-Hanifiyyah di Kecamatan Mojo, Kabupaten Kediri menyita perhatian. Peristiwa itu terasa miris apalagi setelah diketahui bahwa ponpes tempat santri asal Banyuwangi dianiaya ternyata tidak memiliki izin resmi.
Berdasarkan data yang dikumpulkan Kanwil Kemenag Jatim, Ponpes yang diasuh Fatihunada alias Gus Fatih itu mulai menjalankan kegiatan belajar mengajar sejak 2014. Saat ini, jumlah santri di ponpes itu sebanyak 93 orang terdiri dari 19 santri dan 74 santriwati.
Setelah mengungkap bahwa ponpes Al-Hanifiyyah tidak mengantongi izin, Kemenag Jatim mengungkapkan fakta lain yang cukup mencengangkan bahwa saat ini memang masih banyak ponpes di Jawa Timur yang tidak mengantongi izin.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kabid Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kanwil Kemenag Jatim Mohammad As'adul Anam yang mengungkapkan itu. Dia menyebutkan terdata sebanyak 1.200 pondok pesantren di Jawa Timur yang belum memiliki izin operasional.
Anam mengatakan bahwa temuan ribuan ponpes di Jatim belum berizin itu diketahui setelah melihat adanya perbedaan data yang dimiliki Rabithah Ma'had Islamiyah (RMI) PWNU Jatim.
"Perbedaan data antara RMI dengan kami itu ada sekitar 1.200-an (pesantren belum berizin). Kami bekerja sama dengan RMI ini agar lembaga-lembaga ini segera mengajukan izin," ujar Anam saat konferensi pers secara daring, Kamis (29/2/2024).
Dia melanjutkan untuk melakukan percepatan kepemilikan izin dari ribuan pesantren tersebut, pihaknya bekerja sama dengan RMI PWNU Jatim karena 90% ponpes yang ada di Jatim ada di bawah naungan lembaga tersebut.
Soal PPTQ Al-Hanifiyyah di Desa Kranding, Kecamatan Mojo, Kediri yang menjadi tempat penganiayaan terhadap Bintang, sebelumnya Anam mengungkapkan bahwa ponpes itu belum memiliki izin operasional hingga sekarang.
Anam menyebutkan bahwa pesantren itu relatif baru karena baru beroperasi pada 2014. Pesantren itu pun berdiri berdampingan dengan ponpes pendahulunya yang sudah memiliki izin operasional.
"Pesantren ini memang relatif baru. Pesantren ini berdampingan dengan Ponpes yang sudah lama berdiri, Al-Islahiyyah. Jadi belum mengajukan izin operasional," katanya.
Dia lantas menjelaskan mengapa ponpes itu sudah beroperasi meskipun belum mengantongi surat izin. Ini karena menurut Anam, berdirinya pesantren itu umumnya bermula dari kegiatan mengaji di tempat itu kemudian para santri berdatangan tanpa diundang hingga menetap.
"Sejarah berdirinya pesantren itu kan tidak langsung jadi pesantren. Pertama jadi tempat mengaji, setelah santri bertambah banyak, kiai-nya mendirikan asrama. Dan santri itu datang tanpa diundang," ujarnya.
(dpe/iwd)