Jawa Timur menjadi penyumbang kasus kusta terbanyak di Indonesia. Sementara di Jatim, penyakit ini disebut banyak terjadi di wilayah Madura hingga Pantura.
Diketahui, penyakit kusta atau penyakit infeksi kronis bisa menyebabkan lesi kulit (Kerusakan atau perubahan tidak normal) dan kerusakan saraf. Jumlah pasien kusta di Indonesia nomor 3 tertinggi di dunia.
"Jawa Timur tertinggi se-Indonesia, karena penduduknya banyak. Karena pendidikan banyak prevalensi tinggi. Sekitar 30-40% dari total kasus di Indonesia. Surabaya sudah bebas, hanya beberapa kabupaten. Madura dan Pantura, Tuban masih belum," kata Ketua Departemen Dermatologi Venerologi FK Unair-RSU dr Soetomo, Dr dr M Yulianto Listiawan SpKK(K) kepada wartawan, Senin (6/3/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kusta itu menjadi masalah di Indonesia, penyakit kusta nomor 3 di dunia itu Indonesia. Pertama India, dua Brazil dan kita Indonesia nomor tiga. Itu menjadi masalah, karena dulu sampai sekarang rangking kita ga turun terus nomor 3," imbuhnya.
Ia menyebut, di tahun 2022 ada sekitar 9.000 kasus kusta di 6 provinsi di wilayah timur. Seperti di Ambon, Papua, NTT, Sulawesi Utara, Gorontalo dan lainnya.
Menurutnya, yang menjadi kendala penyakit kusta yakni edukasi. Oleh karena itu diantisipasi untuk generasi muda, khususnya dokter untuk waspada terhadap penyakit kusta. Sebab, kusta disebut sebagai penyakit kuno yang tak diketahui penyebab, namun terlihat kecacatannya.
Penyebab penyakit kusta ini karena infeksi. Penyebarannya pun melalui droplet infection bagi penderita yang belum diobati dan tipe bakterinya banyak. Jadi penting dilakukan deteksi dini terhadap kusta agar tidak menimbulkan kecacatan.
"Kita perlu mendeteksi secara dini, ini penyakit menular dari orang yang terkena kusta dan belum diobati. Jadi kita mencari masyarakat yang kena kusta dan belum diobati, supaya penularannya terputus," ujarnya.
Untuk rentan usia penderita kusta mulai dari 10 tahun. Sebab, kusta ini infeksi kronis, inkubasinya panjang hingga 10-20 tahun. Penyakit kusta jika sudah diobati sudah tidak menular, meski membutuhkan waktu lama untuk sembuh. Namun penularan bisa diputus dengan sekali pengobatan.
"Jadi kumannya masuk sekarang, gejalanya 10 tahun yang akan datang. Tapi beberapa yang kita jumpai di daerah endemis anak yang usia di bawah 10 tahun masih di atas 10%. Berarti kalau anak-anak terinfeksi artinya di lingkungannya banyak yang sakit dan menular tidak terdeteksi," pungkasnya.
(hil/fat)