- Berikut 7 Fakta Ikan Aligator Bikin Piyono Mendekam di Bui: 1. Tangis PiyonoΒ Divonis 5 Bulan PenjaraΒ 2. JPUΒ Sebut Vonis Sudah Sesuai 3. Kasus Tak Diselesaikan secara Restorative Justice 4. Kuasa Hukum KecewaΒ 5. PiyonoΒ Akan Tempuh Langkah Selanjutnya 6. Keluarga Tak Tahu IkanΒ AligatorΒ Tak Boleh Dipelihara 7. Kronologi Kasus Piyono
Malang nian nasib Piyono (61). Warga Kelurahan Sawojajar, Kota Malang ini terpaksa berurusan dengan hukum karena memelihara ikan aligator. Ia pun kini hanya bisa pasrah mendekam di balik jeruji besi penjara.
Karena memelihara ikan aligator, Piyono divonis 5 bulan penjara. Ia pun tak kuasa menahan tangis saat menerima vonis ini.
Berikut 7 Fakta Ikan Aligator Bikin Piyono Mendekam di Bui:
1. Tangis Piyono Divonis 5 Bulan Penjara
Piyono menjalani sidang putusan di ruang Garuda Pengadilan Negeri Malang kelas I A, Senin (9/9). Majelis hakim I Wayan Eka Mariarta menjatuhkan vonis 5 bulan penjara terhadap Piyono karena memelihara ikan aligator gar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Vonis 5 bulan tersebut lebih rendah 3 bulan dari tuntutan awal Jaksa Penuntut Umum (JPU). Di mana, Priyono dituntut karena melanggar pasal 88 Jo pasal 16 ayat 1 UU Nomor 31 Tahun 2004 tentang perikanan dan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 19 Tahun 2020.
Usai pembacaan putusan, terdakwa sempat meluapkan emosinya. Sebab, ia merasa tak bersalah dan tak tahu akan aturan tersebut. Keluarga dari Piyono pun tak kuasa membendung tangisan setelah mendengar putusan dari majelis hakim.
2. JPU Sebut Vonis Sudah Sesuai
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejari Kota Malang, Suud mengatakan meski vonis lebih rendah dari tuntutan yang diajukan, putusan dari majelis hakim tersebut dinilai sudah sesuai dan memenuhi keadilan.
"Jadi tuntutan itu 8 bulan jadi 5 bulan. Kalau soal putusan itu aturan sudah melalui pertimbangan yang kami pikirkan matang-matang dan kami menganggap putusan ini sudah memenuhi keadilan dan kalau dicek sudah termasuk ringan menurut kami," ujar Suud, Senin (9/9).
Suud menyampaikan, putusan tersebut juga mempertimbangkan hal-hal yang meringankan terdakwa. Mulai dari usianya yang sudah tua hingga penyakit diabetes yang diderita Piyono.
3. Kasus Tak Diselesaikan secara Restorative Justice
Dalam kasus ini, terdakwa juga tidak bisa menyelesaikan kasus melalui restorative justice. Sebab, tidak ada korban dalam kasus tersebut, sehingga tidak ada perdamaian.
"Ini perkara pelimpahan dari Polda dari Kejati dan memang dari segi korban kan gak ada korban jadi tidak ada perdamaian. Ini kan delik formil ya orang yang memelihara ikan yang dilarang. Perbuatannya yang dilarang sehingga itulah yang diancam dengan pidana," kata Suud.
4. Kuasa Hukum Kecewa
Sementara itu, Kuasa Hukum Piyono, yakni Guntur Putra Abdi mengaku kecewa dengan putusan majelis hakim. Ia menilai seharusnya kliennya bisa mendapatkan putusan yang lebih ringan lagi.
"Putusan ini terlalu memberatkan di keluarga juga, bahwasanya kita juga sudah mengajukan putusan bebas atau seringan-ringannya percobaan lah. Sehingga, terdakwa hanya wajib lapor. Tapi dengan ini, terdakwa diputus 5 bulan subsider 1 bulan dengan denda Rp 5 juta," ungkapnya.
"Terdakwa tadi sempat emosi dengan adanya ini, karena terdakwa berpendapat tidak bersalah, karena dia memelihara sebelum adanya undang-undang," sambungnya.
5. Piyono Akan Tempuh Langkah Selanjutnya
Di sisi lain, yang memberatkan terdakwa tentunya soal memelihara. Namun, dimana dalam kenyataannya terdakwa memang memelihara namun tak membudidayakannya sejak dibelinya di tahun 2008 silam.
"Terdakwa memelihara dari 2008 lalu dan hanya memelihara tidak menambah dan tidak merusak ekosistem. Kemudian, banyak juga yang menjual dan tidak adanya sosialisasi dari pihak terkait masalah ikan jenis Aligator Gar ini," terangnya.
