Lima mahasiswa Universitas Brawijaya (UB) meneliti praktik pesugihan di Keraton Gunung Kawi. Sejauh ini, rumor adanya tumbal nyawa sebagai syarat ritual belum ditemukan faktanya.
Sesuai dengan tujuannya, tim ekspedisi dan penelitian bernama Artha Kawi menemukan adanya keterkaitan antara praktik pesugihan Gunung Kawi dengan kecenderungan mental disorder. Khususnya psikosis pada pelaku pesugihan.
"Secara general hasil yang kami dapatkan adalah beberapa orang pelaku pesugihan Gunung Kawi dan orang terdekatnya yakni terdapat keterkaitan antara praktik pesugihan Gunung Kawi dengan kecenderungan mental disorder khususnya Psikosis pada pelaku pesugihan Gunung Kawi," jelas salah satu peneliti, Harun Rasyid kepada detikJatim, Sabtu (7/10/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mengutip laman Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, mental disorder atau mental illness adalah kondisi kesehatan yang mempengaruhi pemikiran, perasaan, perilaku, suasana hati, atau kombinasi diantaranya. Gangguan mental ini dapat terjadi sesekali atau berlangsung dalam waktu yang lama atau kronis.
Gangguan ini bisa ringan hingga parah, yang dapat mempengaruhi kemampuan seseorang dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Ini termasuk melakukan kegiatan sosial, pekerjaan, hingga menjalani hubungan dengan keluarga.
Harun mengaku telah menggali keterangan dan pengalaman pelaku ritual pesugihan Gunung Kawi, serta orang terdekatnya. Dari situ, mereka mendapatkan kesimpulan bahwa konsep harta dibalas nyawa dalam praktik pesugihan Gunung Kawi, dimaknai sebagai pengorbanan yang harus dilakukan oleh pelaku pesugihan atas tujuan dari individu tersebut.
Mahasiswa Prodi Kehutanan Fakultas Pertanian UB ini menambahkan, pengorbanan yang harus dilakukan oleh pelaku ritual tidak sama satu sama lain. Semua tergantung dengan tujuan serta motif ritual yang dijalani. Umumnya, pelaku ritual menginginkan kekayaan, pangkat atau penglaris.
Dalam observasi dan wawancara, informan yang ditemui tim Artha Kawi mengungkapkan bahwa setiap individu akan ditanya terkait keinginan atau tujuan untuk melakukan ritual. Jika meminta kekayaan, maka mereka harus memenuhi syarat yang disampaikan oleh pembimbing.
Apabila dalam waktu satu tahun harapan mereka terkabul, maka pelaku ritual harus menggelar selamatan sebagai bentuk pengorbanan. Biasanya ritual yang dilakukan pada malam Jumat Legi atau malam 1 Suro.
"Jadi yang minta kekayaan itu dijaluk (diminta) itu ya. Kekayaan itu ditanya, kamu mau apa, tapi ya diminta imbalannya. Engko (nanti) kalau misale kamu 1 tahun bisa kaya, itu diminta tiap tahun. Lek (kalau) gak masuk ya kita sing (yang) meninggal. Dari keluarganya, kalau nggak keponakan," kata Harun mengutip hasil wawancara tim dengan R, pelaku ritual berusia 78 tahun asal Lumajang.
Harun menjelaskan, tumbal atau pengorbanan bagi pelaku ritual pesugihan Gunung Kawi, wajibnya dilakukan sekali dalam satu tahun.
"Kebanyakan para pelaku ritual yang berasal dari luar Gunung Kawi. Mereka datang ke Keraton Gunung Kawi pada malam Jumat Legi atau malam 1 Suro dan Hari Raya Idul Fitri," pungkasnya.
Saksikan juga SOSOK minggu ini: Rian CYD, Melepas Kostum HRD Menjadi Cosplayer Dunia