Penolakan Hanan Attaki, MUI Jatim Sebut Beda Metode dengan Dakwah Lokal

Penolakan Hanan Attaki, MUI Jatim Sebut Beda Metode dengan Dakwah Lokal

Faiq Azmi - detikJatim
Rabu, 27 Jul 2022 20:43 WIB
Ketua Komisi Fatwa MUI Jatim KH Maruf Khozin
Ketua Komisi Fatwa MUI Jatim KH Ma'ruf Khozin (Foto: Faiq Azmi/detikJatim)
Surabaya - MUI Jatim angkat bicara terkait penolakan ceramah Ustaz Hanan Attaki di 3 kabupaten di Jatim. Mulai dari Gresik, Jember, dan Situbondo. Yang terbaru di Sidoarjo, juga di Sumenep.

Ketua Komisi Fatwa MUI Jatim KH Ma'ruf Khozin mengatakan bahwa Ustaz Hanan Attaki ditolak di Jatim disinyalir karena metode ceramahnya berbeda dengan kultur ceramah di 3 daerah Jatim itu.

"Nah itu sudah ada jawaban dari Wabup Jember Gus Firjaun. Jadi di Jatim ini ada beberapa kota yang religius, tingkat keilmuannya tinggi, ahli zikirnya banyak," katanya di Gedung Negara Grahadi usai Ijtima Ulama MUI Jatim, Rabu (27/7/2022).

Secara tidak langsung Ma'ruf menyampaikan bahwa dengan kultur keilmuan dan dakwah yang sudah bagus seperti di Jawa Timur kemudian tiba-tiba ada pendakwah yang masuk dengan kultur berbeda, bisa jadi ditolak seperti itu.

"Yang sudah bagus tatanan sosial dakwahnya, lalu tiba-tiba ada pendakwah berbeda kultur, yang berbeda cara, dakwah gaul lah. Dakwah gaul ini bagaimana?" Ujar Ma'ruf.

Menurutnya, kehadiran Hanan Attaki di Jawa Timur itu dikhawatirkan akan mengubah atau justru merusak tatanan masyarakat Jatim yang menurutnya sudah religius.

"Sementara di wilayah Jatim yang sudah religius, akan dikhawatirkan (ceramah Hanan Attaki) merusak tatanan," sambungnya.

Ma'ruf menyebut, tidak semua daerah di Jatim menolak ceramah Hanan Attaki. Jika suatu daerah memang bisa menjadi lebih baik, menurutnya sah-sah saja Hanan Attaki memberi ceramah di tempat itu.

"Kecuali kalau di daerah-daerah yang memang di situ kurang baik kemudian menjadi lebih baik. Kalau sudah baik maka yang didatangkan yang lebih ahli seperti majelis zikir atau lainnya," jelasnya.

Dirinya menjelaskan, ceramah Hanan Attaki tidak termasuk dalam kategori sesat. Hanya saja metode yang digunakan Ustaz yang disebut akrab dengan kaum milenial itu disinyalir berbeda dengan kultur kedaerahan Jatim.

"Enggak (kalau sesat), cuma metode. Boleh jadi di satu provinsi cocok, sementara metode itu di wilayah yang di sini pesantrennya ribuan belum tentu cocok," tegasnya. "Di beberapa daerah (Jatim) boleh. Di Surabaya diterima. Tergantung heterogenitas masyarakatnya."


(dpe/iwd)


Hide Ads