Terkait dengan putusan tersebut, Guntur mengaku akan segera berkoordinasi dengan pihak keluarga untuk menentukan langkah selanjutnya setelah adanya putusan.
"Kita koordinasi dengan keluarga, langkah apa yang bisa kita lakukan agar hukuman selesai," ucapnya.
6. Keluarga Tak Tahu Ikan Aligator Tak Boleh Dipelihara
Anak Piyono, Aji Nuryanto menjelaskan selama ini tidak tahu menahu ikan aligator yang dibeli oleh ayahnya di Pasar Burung Splendid 16 tahun lalu tidak boleh dipelihara.
Keluarga pun terkejut ketika tiba-tiba petugas kepolisian Polda Jatim datang ke lokasi kolam pemancingan milik Piyono di Kelurahan Sawojajar pada Jumat (2/2/2024).
"Kami kaget ada petugas. Kata petugas saat itu mereka tahu kalau orang tua saya pelihara ikan aligator dari informasi warga, tapi warga yang mana tidak tahu. Sebab, selama ini warga sekitar itu tahu semua ada ikan ini dan selama belasan tahun tidak pernah dipersoalkan, apalagi ini kan dipelihara sendiri," ujar Aji saat ditemui wartawan pada Senin (9/9/2024).
7. Kronologi Kasus Piyono
Sebagai informasi, Piyono membeli ikan aligator gar itu pada tahun 2008 di Pasar Burung Splendid, Kota Malang. Dia membeli 8 ekor masing-masing seharga Rp 10 ribu. Ikan itu dirawat selama belasan tahun hingga tersisa 5 ekor berukuran sekitar 1 meter.
Selama memelihara, ikan aligator gar itu ditempatkan di sebuah kolam khusus. Terkadang ikan tersebut juga difungsikan untuk membersihkan kolam pemancingan ikannya. Piyono maupun keluarga tidak mengetahui jika ternyata ikan jenis itu tidak boleh dipelihara.
Pada Jumat (2/2/2024) petugas kepolisian Polda Jatim datang ke lokasi kolam pemancingan milik Piyono di Kelurahan Sawojajar, Kedungkandang, Kota Malang. Saat itu, petugas menyampaikan bahwa sesuai aturan ikan aligator gar tidak boleh dipelihara.
Piyono dituduh telah melakukan pelanggaran tindak pidana perikanan yakni Pasal 88 Jo Pasal 16 ayat (1) UU RI Nomor 31 Tahun 2024 tentang Perikanan Jo PERMEN-KP RI No.19/ PERMEN-KP/ 2020.
Kemudian, pada 22 Februari 2024 petugas dari Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Denpasar Satuan Wilayah Surabaya turut datang menemui Piyono. Mereka bertanya apakah selama ini sudah ada sosialisasi terkait larangan memelihara ikan aligator gar.
"Sempat ditanyai sama petugasnya dari kelautan ditanyai apakah ada sosialisasi ? Dijawab enggak ada, enggak pernah (dapat sosialisasi bahwa ikan aligator tidak boleh dipelihara)," katanya.
"Dulu itu belinya ada 8 ekor ukuran kecil-kecil dengan harga masing-masing Rp 10 ribu. Kemudian dipelihara belasan tahun sampai ukuran 1 meter di kolam khusus. Dari 8 ekor ini 3 mati karena kolamnya tidak cukup dan menyisakan 5 ekor," sambungnya.
Aji menambahkan sebanyak 5 ekor ikan aligator itu juga telah dimusnahkan dan disaksikan langsung oleh petugas kepolisian. Kendati demikian, hal itu tidak melepaskan Piyono dari jeratan hukum. Proses hukum tetap berjalan hingga pada 6 Agustus 2024 Piyono ditahan di Lapas Kelas I Malang Lowokwaru.
"Saya tidak dapat pemberitahuan (soal penahanan), saya lihat HP-nya bapak tiba-tiba saya ditelepon diminta ke kejaksaan untuk mengambil barang-barang bapak, ternyata ditahan, surat penahanannya seperti apa tidak tahu," kata dia.
"Dengan tiba-tiba ditahan itu juga mengagetkan kami. Apalagi kondisi bapak lagi menderita sakit diabetes sudah dua tahun terakhir. Pengobatannya harus suntik insulin, tapi di lapas tidak boleh suntik insulin hingga akhirnya diganti dengan kapsul. Kondisinya sekarang ya menurun," imbuhnya.
Pihak keluarga yang datang berharap Piyono bisa dibebaskan dari hukuman. Sebab, Piyono sendiri tidak mengetahui adanya aturan larangan memelihara ikan aligator.
"Terus ini kan memeliharanya sejak tahun 2008, jadi dipelihara kurang lebih 16 tahun, sedangkan aturan atau undang-undangnya itu baru ada sejak tahun 2020, ikan ini juga dijual di pasaran bebas," tandasnya.
(irb/hil)