Peringatan Hari Pahlawan Paling Berdarah di Surabaya, 3 Orang Tewas

Jatim Flashback

Peringatan Hari Pahlawan Paling Berdarah di Surabaya, 3 Orang Tewas

Tim detikJatim - detikJatim
Sabtu, 12 Nov 2022 13:28 WIB
Drama kolosal Surabaya membara makan korban jiwa
Insiden Surabaya Membara di viaduk Jalan Pahlawan. (Foto: Istimewa)
Surabaya -

Malam menjelang Hari Pahlawan 4 tahun silam, sebuah tragedi menewaskan 3 orang di Surabaya. Ketiga orang itu jatuh dari ketinggian 5 meter serta tertabrak kereta api di viaduk (jembatan) depan Kantor Gubernur Jatim, Jalan Pahlawan, Surabaya.

Sebelum tertabrak kereta hingga lainnya terjatuh, ketiga korban itu berdesakan dengan puluhan warga di viaduk/jembatan rel KA yang telah ada sejak zaman penjajahan Belanda tersebut. Mereka sedang menonton drama kolosal 'Surabaya Membara.'

Jumat malam itu, 9 November 2018, kawasan sekitar Tugu Pahlawan dan sepanjang Jalan Pahlawan penuh orang. Sebagian di antaranya terlibat dalam pertunjukan drama 'Surabaya Membara', sebagian besar lainnya adalah penonton.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Malam itu, ribuan warga Kota Surabaya yang ingin menyaksikan drama kolosal peringatan Hari Pahlawan memang harus berdesak-desakan. Akibatnya, sebagian orang nekat naik ke viaduk agar bisa melihat drama tanpa halangan.

Petaka itu terjadi ketika sebuah kereta dari Stasiun Gubeng menuju Stasiun Pasar Turi melintas di jembatan viaduk. Saat kereta lewat, warga yang menonton dari viaduk terlihat tak bisa diam hingga sebagian hampir terjatuh karena terdesak.

ADVERTISEMENT

Drama kolosal yang seharusnya menjadi hiburan warga serta memupuk semangat untuk meneladani nilai-nilai kepahlawanan itu seketika menjadi tragedi ketika ada satu korban tertabrak dan terlindas kereta, lalu beberapa orang berjatuhan dari atas viaduk.

Drama kolosal Surabaya membara makan korban jiwaDrama kolosal Surabaya membara makan korban jiwa Foto: Istimewa

Sebuah video yang beredar viral saat itu menunjukkan bagaimana warga yang bergerombol di viaduk itu tidak bisa tenang menghindari kereta yang melintas. Video itu juga menunjukkan detik-detik warga di tepian viaduk terdesak hingga terjatuh.

Drama kolosal yang seharusnya diisi riuh suasana yang menggambarkan pertempuran Arek-arek Suroboyo melawan pasukan Inggris di sekitar Gedung Kempetai yang kini jadi kawasan Museum Tugu Pahlawan itu berubah ramai suara sirene ambulans.

Belasan korban luka maupun tewas dalam insiden itu dievakuasi dengan sejumlah ambulans ke 3 rumah sakit berbeda. Baik ke RSU Dr Soetomo, RS PHC Perak, maupun ke RSUD dr Soewandhie Surabaya.

Kanit Laka Polrestabes Surabaya saat itu AKP Antara menyebutkan ketiga korban yang tewas salah satunya karena terlindas kereta api yang melintas. Sedangkan 2 lainnya karena jatuh dari viaduk.

"Ada tiga korban tewas. Satu korban tewas di atas viaduk akibat tertabrak kereta. Sementara dua korban tewas lainnya akibat jatuh dari viaduk," ujar Antara kepada reporter detikJatim di Jalan Pahlawan, pada malam itu.

Sesuai dengan data yang dihimpun para petugas berwenang saat itu, ketiga korban meninggal ternyata masih tergolong berusia anak-anak. Salah satunya bahkan masih berusia 9 tahun.

