Surabaya -
Wakil Ketua DPRD Jatim, Anwar Sadad meminta Pemprov Jatim serius dalam menyusun APBD 2023. Sebab, tahun 2023 merupakan tahun terakhir Khofifah Indar Parawansa-Emil Dardak memenuhi janji politiknya.
"Rencana besok Gubernur akan menyampaikan Nota RAPBD 2023 di hadapan DPRD Jatim. Nota tersebut memiliki tingkat urgensitas tinggi, karena tahun 2023 merupakan tahun terakhir bagi Gubernur dan Wakil Gubernur membuktikan janji kampanye yang digambarkan sebagai Nawa Bhakti Satya," kata Sadad di Kantor DPRD Jatim, Kamis (29/9/2022).
Sadad mengatakan selama kepemimpinan Pemprov Jatim di bawah Khofifah-Emil ini, banyak program yang belum jalan optimal. Hal itu dikarenakan adanya pandemi COVID-19.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Periode kepemimpinan Gubernur-Wakil Gubernur ini tak dipungkiri penuh tantangan, terutama menghadapi krisis pandemi COVID-19 yang meluluhlantakkan bangunan sosial dan ekonomi sebagian masyarakat Jatim," ungkapnya.
"Akan tetapi yang harus disyukuri, Jatim ini provinsi yang diberkahi. Masyarakat Jatim tergolong patuh membayar pajak daerah. Dibuktikan dengan kinerja pendapatan dari sektor pendapatan asli daerah tak serta-merta anjlok, bandingkan dengan provinsi Jabar misalnya," lanjutnya.
Ketua DPD Gerindra Jatim ini mencontohkan pada tahun 2021, APBD Jatim telah pulih, di mana pendapatan asli daerah mencapai angka Rp 18,9 Triliun.
"Angka itu hampir setengah triliun lebih tinggi dari pendapatan asli daerah pada saat Khofifah-Emil baru menjabat di awal tahun 2019. Yang belum pulih sepenuhnya adalah kinerja-kinerja lainnya, terutama yang tergolong sebagai indikator kinerja utama," ungkapnya.
PR di Jatim, lanjut Sadad adalah soal kemiskinan. Ia meminta Gubernur Khofifah fokus menurunkan angka kemiskinan pada tahun 2023 ini.
"Yang paling nampak adalah kemiskinan. Populasi orang miskin, baik secara jumlah maupun persentase, baru bisa mendekati angka kemiskinan di tahun 2018, belum bisa lebih baik. Apalagi Jatim menjadi provinsi dengan jumlah penduduk miskin terbanyak," katanya.
"Ini sekaligus membuktikan bahwa APBD tidak bisa menyelesaikan semua masalah. APBD hanya trigger untuk menstimulasi partisipasi banyak pihak dalam pembangunan, terutama private sector, bahkan termasuk juga organisasi filantropis," tegasnya.
Selain kemiskinan, Sadad juga menyarankan agar layanan pendidikan bisa ditingkatkan. Hal itu bisa berjalan, apabila alokasi anggaran untuk pendidikan di APBD 2023 dianggarkan dengan baik dan benar.
"Layanan pendidikan dengan ciri khas keagamaan seperti madrasah dan pesantren itu harus betul-betul diperhatikan. Karena pendidikan umum dengan ciri khas keagamaan seperti madrasah, serta pendidikan agama dan keagamaan merupakan bagian integral dari sistem pendidikan nasional," tegasnya.
"Pemda juga berkewajiban untuk memperhatikan kebutuhan anggarannya. Ada enam bidang layanan dasar yang harus dipenuhi Pemda, salah satunya adalah pendidikan," sambungnya.
Sadad juga mengingatkan ada beban juga di APBD 2023 yakni kewajiban spin off unit usaha syariah Bank Jatim. Di mana tahun 2023 adalah tahun terakhir pemisahan unit usaha syariah menjadi bank umum syariah yang mandiri sebagai BUMD.
Hal itu, lanjut Sadad sudah menjadi ketentuan Undang Undang Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, yang memberi batas waktu 15 tahun sejak diundangkannya UU tersebut untuk dilakukan spin off.
"Ini artinya harus ada penyertaan modal untuk kewajiban tersebut. Melihat besarnya beban APBD 2023, saya berharap pembahasan APBD lebih berkualitas dengan melibatkan partisipasi masyarakat. Gubernur membuka marketplace gagasan, tempat semua ide dan gagasan ditawarkan untuk kemajuan Jatim," ujarnya.
"Saya optimis Gubernur akan memungkasi periode pertama memimpin Jatim dengan legacy yang baik, merealisasikan janji kampanye Nawa Bhakti Satya, dan membangun pondasi sosial dan ekonomi yang kokoh, usai diterpa badai pandemi COVID-19, bagi pembangunan Jatim di masa yang akan datang," tandasnya.