Informasi berikut ini tidak ditujukan untuk menginspirasi siapa pun melakukan tindakan serupa. Bila Anda merasakan gejala depresi dengan kecenderungan berupa pemikiran untuk bunuh diri, segera konsultasikan persoalan Anda ke pihak-pihak yang dapat membantu, seperti psikolog, psikiater, ataupun klinik kesehatan.
Sederet kasus bunuh diri terjadi di Kota Malang sepekan terakhir. Jalan pintas yang dipilih untuk mengakhiri hidup ini menjadi perhatian serius banyak pihak. Bagaimana tanggapan Pemkot Malang terkait persoalan ini?
Wali Kota Malang Sutiaji menilai, dalam mencegah adanya kasus bunuh diri, perlu kerja sama banyak pihak. Salah satunya, penguatan agama yang diharapkan menjadi pondasi utama dalam pencegahan bunuh diri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Iya ini kan urusan harus bersama-sama kerjanya, disosialisasikan bersama-sama. Pola kehidupan sekarang ini tuntutannya cukup luar biasa. Semakin adanya pendalaman kepada Tuhan, pendalaman agama harapannya bisa meminimalisir orang-orang memiliki tingkat stres yang tinggi," ujar Sutiaji kepada detikJatim, Selasa (30/5/2023).
"Terus kerja sama dengan seluruh stakeholder, Kementerian Agama, melibatkan khatib, para pengotbah, di gereja dan semuanya untuk memberikan motivasi kepada mereka," sambungnya.
Baca juga: Malang Darurat Bunuh Diri! |
Menurut Sutiaji, orang tua harus peka terhadap gejala yang diidap anak-anaknya. Ketika mengetahui adanya tanda-tanda kegelisahan, orang tua harus cepat merespons untuk memberikan pendampingan.
Dengan begitu, akan membuka ruang komunikasi, sehingga hal-hal yang tidak diinginkan bisa dicegah sedini mungkin.
"Sudah kami sosialisasikan, bahwa kepada orang tua terkait gejala anak-anak sudah kami sampaikan sampai tingkat RT, RW, tanda-tanda anak gelisah harus cepat diketahui. Sehingga kemudian bisa memberikan perhatian sekaligus pendampingan," tuturnya.
Sutiaji menilai, bagi orang-orang yang memilih akan mengakhiri hidupnya secara singkat, tentu tidak melihat atau memilih lokasi di mana harus dilakukan. Karena hal itu bisa dilakukan di mana dan kapan saja.
Hal terpenting adalah memberikan perhatian bagi orang-orang yang dinilai memiliki gejala kejiwaan.
"Terus masalah (tempat), kalau mau bunuh diri dimanapun ada caranya, (bisa) tempatnya terjun, atau menabrakkan ke kereta. Malah gampang. Kalau di situ (jembatan Suhat) saya akan berikan masukan kepada Pemprov Jatim, karena itu bukan domain kami. Itu jalan provinsi," ujarnya.
Kendati demikian, Sutiaji justru khawatir apabila nanti Jembatan Suhat (Soekarno-Hatta) dipasang pagar pengaman, justru akan menular ke jembatan-jembatan lain di seluruh wilayah Kota Malang. Padahal, persoalan bunuh diri bukan masalah tempat, melainkan lebih kepada pencegahan dan pendampingan.
"Jika di situ dikasih (pagar) semua jembatan akan minta, Tunggulmas akan minta, bisa semuanya nanti," tegasnya.
Sutiaji mengungkapkan, langkah pendampingan terhadap warga yang dinilai membutuhkan perhatian terkait kesehatan jiwa telah dilakukan. Bahkan, program konseling telah menyasar hingga ke lembaga pendidikan. Saat ini, belasan orang telah ditangani oleh puskesmas terkait masalah kejiwaan.
"Ada 19 orang, di mana rata-rata usia remaja yang ditangani oleh puskesmas, dan kita pantau terus bagaimana perkembangannya. Untuk diberikan pendampingan terkait masalah kejiwaan," beber Sutiaji.
"Ke depan akan kita kuatkan, dipantau terus. Apalagi ini kota besar, kota urban. Yang kemarin (bunuh diri) bukan warga Kota Malang dan yang percobaan juga mahasiswa. Mereka tidak melapor, untuk bisa dilakukan pendampingan. Ini PR bersama," ungkapnya.
Sebelumnya, seorang pemuda nekat bunuh diri dengan meloncat dari Jembatan Suhat (Soekarno-Hatta), Jumat (26/5/2023) sore. Warga Kabupaten Malang, itu pernah mencoba bunuh diri di tempat yang sama pada 1 Agustus 2022. Namun saat itu, niat korban digagalkan oleh pengendara dan petugas kepolisian yang berada di lokasi.
(hil/dte)