Kritik terhadap rancangan KUHP ini disampaikan AMARAH melalui aksi depan Gedung DPRD Kota Malang. Penolakan juga dilakukan melalui aksi teratikal oleh belasan pendemo yang berasal dari mahasiswa Universitas Brawijaya itu.
Teratikal oleh mahasiswa menggambarkan tiga sosok utama dalam pembahasan R-KUHP yakni Ketua DPR RI Puan Maharani, Presiden Joko Widodo, dan Wakil MenkumHAM Profesor Eddy Hiariej.
Dialog terkait penyusunan R-KUHP terjadi antara tiga tokoh tersebut dengan para pendemo dalam aksi teatrikal itu.
![]() |
"Kami menolak bersandar pada draf rancangan KUHP tahun 2019 yang rencananya bulan Mei nanti disahkan. Karena belum ada revisi," ujar Korlap aksi M Nizar Rizaldi kepada wartawan di sela aksi.
Menurut Nizar, pemerintah dan DPR RI semestinya melakukan koreksi atas draft R-KUHP ketika banyak terjadi penolakan dan menuntut adanya revisi.
Ada setidaknya 10 temuan kecacatan materiil dari R-KUHP itu, lanjut Nizar, seperti pengaturan hukuman yang hidup di dalam masyarakat tertuang dalam Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 598.
Di luar itu terkait penentuan hukuman mati sesuai Pasal 67,99,100 dan Pasal 101. Karena dinilai melanggar ketentuan Hak Asasi Manusia sebagai hak dasar dalam setiap individu.
"Ada juga pasal 218 tentang penghinaan terhadap presiden sangat bertentangan dengan penjaminan kebebasan berpendapat dan cenderung memunculkan pemerintahan otoriter," tegasnya.
Nizar mengungkapkan KUHP merupakan produk kolonial sudah semestinya untuk diperbaruhi setelah 75 tahun Indonesia merdeka.
Akan tetapi, KUHP baru yang digadang-gadang menjadi pembaharuan regulasi pidana di Indonesia justru menjadi suatu pedang tajam yang menghunus rakyat.
"Beberapa pasal kontroversial menjadi salah satu titik tumpu penolakan masyarakat terhadap draft R-KUHP 2019. Maka dari itu penting bagi kita untuk tetap mengawal dan mengkritisi," pungkasnya.
(iwd/iwd)