Penyakit Lumpy Skin Disease (LSD) atau yang biasa disebut peternak penyakit lato-lato menjangkiti ternak sapi di Lamongan. Saat ini, tercatat ada 356 ekor sapi positif LSD, 1 di antaranya mati.
Berdasarkan data yang dihimpun dari Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (Disnakeswan) Lamongan, penyakit lato-lato hewan ternak ini sudah menyerang sejak awal Januari 2023. Penyakit yang bisa mengakibatkan kematian sapi ini pertama kali ditemukan di Lamongan selatan.
"Penyakit Lumpy Skin Disease atau lato-lato ini pertama ditemukan menjangkiti ternak sapi di wilayah Lamongan selatan," kata Sekretaris Disnakeswan Lamongan Rahendra kepada wartawan, Selasa (11/4/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejak Januari hingga saat ini, ungkap Hendra, 356 ekor sapi yang terjangkit penyakit lato-lato. Dari ke-356 ekor sapi yang terjangkit, 50 sapi di antaranya dinyatakan sembuh dan 1 ekor sapi mati.
"Penyakit yang menimbulkan luka di kulit luar sapi ini sudah menyebar di lebih dari 5 kecamatan di wilayah Lamongan," ujarnya.
Rahendra menambahkan, ada beberapa gejala yang dialami ternak sapi yang terjangkit LSD ini. Gejala tersebut, yakni kulit bentol-bentol, gatal dan bernanah. Penularan LSD ini sangat cepat layaknya penularan PMK pada hewan ternak.
"Penularannya melalui gigitan nyamuk dan lalat," imbuh Rahendra.
Ia mengimbau para peternak dan pemilik sapi untuk mengantisipasi penularan penyakit ini dengan segera melapor ke dinas terkait dan selalu menjaga kebersihan kandang.
"Jika ini dibiarkan, maka sapi akan mengalami gangguan nafsu makan sehingga sapi terlihat lemas tak bergairah," ungkap salah seorang pemilik sapi di Lamongan, Pujiati.
Pujiati mengaku, upaya pengobatan dengan berbagai cara sudah dilakukan oleh para peternak dan pemilik sapi. Namun, semuanya tak membuahkan hasil. Nafsu makan sapi terus berkurang hingga kurus dan terancam mati.
"Sebagian warga terpaksa menjualnya dengan harga sangat murah," tambah Pujiati.
Pemilik sapi lainnya, Suminah juga membenarkan jika saat ini ada penyakit lato-lato yang menyerang sapi. Suminah mengaku, ada pemilik sapi yang terpaksa menjual dengan harga murah, yaitu hanya Rp 2 juta per ekor. Harga ini, lanjut Suminah, jelas lebih murah dari sapi sehat yang harganya mencapai belasan juta rupiah per ekor.
"Ada yang terpaksa dijual murah agar peternak tidak menanggung rugi lebih besar lagi," pungkasnya.
(hil/fat)