Bocah pertalite asal Desa Kesongo, Kecamatan Kedungadem, Bojonegoro, Farhan Abimanu (17) hobi menghirup aroma pertalite sejak kecil. Bahkan kemana-mana Manu, panggilan akrabnya menyelipkan botol plastik isi pertalite di balik kausnya. Ini untuk mempermudah Manu mencium aroma BBM tersebut.
Sayang, kegemarannya ini bisa menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan. Yakni kerusakan paru-paru hingga otak.
Dokter Spesialis Paru RS Unair, dr Alfian Nur Rosyid Sp P(K) FAPSR FCCP mengatakan menghirup pertalite bisa berbahaya dan menyebabkan kelainan kerusakan pada organ-organ tubuh. Sebab, salah satu zat aditif pada pertalite ialah benzena. Banyaknya bahan kimia yang terkandung dalam pertalite, jika dihirup dan masuk pernapasan akan berbahaya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu hirup pertalite juga menyebabkan iritasi di saluran pernapasan, batuk, rasa tersedak, tenggorokan banyak dahak dan tidak nyaman. Jika sampai terhirup lebih banyak apalagi menjadi kebiasaan, maka konsentrasi atau efeknya lebih dalam.
"Bisa ke kantong saluran napas, bisa masuk ke darah dan mengalir ke seluruh tubuh, bisa ke otak, jantung, ginjal. Bisa terjadi kerusakan pada organ-organ lain, tidak hanya paru saja jangka panjangnya. Seperti remaja menghirup dalam jangka panjang dan sering dan menjadi hobi kebiasaan, itu berbahaya," kata dr Alfian saat dihubungi detikJatim, Jumat (5/5/2023).
Dampak paling berbahaya, jelas Alfian, juga bermacam-macam. Seperti mudah sakit kepala, tubuh lemas. Bahkan pada literatur disebutkan bisa menyebabkan kelainan dan kerusakan pada ginjal.
"Bisa 5-10 tahun (Ke depan merusak ginjal) kalau menjadi kebiasaan. Bukan hanya waktu, tetapi intensitas keseringan, konsentrasi yang dihirup terdampak juga pada kelainan pada organ. Satu sisi lagi, kecenderungan orang menjadi sakit, yaitu bisa dipengaruhi oleh gizi, pengaruh genetik mempermudah kelainan pada remaja tadi," ujarnya.
Jika sudah terlanjur menjadi preventif sekunder atau terlalu sering menghirup secara berulang, perlu adanya penyadaran.
"Kalau preventif primer dia belum terkena, misal bekerja di SPBU menghindari dengan menggunakan masker, SPBU juga area terbuka itu sudah termasuk preventif primer. Kasus remaja ini sudah terhirup berulang dan menjadi hobi, perlu disadarkan bahwa itu berbahaya untuk dirinya dan organ tubuhnya jangka panjang," jelasnya.
Menurut Alfian cara agar tidak semakin merusak organ tubuh, harus berhenti dari kebiasaan menghirup pertalite. Kemudian mengubah pola hidup dengan melakukan aktivitas atau kebiasaan yang lebih sehat, sifatnya yang meningkatkan imunitas.
"Harapannya bahan-bahan kimia tidak menjadi kepanjangan, kerusakan radang atau di rusak tidak berlanjut. Kalau ada gejala, datang ke fasyankes untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut, kelainan apa yang terdampak. Kalau ada kelainan sudah menjadi penyakit yang harus diobati tergantung kelainannya," pungkasnya.
(esw/fat)