Wali Kota Eri Sebut Penerapan QRIS di Surabaya untuk Kesejahteraan Jukir

Wali Kota Eri Sebut Penerapan QRIS di Surabaya untuk Kesejahteraan Jukir

Esti Widiyana - detikJatim
Kamis, 11 Jan 2024 11:35 WIB
Parkir Pakai Qris di Surabaya
Pengguna jalan menggunakan QRIS untuk membayar parkir (Foto: Esti Widiyana/detikJatim)
Surabaya -

Bayar parkir dengan QRIS mendapat penolakan, khususnya para juru parkir (Jukir). Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi pun angkat bicara.

Eri menilai juru parkir tersebut belum mengerti maksud dan tujuan dari kebijakan parkir non-tunai. Padahal, tujuannya untuk menaikkan pendapatan jukir secara jelas dan transparan.

"Karena saya melakukan parkir dengan QRIS atau parkir berlangganan ini untuk menaikkan pendapatan mereka (Jukir) secara jelas. Jadi kalau (Misalnya) dia (Jukir dapat) 40 persen di wilayah itu, misalnya pendapatan Rp 1 juta, maka dia bisa membawa pulang Rp 400.000 per hari," jelas Eri, Kamis (11/1/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Eri menegaskan, dengan model parkir non tunai, pendapatan jukir tidak lagi dipotong pihak lain. Hal ini bisa terlihat siapa yang bermain. Sebab pendapatan jukir ke depan akan langsung masuk ke dalam rekening masing-masing.

"Jelas kan, tidak dipotong-potong. Dengan model parkir berlangganan atau non-tunai seperti QRIS atau voucher, saya ingin memastikan satu orang (Jukir) ini dapat berapa. Kalau begini kan jelas, dapat Rp 400 ribu, dapat Rp 300 ribu. Jadi siapa yang bermain kelihatan nanti," tegasnya.

ADVERTISEMENT

Pihaknya tidak mempermasalahkan Paguyuban Jukir Surabaya (PJS) menolak rencana pembayaran parkir non tunai. Sebab, yang bertugas untuk menjaga kendaraan parkir adalah jukir.

"(Paguyuban menolak) ya tidak apa-apa, Jukir-nya tidak (menolak). Jukir-nya yang jalan, nanti paguyuban kita ajak bicara. Surabaya kan selalu bermusyawarah," katanya.

Dia menegaskan, tidak ada pihak yang bisa mengklaim memiliki lahan parkir di Tepi Jalan Umum (TJU). Karena lahan tersebut milik pemerintah yang telah diatur UU dan Peraturan Pemerintah (PP).

"Tidak ada yang punya lahan, ada UU-nya, ada PP nya. Setiap tempat usaha itu adalah dia punya pajak parkir, setiap usaha harus menyediakan tempat parkir," tambahnya

Diharapkan, semua pihak bisa memahami kebijakan pembayaran parkir non tunai untuk mensejahterakan jukir. Selain itu, sistem baru ini untuk mencegah kebocoran Pendapatan Asli Daerah (PAD) retribusi parkir.

"Yang menentukan kebijakan itu adalah aturan Undang-undang. Ini (Lahan parkir) milik pemerintah semua. Jukir mau jalan, ya tidak apa-apa. Sekarang paguyuban, pertanyaan saya ada kepentingan apa (menolak), karena sudah jelas ini buat mensejahterakan juru parkirnya," urainya.

"Jangan dapat (sehari) Rp 400 ribu lalu mungkin dipotong (Oknum) Dishub berapa, si A berapa. Kalau pikiran saya adalah bagaimana mensejahterakan Jukir-nya. Makanya paguyuban juga harus berpikir kesejahteraannya jukir seperti apa," pungkasnya.




(esw/fat)


Hide Ads