Ketiga korban itu yakni Helmi Suryawijaya (13) warga Karang Tembok Gang 5, Surabaya yang tewas terlindas KA, kemudian Erikawati (9) warga Jalan Kalimas Baru No. 61 dan Bagus Ananda (17) warga Jalan Ikan Gurami 6/27 yang tewas karena jatuh dari Viaduk.

Selain 3 orang korban tewas itu ada 11 orang yang mengalami luka akibat terjatuh dari atas Viaduk. Mereka dirawat di sejumlah rumah sakit hingga ada 4 di antaranya yang masih dirawat selama beberapa hari di RSU dr Soetomo Surabaya.

Penyelidikan tentang kelalaian yang tak tuntas. Baca di halaman selanjutnya.

Atas terjadinya insiden tersebut, Polrestabes Surabaya langsung melakukan penyelidikan tentang ada tidaknya faktor kelalaian. Baik dari panitia drama kolosal 'Surabaya Membara', maupun dari pihak kereta api.

Panitia 'Surabaya Membara' saat itu, salah satu di antaranya adalah Taufik Monyong yang juga Ketua Dewan Kesenian Jawa Timur, diperiksa polisi. Demikian juga masinis dan petugas kereta api yang melintas saat itu.

"Masih dalam proses penyelidikan, apakah ada faktor kelalaian dari pihak masinis atau bukan. Panitia juga ada sekitar TKP jadi kami mintai keterangan dan juga semua pihak kami mintai keterangan untuk menentukan gelar perkara nanti," kata Kasat Reskrim Polrestabes saat itu, AKBP Sudamiran, pada Senin 12 November 2018.

Sayangnya, tidak ada kelanjutan dari perkara tersebut. Polisi tidak mempertegas tentang ada tidaknya kelalaian baik dari PT KAI maupun dari panitia. Padahal, Humas KAI Daop 8 Surabaya saat itu, Gatut Sutiyatmoko membenarkan ada sejumlah petugas kereta api yang diperiksa polisi.

"Memang benar ada tiga pegawai PT KAI Daop 8 yang diperiksa di antaranya masinis, asisten masinis dan kondekturnya," kata Gatut pada hari yang sama.

Sementara itu, dia juga menegaskan bahwa jalur kereta di viaduk tempat terjadinya insiden itu memang masih aktif. Saat kejadian, kereta yang melintas sudah menjalankan prosedur seperti membunyikan bel. Kecepatan kereta pun sudah di bawah normal.

surabaya membaraSurabaya Membara makan korban jiwa. (Foto: Dokumen/detikcom)

"Kereta api sudah membunyikan semboyan 35 atau seruling lokomotif, dan sudah berupaya mengurangi kecepatan sampai lebih-kurang 15 km per jam, padahal kecepatan normal di jalur itu 30 km per jam," kata Gatut.

Gelar perkara seperti yang disebut Kasat Reskrim Polrestabes Surabaya saat itu AKBP Sudamiran terpantau tidak terekspose di media massa. Bisa jadi karena gelar perkara itu memang tidak pernah dilakukan.

Mengutip salah satu makalah penelitian yang dimuat dalam Novum: Jurnal Hukum Universitas Negeri Surabaya volume 6 nomor 4 2019, Drama Kolosal 'Surabaya Membara' itu digelar di luar ketentuan sehingga menyebabkan kecelakaan dan jatuhnya korban jiwa.

Sebagaimana termuat di makalah berjudul Penegakan Hukum Terhadap Izin Drama Kolosal Peringatan Hari Pahlawan "Surabaya Membara", seharusnya pihak kepolisian tidak melakukan pengamanan, tetapi membubarkan acara tersebut secara paksa.

"Seharusnya kepolisian tidak melakukan pengamanan dan melakukan pembubaran secara paksa karena acara berlangsung di luar ketentuan yang menyebabkan kecelakaan serta jatuhnya korban jiwa. Undang-undang No.9 Tahun 1998 Pasal 9 Ayat (2) telah melarang kegiatan yang berada di obyek vital nasional. Di sini lokasi diselenggarakannya drama kolosal di area Monumen Tugu Pahlawan dan telah menyalahi aturan yang ada," demikian sebut abstraksi penelitian tersebut.

