Sejak diresmikan pada 19 Agustus antusiasme masyarakat untuk mencoba Bus Trans Jatim sangat tinggi. Sejumlah pengguna telah merasakan manfaat dari transportasi massal yang akan melayani wilayah aglomerasi di Jawa Timur terutama Surabaya Raya tersebut.
Warga Gresik Hamidi mengaku sangat terbantu dengan adanya Bus Trans Jatim. Masyarakat komuter yang tinggal di Gresik bekerja di Surabaya itu bisa menghemat tenaga yang biasanya akan cukup terkuras saat perjalanan dari rumah ke kantor dengan adanya Bus Trans Jatim.
Namun, ada pengalaman yang kurang mengenakkan saat dirinya belum sebulan memanfaatkan layanan bus tersebut. Ia sempat dibikin risau dengan adanya perubahan rute secara mendadak tanpa adanya sosialisasi di kawasan Waru, Sidoarjo. Ia sampaikan itu via media sosial resmi, tapi tidak ditanggapi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski masih berharap adanya perbaikan dari keluhan yang telah ia sampaikan, secara umum Hamidi kembali menegaskan bahwa keberadaan transportasi massal Bus Trans Jatim telah ia nanti-nantikan sejak dulu. Sebagai masyarakat komuter ia bersikeras agar bus milik Pemprov Jatim itu tetap ada.
"Aku orang awam itu punya logika begini. Memang untuk memecah kemacetan itu, ya, harus dengan transportasi umum yang raya. Artinya transportasi umum raya, ya, yang itu tadi. Yang on schedule, kalau enggak bisa cepet. Yang penting on schedule jadi kita bisa memperkirakan kapan harus berangkat ke halte," ujarnya.
Kepada detikJatim Hamidi mengatakan, jam kedatangan dan keberangkatan yang tepat waktu seperti itu akan membuatnya semakin nyaman memanfaatkan layanan Bus Trans Jatim. Menurutnya itu poin penting yang harus ada meski ia juga berharap fasilitas dan kebersihan tetap terjaga.
"Kalau ngomong profitabilitas enggak masuk, ya memang itu kan transportasi publik, bukan profit oriented. Ini kalau pemikiran rakyat, ya. Ya kayak Jogja, juga di Jakarta. Artinya ngene lho, sediakan dulu. Perkoro kosong sampai beberapa tahun, ya itu memang butuh modal di awal," ujarnya.
Ia mencontohkan di Jakarta, pada akhirnya semua orang memanfaatkan Busway, juga MRT, mengingat kemacetan yang terjadi sudah sangat tidak bisa untuk disiasati. Ia tidak ingin penyediana transportasi publik memadai itu tersedia menunggu kemacetan Surabaya dan Gresik lebih dulu seperti Jakarta.
"Di Jakarta itu banyak temanku yang kerja di Jakarta rumahnya di Bogor. Enggak masalah wong mereka punya transportasi yang mumpuni. Jadi jangan setahun awal dilihat lho kok sepi, terus disimpulkan oh ini enggak efektif. Enggak juga kalau menurutku. Lanjut aja dulu sampai beberapa tahun asalkan kualitasnya dijaga dan itu tadi lho, ojo ngetem-ngetem. On schedule. Kalau kayak gitu enak wis," katanya.
Sentilan dari Ombudsman RI Jatim, baca di halaman selanjutnya.
Ketua Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Jawa Timur Agus Muttaqin memandang apa yang dikeluhkan oleh pengguna itu menunjukkan bahwa ada unsur pelayanan publik yang harus diperbaiki oleh pengelola Bus Trans Jatim. Dalam hal ini Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Timur.
"Saya kira Dishub itu kan niatnya baik, menyediakan pelayanan transportasi massal yang harapannya nanti bisa terintegrasi. Transportasi yang murah. Cuma kan, dalam menyelenggarakan layanan publik ini Dishub harus mematuhi standar pelayanan. Filosofinya seperti itu," ujarnya.
Agus pun menjabarkan beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh Dishub Jatim yang mana di kemudian hari perlu diperbaiki. Pertama soal Pemenuhan Standar Pelayanan dan yang kedua tentang Pengelolaan Pengaduan Internal Bus Trans Jatim.
