Setelah debat calon wakil presiden (cawapres) pada Jumat malam, banyak potongan video debat yang beredar di media sosial. Video yang tidak utuh itu bisa menimbulkan misinformasi.
Potensi misinformasi itu disampaikan oleh Dosen Kajian Media dan Budaya Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya Radius Setiyawan. Ia menilai ketiga cawapres peserta debat perdana kemarin cukup agresif menyerang satu sama lain.
Dia mengatakan bahwa para pendukung paslon berusaha membuat framing positif atas narasi yang disampaikan kandidatnya. Namun tidak dipungkiri juga ada yang menyerang lawan dengan framing negatif.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau kita lihat media sosial setelah debat tadi malam, berbagai potongan video atau gambar disebar, dan setiap potongan itu diberi makna sesuai dengan kepentingan. Tentu hal ini akan menggiring opini publik dan memiliki pengaruh yang kuat," kata Radius, Sabtu (23/12/2023).
Menurutnya, dunia digital saat ini memiliki jangkauan yang luas, tidak terbatas ruang dan waktu, sehingga mudah diterima dan dibagikan. Dalam konteks itu ada beberapa hal yang harus diperhatikan agar tidak terjadi misinformasi, disinformasi, atau hoax.
Ia mengimbau pengguna media sosial atau netizen harus memperhatikan beberapa hal saat dirinya menerima informasi. Pertama, memastikan dan mengecek sumber informasi yang diterima.
"Cari sumbernya dan jangan mudah menyebar. Berita hoax atau berita palsu menjadi isu serius jelang Pilpres karena memiliki potensi dampak negatif pada stabilitas sosial dan politik, sehingga perlu peran aktif pengguna media sosial dalam memverifikasi informasi sebelum menyebarkannya," jelasnya.
Kedua, bersikap bijak atas potongan video atau foto yang disebar dalam medsos dan tidak malas mencari versi utuhnya. Karena dalam teks itu ada konteks yang harus dipahami.
"Mencari asal foto dan video secara utuh menjadi sangat penting karena tak jarang hal tersebut digunakan menyebar hoaks untuk mendukung klaim mereka. Jangan kecintaan terhadap paslon membuat kita kehilangan nalar kritis," urainya.
Terakhir, ia menyebut debat tidak akan mampu menggambarkan isi kepala. Karena durasi dan format yang ditentukan membatasi hal tersebut.
"Jadi wajar, siapa yang menguasai teknik dan strategi dialah pemenangnya," pungkasnya.
(dpe/fat)