Pihak kepolisian dan penyelenggara acara dari hasil penelitian penulis makalah itu, keduanya diketahui tidak begitu memahami dan tidak begitu mengetahui perbedaan antara izin dengan pemberitahuan.

"Akibat hukum atas tidak adanya izin serta sebagai bentuk kepastian hukum akhirnya tidak ada pihak yang bertanggung jawab serta proses pemeriksaan dari drama kolosal 'Surabaya Membara' telah berhenti di proses penyelidikan," ujarnya.

Insiden menambah daftar korban jiwa di viaduk yang sama. Baca di halaman selanjutnya.

Merespons insiden yang terjadi 9 November 2018 itu, Pemerintah Provinsi Jawa Timur telah memberikan santunan dan biaya pengobatan meski perhelatan drama kolosal Surabaya Membara itu tidak diselenggarakan oleh Pemprov Jatim.

Gubernur Jatim saat itu Soekarwo mengajak masyarakat tak saling menuduh pihak-pihak yang salah, tetapi fokus mencari solusi. Dia juga yang menjanjikan santunan bagi korban luka maupun keluarga korban meninggal.

"Semua korban meninggal, yang sakit, dan luka itu akan ditanggung pemerintah. Untuk korban meninggal, penguburannya dan biaya semuanya sekitar Rp 10 juta. Biaya pengobatan akan ditanggung semua. Pendekatannya kemanusiaan. Bukan mencari siapa yang salah dan yang benar. Cari solusi yang ada," ujar politisi yang akrab disapa Pakdhe Karwo tersebut.

Insiden Jumat malam 9 November itu pun menambah daftar korban yang pernah jatuh di viaduk Jalan Pahlawan itu. Pemerhati sejarah dari Komunitas Rooderburg Surabaya Ady Setyawan menyatakan bahwa peristiwa tragis pernah terjadi di tempat yang sama pada 77 tahun silam.

Bukan karena terseret atau tersenggol kereta, korban jiwa di viaduk itu berjatuhan saat bertempur melawan tentara sekutu demi mempertahankan kemerdekaan di Kota Surabaya. Korban yang gugur di viaduk saat itu adalah para pejuang yang terlibat dalam Pertempuran 10 November 1945.

surabaya membaraSurabaya Membara makan korban. (Foto: dokumen/detikcom)

"Viaduk itu memang tempatnya strategis. Makanya banyak digunakan para pejuang sebagai tempat berlindung dan menembak dari atas untuk membendung tentara sekutu," kata Ady kepada detikJatim pada Minggu 11 November 2018.

Di viaduk itu mereka yang gugur sebenarnya sedang berlindung. Tapi pada saat yang sama mortir dan roket milik sekutu menghujani jembatan itu. Setidaknya ada 25 orang pejuang yang gugur dalam pertempuran di atas viaduk itu.

"Selain terkena mortir, mereka juga menjadi mangsa empuk peluru pesawat sekutu dari atas," ungkap Ady.

Bahkan, gugurnya pejuang di viaduk itu dibuktikan dengan adanya temuan kerangka manusia ketika renovasi dan pembongkaran areal viaduk dilakukan pada 1990. Kerangka itu kemudian dipindahkan dan dimakamkan di kompleks tugu pahlawan di dekat monumen pahlawan tak dikenal.

Berdasarkan catatan sejarah yang dihimpun detikJatim, viaduk di sebelah timur laut Tugu Pahlawan atau di sebelah barat laut Kantor Gubernur Jatim itu dibangun secara bertahap antara tahun 1926 sampai 1930.

Jatim Flashback adalah rubrik spesial detikJatim yang mengulas peristiwa-peristiwa di Jawa Timur serta menjadi perhatian besar pada masa lalu. Jatim Flashback diharapkan bisa memutar kembali memori pembaca setia detikJatim. Jatim Flashback tayang setiap hari Sabtu. Tetap nantikan artikel-artikel khas Jawa Timuran dan selalu setia membaca detikJatim!

Halaman 2 dari 3
(dpe/iwd)


Hide Ads