"Saya lihat layanan Bus Trans Jatim ini masih kurang dalam hal informasi tentang Pemenuhan Standar Pelayanan. Jadi seluruh penyelenggara layanan, aparat pemerintah, itu kan harus patuh dengan UU 25/2009 tentang Pelayanan Publik dalam memberikan pelayanan," ujarnya.
Di Pasal 15 UU tentang Pelayanan Publik itu diatur tentang keharusan aparat pemerintah dalam hal pemenuan standar pelayanan. Penyelenggara layanan diwajibkan menyusun, menetapkan, sekaligus menginformasikan komponen standar pelayanan.
"Nah, komponen standar pelayanan itu contohnya, kalau di pelayanan Bus Trans Jatim ini harus jelas alurnya. Alur terkait kalau mau naik lewat mana, harus jelas, biayanya. Kemudian informasi terkait rute juga harus jelas. Itu harus terpampang di setiap halte, juga di terminal keberangkatan dan kedatangan," ujarnya.
Menurutnya, bila informasi tentang standar pelayanan itu lengkap, dalam arti seluruh komponennya telah dipenuhi oleh Dishub Jatim sebagai penyelenggara layanan Bus Trans Jatim, Agus memastikan bahwa penumpang tidak akan sampai terkesan seolah-olah tidak mendapatkan kepastian.
"Saya lihat (yang bolong) soal alur tadi. Tujuannya dari mana ke mana, itu kan harus disepakati dulu kemudian diinformasikan di semua halte dan terminal keberangkatan dan kedatangan. Informasi itu harus terpampang. Jadi kalau ada (sopir) yang melewati jalur itu jelas, berarti ada SOP yang dilanggar," ujarnya.
Ombudsman pun menyarankan agar Dishub menyempurnakan pelayanan Bus Trans Jatim dengan mematuhi standar pelayanan publik. Agus menegaskan, ada 14 komponen layanan publik, sesuai Pasal 15 UU 25/2009 tentang Transportasi Publik, yang harus dipenuhi penyelenggara layanan publik seperti Dishub Jatim.
Layanan pengaduan juga perlu disempurnakan. Baca di halaman selanjutnya.
Tidak hanya berkaitan komponen standar pelayanan, Ombudsman juga menyoroti tentang Pengelolaan Pengaduan Internal Bus Trans Jatim. Untuk memenuhi itu, Agus menyebutkan bahwa Bus Trans Jatim harus tercantum nomor kontak call center terkait pengaduan.
"Itu masuk komponen sarana dan prasarana, ya. Jadi Pengelolaan Pengaduan Internal ada tiga komponen. Pertama adalah sarana dan prasarana. Pada komponen itu harus ada nomor kontak, kotak pengaduan, juga email atau WhatsApp," ujarnya.
Komponen kedua Pengelolaan Pengaduan Internal, kata Agus, adalah kejelasan tentang alur mekanisme dan tata cara mengadu. Komponen ketiga adalah SK Pejabat Pengelolaan Pengaduan atau orang yang bertanggung jawab untuk menerima aduan dari pengguna layanan publik.
"Komponen kedua itu contohnya, cara mengadunya bagaimana? Kemudian selain alur juga ada respons time, waktunya berapa lama. Itu juga harus jelas. Nah yang terakhir dalam Pengelolaan Pengaduan itu harus ada admin yang terpampang, namanya siapa itu harus terpampang," ujarnya.
Dengan adanya pemenuhan Pengelolaan Pengaduan Internal itu Ombudsman Republik Indonesia Regional Jatim yakin bahwa pengguna tidak perlu lagi menyampaikan pengaduannya di medsos. Semua komplain dan pengaduan bisa dilokalisir melalui sarana yang tersedia.
"Jadi pengaduan itu bisa terlokalisir di sana, syaratnya itu kalau Dishub sudah memenuhi Perpres 76/2013 tentang Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik. Selain sarana dan prasarana itu, respons time itu penting. Harus direspons. Sehingga publik tidak perlu menyampaikan ke medsos atau ke mana yang tujuannya viral," ujarnya.