Tim ekspedisi dan penelitian yang diberi nama Artha Kawi ini telah mencari jejak pelaku ritual, untuk mengungkap kebenaran pesugihan Gunung Kawi meminta tumbal nyawa.
Salah satu peneliti Artha Kawi, Harun Rasyid Al Habsyi mengatakan sejumlah fakta ditemukan dalam ekspedisi yang dilakukan selama kurang lebih dua bulan itu. Di mana konsep harta dibalas nyawa dalam praktik pesugihan Gunung Kawi, dimaknai sebagai pengorbanan yang harus dilakukan oleh pelaku pesugihan, atas tujuan dari individu tersebut.
Pengorbanan yang harus dilakukan oleh pelaku pesugihan tidak sama antara satu orang dengan lainnya. Pengorbanan tergantung dari motif pesugihan yang dijalani.
Tim peneliti menemukan keterangan bahwa kebanyakan permintaan yang disampaikan adalah mencari kekayaan, derajat atau pangkat, serta penglaris usaha.
"Persyaratan yang umum dan muncul di hasil wawancara beberapa informan, adanya penumbalan kambing dengan syarat bercorak sabuk melingkar di perutnya dan dalam bentuk selametan," ujar Harun kepada detikJatim, Sabtu (7/10/2023).
Kambing sebagai tumbal dengan syarat bercorak sabuk melingkar pada bagian perut yang dimaksud, umumnya dikenal khalayak sebagai wedhus kendit. Kambing jenis ini memang sering dijadikan sarana ritual untuk tolak bala.
Mahasiswa Fakultas Pertanian ini menambahkan, banyak pelaku pesugihan melakukan proses ritual pada hari-hari tertentu. Misalnya pada malam Jumat Legi atau Malam 1 Suro. Selama proses ritual, lanjut Harun, pelaku wajib memberikan pengorbanan yang sudah disyaratkan sebelumnya.
"Biasanya diarahkan dengan tokoh yang bernama Pangoyeg. Untuk kisaran harga tidak diketahui, namun ada indikasi kurang lebih bisa mencapai Rp 10 juta," sambung Harun.
Kendati begitu, Harun menegaskan bahwa keterangan yang diperoleh dari warga lokal terkait adanya pengorbanan dalam ritual pesugihan di Gunung Kawi, belum dapat dipastikan kebenarannya.
![]() |
"Itu menurut penuturan salah satu warga lokal. Tapi tidak kami periksa kebenarannya, sebab fokus penelitian kami di segi mental disorder-nya," tegasnya.
Harun Rasyid mengungkapkan, mereka juga pernah mengalami suatu pengalaman di luar nalar. Hal itu dialami ketika rombongan tim tengah perjalanan menuju Keraton Gunung Kawi.
Tiba-tiba, rombongan lima mahasiswa yang sebelumnya berjalan beriringan, kemudian terpisah. Bahkan dalam perjalanan, mereka seperti tersesat hingga memakan waktu cukup lama mencapai tujuan. Kondisi itu mengakibatkan ekspedisi hari itu mengalami keterbatasan waktu.
"Pernah saat perjalanan menuju Keraton Kawi, kami sempat berputar-putar atau kami merasa disesatkan dan tim sempat secara tidak logis terpecah dan terpisah di dalam perjalanan menuju Keraton Kawi. Sehingga penelitian kami di hari itu mengalami keterbatasan waktu," terang mahasiswa Fakultas Pertanian Prodi Kehutanan UB ini.
Dalam penelitiannya, tim mahasiswa melakukan wawancara dengan sejumlah informan terpilih yang memiliki pengalaman terkait ritual di Gunung Kawi. Hasil penelitian mengungkap, banyak dari mereka melaporkan pengalaman 'tidak biasa', seperti mendengar suara atau melihat sosok yang tidak dapat dilihat oleh orang lain.
Salah satu kerabat pelaku pesugihan yang tidak mau disebutkan namanya merasa dirinya kerap berhalusinasi dan merasakan hal demikian.
"Tapi kenyataannya, jeda dari melakukan hal itu (pesugihan), satu minggu kemudian kenyataan (mereka jadi kaya) gitu loh, mau dibilang itu halusinasi atau apa toh memang ada pembuktiannya begitu," katanya.
Dalam penelitian itu, diketahui adanya keterkaitan antara praktik pesugihan Gunung Kawi, dengan kecenderungan mental disorder. Khususnya psikosis pada pelaku pesugihan.
![]() |
"Secara general hasil yang kami dapatkan setelah melakukan wawancara dan observasi terhadap beberapa orang pelaku pesugihan Gunung Kawi dan orang terdekatnya yakni terdapat keterkaitan antara praktik pesugihan Gunung Kawi dengan kecenderungan mental disorder khususnya psikosis pada pelaku pesugihan," pungkasnya.
Diketahui, Lima mahasiswa UB ini adalah Muhammad Harun Rasyid Al Habsyi, Zulfikar Dabby Anwar, Suntari Nur Cahyani, Anggi Zahwa Romadhoni, dan Andini Laily Putri. Mereka berasal dari Fakultas Pertanian dan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.
Dosen pembimbing mereka yakni Ibu Destyana Ellingga Pratiwi, SP., MP., MBA. Mereka berupaya mengungkap keterkaitan antara praktik mistisisme di Gunung Kawi dengan gangguan mental, khususnya skizofrenia psikosis.
Gunung Kawi ini diketahui berada di Kecamatan Wonosari, Kabupaten Malang. Dibutuhkan waktu setidaknya 1,5 sampai 2 jam berkendara dari pusat Kota Malang menuju Gunung Kawi, yang berada di ketinggian 2.551 mdpl.
(hil/fat)