Kanit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Sat Reskrim Polres Jember Iptu Dyah Vitasari diusulkan masuk nominasi Hoegeng Awards 2023 oleh Gerakan Peduli Perempuan Indonesia dan LBH Jentera Perempuan Indonesia Jember. Komitmen Dyah Vitasari dalam menangani kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Jember membuat namanya layak dipertimbangkan untuk meraih penghargaan.
Polwan yang akrab disapa Vita itu dikenal cepat dalam mengambil tindakan. Di mata anak buahnya, Vita memimpin Unit PPA dengan baik
"Kalau menurut saya sebagai anak buah, kepemimpinan Bu Kanit (Vita) itu bagus ya. Karena apa? Setiap ada perkara yang jadi atensi pimpinan, beliau walaupun seorang perempuan, selalu bergerak cepat," beber Penyidik Pembantu Unit PPA Polres Jember Brigpol David Bayu Wardana kepada detikJatim, Senin (3/4/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut David, Vita tak pernah mengeluh setiap menjalankan perintah atasan. Bahkan ketika mendapat perintah dari pimpinan, Vita langsung merespons dengan cepat tanpa mengenal waktu.
"Tidak pernah beliau itu mengeluh dengan alasan beliau seorang perempuan. Walaupun tengah malam pun, kalau pimpinan memerintah, langsung berangkat," kata David.
Vita juga selalu memberi arahan kepada anggota terkait penanganan sejumlah perkara. Vita juga tidak kaku saat menghadapi sebuah kasus.
"Apabila itu sudah tidak menjadi konflik, ada perdamaian, ya sudah didamaikan saja. Yang penting korban masih terima. Jadi tidak seperti pimpinan yang kaku, yang saklek aturan hukumnya ini, karena ini pidana murni harus ditegakkan, nggak gitu," ujar David.
Terutama, kata dia, jika Vita berhadapan dengan pelaku anak-anak. Di mana si pelaku ini masih harus masuk sekolah, maka biasanya Vita tidak akan menahannya.
"Karena kan masih ada kewajiban sekolah, menuntut ilmu. Nanti kan berpengaruh terhadap masa depan si anak itu sendiri," jelas David.
Menurut David, penempatan Vita sebagai Kanit PPA cukup tepat. Selain memiliki keilmuan yang sangat cukup di bidangnya, Vita juga memiliki jiwa kepemimpinan yang tinggi.
"Dari ilmu yang dimiliki, kemudian program dan cara dia memimpin sebenarnya sudah tepat," kata David.
Pemimpin yang Humanis
Vita juga dikenal sebagai sosok yang humanis. Meski tetap tegas, namun dia tidak meninggalkan sisi kemanusiaan dalam memimpin anak buah.
"Kalau ada pekerjaan yang salah ya pasti kita ada teguran dari Bu Kanit. Tapi Bu Kanit itu menegurnya lebih sering secara langsung, maksudnya ke pribadinya. Jadi tidak ditegur sewaktu rapat atau di depan umum. Jadi anggota kayak kita ini merasa tidak dipermalukan," kenang David.
"Misal kayak anggota yang bangun kesiangan. Kan ada ya anggota yang masih bujang dan kadang sering bangun kesiangan, itu ditegur secara langsung ke orangnya," katanya.
Demikian juga ketika menerima keluhan dari masyarakat terhadap kasus yang ditangani Unit PPA. Vita selalu bijak menyikapinya.
"Kemudian kalau ada rekanan atau pelapor yang sambat, 'Bu Kanit ini kok (penanganannya) lama, Bu Kanit ini kok saya dibilangi penyidiknya gini?' Nah itu pasti Bu Kanit selalu membantu anggota menjawab. Setelah yang mengeluh pergi, giliran anggota yang dibilangi 'jangan seperti ini'. Jadi juga mengayomi ke anggota," terang David.
Menurut David, sosok Vita ibarat Wonder Woman. Vita mampu menunjukkan sosok yang profesional dalam bekerja sekaligus penyayang keluarga. Pekerjaan di kantor dan kewajiban rumah tangga tetap dikerjakan secara selaras.
"Kadang juga membawa anaknya yang masih balita ke kantor. Ini menunjukkan beliau tetap bertanggung jawab dalam menjalankan profesinya meski di lain sisi juga harus menjalankan kewajiban sebagai seorang ibu. Beliau juga tahu bagaimana kapan bisa santai dan kapan bisa serius. Beliau juga penyayang. Kayak tokoh Wonder Woman itu lah," tukas David.
![]() |
Antara Tugas Negara dan Jadi Ibu Rumah Tangga
Sebagai perempuan, Vita juga harus menjalankan kewajibannya sebagai istri dan ibu rumah tangga. Lantas, bagaimana ibu tiga anak itu membagi waktu antara tugas negara dan tanggung jawabnya di keluarga?
"Ketika melakukan tugas sebagai aparat penegak hukum ya harus profesional dalam menjalankannya. Ketika sudah melepaskan seragam dinas di rumah, ya tetap harus berperan sebagai ibu rumah tangga yang mengurus anak-anak dan berbakti kepada suami," kata Vita ditemui detikJatim di ruang kerjanya, Selasa (4/4/2023).
Vita mengaku selalu berusaha membagi waktu sebaik mungkin antara menjalankan tugas kedinasan dan mengurus rumah tangga. Apalagi saat ini anak bungsunya masih berusia 3 tahun. Tentu masih butuh perhatian lebih dari sosok seorang ibu.
