Mereka berjalan kaki dari lingkar alun-alun menuju gedung DPRD setempat. Massa juga membentangkan spanduk berisi penolakan RUU Kesehatan.
7 organisasi profesi bidang kesehatan yakni Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), Persatuan Ahli Teknologi Laboratorium Medik Indonesia (PATELKI) dan Persatuan Ahli Farmasi Indonesia (PAFI).
"Tolak RUU Omnibus Law Kesehatan," teriak massa, Senin (28/11/2022).
Di depan gedung dewan, massa juga menggelar orasi menuntut DPR RI tidak mengesahkan RUU Kesehatan tersebut menjadi undang-undang.
Sekertaris IDI Cabang Trenggalek dr Kartikanuddin, mengatakan jika RUU Kesehatan disahkan akan mengancam profesionalisme tenaga kesehatan maupun masyarakat. Selain itu RUU tersebut akan mengancam keselamatan masyarakat.
"Pada dasarnya adalah kita menginginkan bahwa rancangan undang-undang kesehatan ini tidak menjadi undang-undang, kita khawatir akan mengkebiri kewenangan organisasi profesi dalam membina mengawasi anggotanya," kata Kartikanuddin.
Lebih lanjut Kartika menambahkan penyusunan RUU tersebut dinilai cacat secara prosedural karena tidak melibatkan masyarakat maupun organisasi profesi. Selain itu juga terdapat sejumlah pasal krusial.
"Sikap kami sudah kita susun dalam 13 alasan, menolak RUU Kesehatan," imbuhnya.
Berikut 13 alasan penolakan RUU Kesehatan:
1. Penyusunan RUU Omnibus Law Kesehatan cacat prosedur karena dilakukan secara tertutup, tanpa partisipasi masyarakat sipil, dan organisasi profesi.
2. Sentralisme kewenangan menteri kesehatan yaitu kebijakan ditarik ke kementerian kesehatan tanpa melibatkan masyarakat, organisasi profesi mencederai semangat reformasi.
3. Pendidikan kedokteran untuk menciptakan tenaga kesehatan murah bagi industri kesehatan sejalan.
4. Dengan masifnya investasi sarat kriminalisasi terhadap tenaga kesehatan dengan dimasukkan pidana penjara dan denda yang dinaikkan hingga 3 (tiga) kali lipat.
5. RUU Omnibus Law Kesehatan mengancam keselamatan rakyat atas pelayanan kesehatan yang bermutu dan dilayani oleh tenaga kesehatan yang memiliki etik dan moral yang tinggi.
6. RUU Omnibus Law Kesehatan mempermudah mendatangkan tenaga kesehatan asing berpotensi mengancam keselamatan pasien.
7. RUU Omnibus Law Kesehatan mempermudah mendatangkan tenaga kesehatan asing berpotensi mengancam keselamatan pasien RUU Omnibus Law Kesehatan berpihak kepada investor dengan mengabaikan hak-hak masyarakat, hak-hak tenaga medis dan tenaga kesehatan akan perlindungan hukum dan keselamatan pasien.
8. RUU Omnibus Law Kesehatan mengancam ketahanan bangsa serta mengkebiri peran organisasi profesi yang telah hadir untuk rakyat 9. Pelemahan peran dan independensi Konsil Kedokteran Indonesia dan Konsil Tenaga Kesehatan Indonesia dengan berada dan bertanggungjawab kepada menteri (bukan kepada Presiden lagi)
10. Kekurangan tenaga kesehatan dan permasalahan maldistribusi adalah kegagalan pemerintah bukanlah kesalahan organisasi profesi.
11. RUU Omnibus Law Kesehatan hanya mempermudah masuknya kesehatan asing tanp kompetensi keahlian dan kualifikasi yang jelas.
12. RUU Omnibus Law Kesehatan mengabaikan hak masyarakat atas fasilitas pelayanan kesehatan yang layak, bermutu dan manusiawi.
13. RUU Omnibus Law Kesehatan berpotensi mengebiri peran organisasi profesi (IDI, PDGI, PPNI, IAI, PATELKI, dan PAFI) dalam pembinaan, peningkatan kompetensi dan pengawasan terhad anggota. Imbasnya dapat menurunkan mutu pelayanan kepada masyarakat.
Sementara itu aksi unjuk rasa juga digelar lima organisasi profesi bidang kesehatan di Tulungagung. Puluhan perwakilan Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) membentangkan spanduk penolakan dan orasi di depan kantor IDI Tulungagung.
Ketua IAI Tulungagung Adi Wibisono, mengatakan penyusunan RUU Omnibus Law Kesehatan tidak melibatkan organisasi profesi, hal itu dinilai cacat peosesur. Tak hanya itu dalam RUU tersebut terdapat persoalan krusial yang dinilai akan mendegradasi kewenangan organisasi profesi serta mengancam keselamatan masyarakat.
"Pada isu tentang STR ada yang menuntut seumur hidup dan lain sebagainya, bagaimana mungkin sebagai tenaga kesehatan tidak ada evaluasi terhadap kompetensi, itu menjadi berbahaya bagi masyarakat karena organisasi profesi fungsinya adalah evaluasi dan monitor terhadap anggotanya," kata Adi.
(dpe/fat)