Keberadaan Tugu Pahlawan tak lepas dari peran Presiden Pertama RI Soekarno. Monumen itu menjadi pengingat peristiwa Pertempuran 10 November di Surabaya.
Setidaknya begitulah yang diketahui khalayak pada umumnya. Namun, bagi Ketua Begandring Soerabaia Nanang Purwono tidak hanya sebatas demikian.
Di balik monumen itu, Nanang menyatakan ada sejumlah pesan tersembunyi tentang Kota Surabaya dan Indonesia dari Presiden Pertama RI yang akrab disapa Bung Karno.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, Tugu Pahlawan tak sekadar refleksi masa lalu tetapi juga simbol proyeksi Bangsa Indonesia di masa depan.
"Pesan relief di Tugu Pahlawan yang paling penting menurut saya, yakni pesan masa depan. Nah, nilai proyeksi inilah yang tidak diketahui publik," kata Nanang kepada detikJatim.
Selama ini, masyarakat kerap mengartikan bahwa monumen Tugu Pahlawan hanyalah tanda atau tetenger peristiwa Pertempuran 10 November 1945 saja.
Nanang menegaskan bahwa pemaknaan itu bukannya keliru. Hanya saja refleksi tak melulu tentang menoleh ke masa lalu untuk melihat sejarah saja.
"Selama ini kami melihat Tugu Pahlawan itu pesan masa lalu, agar kami tidak meninggalkan dan melupakan sejarah sebagai tonggak mengingatkan kita akan pesan masa lalu, termasuk museum dan relief di depan mau pun di dalam. Bagus sebenarnya, agar kita tidak melupakan sejarah," katanya.
Makna Relief di Tugu Pahlawan
Sayangnya, Nanang mengaku tak tahu persis berapa jumlah dan detail dari relief di tugu yang ada di Kecamatan Bubutan, Surabaya itu. Namun, ia menerangkan beberapa relief yang ia ketahui kepada detikJatim.
Seperti halnya angka 10 pada tubuh monumen. Menurutnya, angka 10 menunjukkan tanggal dan disimbolkan dengan jumlah lekukan pada tubuh monumen.
Sedangkan, angka 11 diaplikasikan pada saf susunan batang monumen di Tugu Pahlawan. Kemudian angka 19 diwakili jumlah gambar gunungan yang menjadi ikat di dasar batang monumen.
Sementara angka 45 disimbolkan dengan ukuran puncak tugu monumen, yakni berukuran 45 yards yang melambangkan tahun kemerdekaan RI.
Tak ayal, 10 November 1945 merupakan buah pemikiran Soekarno untuk mengingatkan masyarakat Indonesia supaya tak melupakan sejarah.
"Ada istilahnya, Jas Merah, artinya jangan sekali-kali melupakan sejarah," kata dia.
Tak hanya itu, Nanang menyatakan bahwa seyogyanya Soekarno juga mengajak pemuda menjadi manusia tangguh.
Terlebih guna meneruskan, meluruskan, dan meraih cita-cita bangsa yang notabene menjadi harapan tertinggi para pejuang yang telah gugur di medan perang.
Ada rahim dan penis di Tugu Pahlawan. Baca selengkapnya di halaman selanjutnya.
Selain angka, tanggal dan tahun, refleksi impian, dan harapan bangsa yang ada di pangkal Tugu Pahlawan, secara detail bentuk pangkal berupa sabuk yang melingkari Tugu juga menyimpan pesan.
"Wujudnya seperti untaian gunungan besar dan kecil berwarna emas. Ada reliefnya. Maknanya (Relief tersebut) upaya meraih cita-cita bangsa," ujarnya.
Nanang menyebutkan bahwa relief itu menggambarkan rahim perempuan yang melambangkan Padmamula atau Yoni. Di atas rahim ada simbol alat vital pria melambangkan Lingga atau Stamba.
Selanjutnya, pada bagian atas relief tersebut tampak simbol pusaka Cakra yang dimiliki Krisna. Sedangkan, pada sisi atas Cakra, ada pusaka Trisula milik Dewa Wishnu.