"Anak saya tiga, perempuan semua. Ada yang SMA, SD dan masih balita, sekitar 3 tahun," ujar perwira polisi dengan dua balok di pundak tersebut.
Tentunya dibutuhkan waktu yang cukup agar dia tetap bisa memberikan perhatian kepada tiga putrinya, terutama yang masih balita. Namun, Vita juga tetap mengutamakan tugasnya di kepolisian agar bisa dijalankan dengan baik.
"Kalau membagi waktu, misalkan piket, dinas, ya sesuai dengan jamnya saat berdinas. Namun ketika di luar jam dinas, ketika dibutuhkan untuk kepentingan dinas, misalkan kegiatan penangkapan atau harus keluar kota dan sebagainya, ya harus tetap dijalani, tapi tidak serta merta meninggalkan urusan keluarga," terangnya.
Ketika menjalankan tugas di luar jam dinas, Vita mengaku selalu berusaha tetap bisa berkomunikasi dengan suami dan anak-anaknya. Ketika ada jeda waktu, dia memanfaatkannya untuk saling telepon atau berkirim pesan.
"Meski dari jauh saya tetap bisa monitor dan berkomunikasi dengan suami dan anak-anak. Bisa lewat telepon, bisa video call juga," kata perempuan yang masuk menjadi anggota Polri sejak tahun 2003 ini.
Vita mengaku bersyukur memiliki suami yang bisa diajak berbagi dalam urusan rumah tangga. Utamanya dalam mengurus anak.
"Ya gantian lah dengan suami untuk menjaga anak-anak. Ketika saya harus ke luar kota meninggalkan Jember, suami yang mem-back up untuk menjaga anak-anak. Namun ketika saya sudah harus kembali, selesai bertugas, ya di rumah. Quality time bersama anak-anak dan keluarga," ujarnya.
Vita mengaku sempat mendapat protes dari anak-anaknya karena dinilai tak memiliki banyak waktu untuk mereka. Namun, Vita berusaha memberikan pemahaman kepada anak-anaknya tentang tugas dan tanggung jawabnya sebagai Korps Bhayangkara.
"Memang sempat ada protes. Mereka protes, bilang 'mama nggak ada waktu'. Tapi seiring berjalannya waktu, saya terus mencoba memberi pengertian. Kadang anak-anak juga saya bawa ke tempat tugas, ke kantor. Supaya mereka tahu ini lho kerjaannya orang tuanya seperti ini. Jadi lama-lama semakin besar mereka juga paham, ketika saya berangkat berdinas mereka bilang 'oh mama kerja, nanti mama pulang, bersama anak-anak lagi' gitu," urai Vita.
Vita memang sesekali membawa anak-anaknya ke kantor, utamanya yang masih SD dan balita. Kebetulan di tempat kerjanya ada playground yang bisa menjadi tempat anak-anak bermain. Jadi dia juga bisa tetap mengawasi anak-anaknya ketika berada di tempat kerja. Selain itu, dia juga bisa mengenalkan sang anak tentang pekerjaan dia sebagai polisi.
"Kebetulan di ruangan kerja saya ada play ground. Sambil saya kerja, anak-anak bisa main di tempat playground. Jadi kita buat tempatnya senyaman mungkin. Apalagi teman-teman anggota kita kan lebih banyak berpakaian preman. Jadi ya nyaman saja ketika anak-anak berada di kantor," tuturnya.
Sebagai Kanit yang menangani kasus konflik perempuan dan anak, Vita mengaku kerap kali dihadapkan pada suatu tantangan hingga godaan. Mulai dari intimidasi, ancaman, bahkan upaya penyuapan. Namun semua itu berhasil dia lalui dengan berprinsip selalu berpegang pada Standard Operational Procedure (SOP) dalam setiap menjalankan tugas.
"Ya sering memang mengalami kejadian-kejadian yang itu harus saya hadapi. Tapi yang terpenting saya tetap berpegang pada SOP dalam hal penyelidikan maupun penyidikan. Senyampang saya mengerjakannya sudah sesuai SOP, sesuai dengan regulasi atau aturan yang ditetapkan, ya bisa menyelesaikannya dengan baik," ujarnya.
Salah satu contohnya, kata Vita, adalah kasus dugaan pencabulan di mana pelakunya adalah seorang tokoh agama yang juga menjadi pengasuh sebuah pondok pesantren. Penyidik harus ekstra hati-hati karena tersangka merupakan seorang tokoh. Sementara kasusnya sendiri terlanjur viral, sehingga muncul desakan masyarakat agar segera ada kepastian hukum.
"Ya karena kasusnya terlanjur viral, jadi ada tuntutan masyarakat agar segera diselesaikan dan ada kepastian. Sementara pelakunya menyangkut tokoh agama. Jadi serangkaian penyelidikan dan penyidikannya harus benar-benar sesuai SOP, dijalankan dan diselesaikan secara tuntas," ujar Vita.
Vita mengaku sejumlah intimidasi sering dia terima dari sejumlah pihak. Namun berkat selalu berpegang teguh pada SOP, akhirnya penanganan kasusnya bisa diselesaikan dengan baik.
"Banyak intimidasi-intimidasi yang saya terima dalam hal penanganannya. Namun, bisa dilalui semuanya dengan baik," tandas Vita.
(fat/dte)