Puasa merupakan ibadah wajib di bulan Ramadan. Bagi umat Islam yang melewatkan puasa karena suatu uzur tertentu diwajibkan menggantinya di waktu lain. Puasa yang diganti pada hari lain ini disebut puasa qada atau puasa ganti.
Meskipun ibadah wajib, Allah SWT memberikan keringanan bagi umat-Nya untuk tidak berpuasa di bulan Ramadan. Melansir laman resmi Nahdlatul Ulama (NU) Online, Syekh Muhammad Nawawi Al-Bantani dalam kitab Kasyifatu Saja' menyebutkan secara rinci kriteria orang-orang yang diperbolehkan tidak berpuasa.
Baca juga: 6 Syarat Wajib Puasa Ramadan |
يباح الفطر في رمضان لستة للمسافر والمريض والشيخ الهرم أي الكبير الضعيف والحامل ولو من زنا أو شبهة ولو بغير آدمي حيث كان معصوما والعطشان أي حيث لحقه مشقة شديدة لا تحتمل عادة عند الزيادي أو تبيح التيمم عند الرملي ومثله الجائع وللمرضعة ولو مستأجرة أو متبرعة ولو لغير آدمي
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Artinya: Enam orang berikut ini diperbolehkan berbuka puasa di siang hari bulan Ramadan. Mereka adalah pertama musafir, kedua orang sakit, ketiga orang jompo (tua yang tak berdaya), keempat wanita hamil (sekalipun hamil karena zina atau jimak syubhat). Kelima orang yang tercekik haus (sekira kesulitan besar menimpanya dengan catatan yang tak tertanggungkan pada lazimnya menurut Az-Zayadi, sebuah kesulitan yang membolehkan orang bertayamum menurut Ar-Romli) serupa dengan orang yang tercekik haus ialah orang yang tingkat laparnya tidak terperikan, dan keenam wanita menyusui baik diberikan upah atau suka rela.
Meski begitu, orang-orang yang memiliki uzur untuk berpuasa di bulan Ramadan tetap harus menggantinya di waktu lain sesuai puasa yang ditinggalkan. Ini tertuang pada firman Allah SWT dalam surah Al-Baqarah ayat 184.
اَيَّامًا مَّعْدُوْدٰتٍۗ فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَّرِيْضًا اَوْ عَلٰى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ اَيَّامٍ اُخَرَ ۗ وَعَلَى الَّذِيْنَ يُطِيْقُوْنَهٗ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِيْنٍۗ فَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًا فَهُوَ خَيْرٌ لَّهٗ ۗ وَاَنْ تَصُوْمُوْا خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ
Artinya: (Yaitu) beberapa hari tertentu. Maka barang siapa di antara kamu sakit atau dalam perjalanan (lalu tidak berpuasa), maka (wajib mengganti) sebanyak hari (yang dia tidak berpuasa itu) pada hari-hari yang lain. Dan, bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan seorang miskin. Tetapi barang siapa dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itu lebih baik baginya, dan puasamu itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.
Baca juga: 5 Keutamaan Bulan Suci Ramadan |
Batas Waktu Mengganti Utang Puasa Ramadan
Lantas, apakah ada batas waktu tertentu untuk mengganti puasa Ramadan? Melansir dari detikHikmah ada beberapa pendapat ulama terkait batas mengqada puasa Ramadan.
Menurut Mazhab Hanafi dalam kitab Al-Mausu'ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah, qada puasa Ramadan dapat dilakukan kapan saja tanpa batas waktu tertentu hingga tahun-tahun berikutnya.
Sementara, ulama Syafi'iyah dan Hanabilah memiliki pendapat berbeda. Ulama-ulama tersebut berpendapat batas mengganti utang puasa hingga mendekati datangnya puasa Ramadan di tahun selanjutnya.
Pendapat ini juga selaras dengan Aisyah RA, istri Rasulullah SAW. Di mana, Aisyah RA pernah mengganti utang puasa pada bulan Syakban seperti yang diriwayatkan pada hadis Muslim.
سَمِعْتُ عَائِشَةَ رضي اللهُ عَنْهَا تَقُولُ : كَانَ يَكُونُ عَلَى الصَّوْمُ مِنْ رَمَضَانَ فَمَا اسْتَطِيعُ أَنْ أَقْضِيَهُ إِلَّا فِي شَعْبَانَ ، الشَّغُلُ مِنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْ بِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Artinya: Saya mendengar Aisyah berkata, "Puasa wajib yang saya tinggalkan pada bulan Ramadan pernah tidak bisa saya ganti, kecuali pada bulan Syakban karena sibuk melayani Rasulullah SAW." (HR Muslim)
Namun, perlu diketahui juga bahwa mengganti puasa ketika muncul keraguan atas hilal awal Ramadan hukumnya haram. Larangan tersebut merujuk pada suatu kondisi pada hari ke-29 bulan Syakban saat hilal tidak dapat terlihat karena langit yang mendung.
Seseorang yang tidak sempat mengganti pada tahun berikutnya, seperti ibu yang melahirkan atau menyusui, harus tetap mengqada puasa dengan beban tambahan. Beban yang dimaksud adalah membayar fidyah.
Fidyah yang wajib dibayarkan adalah sebesar satu mud untuk satu hari puasa yang ditinggalkan. Menurut Mazhab Malikiyah, Syafi'iyah, dan Hanabilah, satu mud setara dengan 543 gram. Sedangkan, menurut Mazhab Hanafiyah setara dengan 815,39 gram bahan makanan pokok seperti beras dan gandum.
Artikel ini ditulis oleh Alifia Kamila, peserta Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
(irb/sun)