Hari Raya Idul Adha merupakan hari tersibuk bagi Supriyanto (40). Juru sembelih sapi ini telah berkutat dengan hewan kurban sejak kemarin. Ini karena adanya perbedaan penentuan lebaran kurban.
"Sejak kemarin sudah (menyembelih) 15 ekor sapi," kata pria yang akrab disapa Supri saat berbincang dengan detikJatim di Rumah Potong Hewan (RPH) Kabupaten Pacitan, Desa Semanten, Kamis (29/6/2023) siang.
Beban kerja yang padat membuat Supri harus mengatur strategi. Hal itu bertujuan menjaga stamina agar tetap prima. Di sisi lain selama hari tasyrik trend penyembelihan hewan kurban masih akan terjadi. Jasanya pun sangat dibutuhkan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk meringankan pekerjaan, dia mengajak serta 6 orang rekannya. Supri bertugas memotong. Adapun proses menguliti hingga memotong-motong organ tubuh binatang dilakukan personel lain.
"Seringnya kita juga dibantu pihak keluarga yang berkurban," paparnya.
Meski dapat menuntaskan penanganan hewan kurban sendiri, namun Supri biasanya memilih tetap melibatkan warga setempat. Pasalnya penatalaksanaan daging kurban juga sekaligus menjadi sarana membangun kebersamaan antarwarga.
Berbagi waktu dan personel sudah jamak dilakukan Supri bersama tim. Itu karena jumlah tenaga terbatas. Sementara tugas yang harus dikerjakan cukup banyak. Lokasinya pun kerap menyebar di beberapa wilayah.
"Kalau hari biasa saya cuma mengajak 3 orang. Tapi kalau pas Idul Adha begini ya minimal dibantu 6 orang," papar Supri.
Di balik rasa lelah yang mendera, Supri mengaku bersyukur. Musim kurban memberinya pendapatan lebih. Untuk tiap ekor sapi yang disembelih dirinya memperoleh upah rata-rata Rp 500 ribu. Nilai itu dibagi bersama anggota tim.
Nilai upah dimaksud, lanjut dia, bukan harga mati. Hal itu sangat bergantung niat baik dan keikhlasan pihak yang berkurban. Dia pun menyebut nama sebuah lembaga yang tiap tahun menjadi pelanggannya.
Profesi yang ditekuni Supri memang tak banyak ditemukan. Wajar tiap tahun namanya selalu masuk daftar orang yang dibutuhkan jasanya. Apalagi syarat sesuai syariat harus dipenuhi untuk penyembelihan hewan kurban.
Di sisi lain, menurut Plt Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Pacitan, Tjahjo Adhi Sukmono, jumlah juru sembelih halal di Pacitan belum banyak. Karenanya, pemkab secara berkala mengikutsertakan jagal dalam pelatihan khusus sebelum mendapat sertifikat halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).
"Kita mengoptimalkan Juru Sembelih Halal (Juleha) sehingga memberikan kepercayaan kepada masyarakat. Juru sembelih itu sendiri bersertifikat MUI," tandas Tjahjo.
(abq/iwd)