"Pesan itu berupa Lingga Yoni, gambar rahim, penis, dan pusaka. Untuk pusaka itu nggak main-main, itu milik Dewa Wishnu dan Siwa, pusaka itulah yang digambarkan sebagai anak manusia yang terlahir dari pertemuan antara rahim dan penis," ujarnya.
"Betapa penting dan berkualitas anak manusia itu bagai kekuatan pusaka milik Wishnu, kalau itu ditembakkan, semua musuh kena semua dari segala arah dalam sekali tembakan," lanjutnya.
"Begitu juga senjatanya Siwa, itu bagaikan kekuatan bangsa ini yang terwakili dengan anak-anak manusia yang bisa mencapai cita-cita bangsa yang diharapkan para pendahulu yang telah gugur di masa lalu," tuturnya.
Lingga Yoni adalah Visi Misi Soekarno Bagi Penerus Bangsa
Meski tak lama tinggal di kota pahlawan, namun Soekarno kerap membakar semangat para pemuda. Mengingat Bung Karno sendiri pernah menyatakan 'Beri aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia'.
Nanang menyatakan, hal itu bukanlah omong kosong. Menurutnya, di pangkal Tugu Pahlawan yang berwarna emas nan lancip itulah yang menjadi pesan masa depan bangsa.
"Pak Karno pernah bilang 'beri saya 10 pemuda, akan kuguncangkan dunia', artinya 10 pemuda itu simbol generasi muda orang-orang Indonesia yang luar biasa, visioner, dan berkualitas. Dengan 10 pemuda saja, dunia bisa diguncang oleh Indonesia. Berarti, orang-orang yang sangat berkualitas menjadikan karya Indonesia dikenal dunia," katanya.
Oleh karena itu, kata Nanang, Soekarno menyematkan kiasan dan pesan itu bukan secara asal-asalan. Bahkan, hal itu dia harapkan dijalankan terus dan digelorakan para pemuda di tanah air.
"Contoh konkretnya bulu tangkis zaman Liem Swi Kieng, itu kan berprestasi sehingga Inggris, Jerman, sampai India kalah. Itu, kan, dunia 'terguncangkan' oleh kualitas di bidang olahraga. Ketika ada orang lain lagi yang berkualitas di bidang masing-masing, maka itu harapan Soekarno untuk masa depan Indonesia," tutur dia.
Simbol dan Relief adalah Harapan Soekarno yang Tak Lekang Waktu
Saking banyaknya, Nanang tak bisa memastikan detail jumlah relief dan simbol lain di dalam maupun luar Tugu Pahlawan. Namun menurutnya yang terpenting adalah simbol untuk mengingat masa depan yang tidak banyak diketahui masyarakat.
Padahal, kata Nanang, makna di dalam pesan tersembunyi itu sangat luar biasa.
"Tidak ada yang mengingatkan masa depan di sana kecuali relief itu. Setelah itu peristiwa 10 Nopember 1945 disimbolkan dengan Tugu Pahlawan, sehingga Tugu Pahlawan bercerita banyak tentang peristiwa masa lalu di Surabaya," kata jurnalis senior salah satu stasiun TV swasta di Surabaya itu.
Nanang menyebutkan bahwa masyarakat saat ini tidak lagi hidup di masa lalu. Sebaliknya, generasi penerus bangsa harus bisa menyusun masa depan.
"Tidak selalu harus terus mengingat masa lalu, boleh mengingat masa lalu atau Jas Merah. Itu refleksi masa lalu, tapi dengan pesan dalam istilah 10 pemuda mengguncang dunia lewat relief bergambar dan warna emas itu. Dari warna saja sudah luar biasa, bukan warna yang mati, tapi emas. Artinya melambangkan keemasan," ungkapnya.
Maka dari itu, setiap peringatan hari pahlawan pada 10 November, Nanang menegaskan warga tak harus atau melulu ingat masa lalu. Tapi, juga harus ingat apa yang harus dicapai untuk masa depan.
"Itu kan dinamika, sehingga tidak hanya mengingat masa lalu saja, karena kita hidup untuk masa depan, bukan untuk kembali ke masa lalu," katanya.