Kawasan selatan Jawa berpotensi terjadi gempa besar. Ini merata mulai Jawa Barat, Jawa Tengah, hingga wilayah Jawa Timur. Adapun kekuatan guncangan sendiri diperkirakan bisa mencapai Magnitudo 8,7.
Data itu dibeber saat kegiatan Forum Sosialisasi Pencegahan dan Penanganan Risiko Bencana di Pacitan, Kamis (31/3/2022). Kegiatan bertema 'Gotong Royong Tangguh Menghadapi Bencana' itu dihelat Kementerian Kominfo dan pemkab setempat.
"Apabila gempa tadi terjadi di laut kemudian terjadi patahan turun atau naik maka akan ada peluang terjadi tsunami," kata Deputi Bidang Geofisika BMKG Dr Suko Prayitno Adi yang hadir secara daring.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Suko menjelaskan jika getaran yang terjadi di bagian selatan Jawa umumnya merupakan gempa dangkal. Di kawasan itu juga relatif sering terjadi gempa. Bahkan hampir tiap hari tercatat ada getaran kecil hingga sedang.
Baca juga: Gempa M 2,6 Terjadi di Pacitan |
Kondisi itu, kata Suko Prayitno Adi, mengharuskan masyarakat meningkatkan kesiapsiagaannya. Satu di antaranya karena ada sejumlah titik yang masih menyimpan energi sehingga berpeluang terjadinya gempa besar.
"Termasuk di selatan Pacitan ini juga masih tersimpan energi ini yang suatu saat bisa terjadi gempa besar," paparnya sembari menunjukkan data grafis.
"Nanti perlu bekerja sama dengan BPBD, ya, gimana caranya sekolah-sekolah ini selalu sosialisasi tentang gempa bumi, menyelamatkan apabila terjadi gempa," katanya pada forum yang dihadiri ratusan siswa SLTA secara hybrid.
Pada kesempatan yang sama, Kepala SMAN 1 Pacitan Adi Supratikto menyebut jika pihaknya selama ini membuka diri untuk mendapat pendampingan di bidang kebencanaan. Pendidikan mitigasi, kata Adi, memang menjadi komitmen pihak sekolah. Terlebih lembaga pendidikan berjuluk SMA 271 itu berada di zona rawan.
Pelatihan pun kerap diberikan BPBD dan lembaga terkait di lingkup sekolah. Ke depan Adi berharap lembaga pendidikan yang dia pimpin akan menjadi prioritas untuk digarap menjadi Satuan Pendidikan Aman Bencana.
"Saya kira anak-anak kami di SMAN 1 Pacitan selain perlu diberikan pendidikan dalam hal mitigasi kebencanaan juga siap diberdayakan menjadi relawan jika sewaktu-waktu bencana terjadi," katanya.
"Belum lagi peran mereka sebagai penyampai informasi mitigasi bencana kepada rekan-rekan mereka juga lingkungan sekitar. Itu saya kira sangat luar biasa," imbuh pendidik senior ini.
Sementara itu, petugas BPBD Pacitan Mohammad Arif Setiadi yang juga hadir sebagai nara sumber memaparkan beberapa upaya peningkatan kesiapsiagaan yang dilakukan. Selain mengandalkan langkah struktural, BPBD juga mengedepankan upaya mitigasi non struktural.
Baca juga: Gempa M 3,2 Guncang Trenggalek |
Di antara program itu Pembentukan Desa Tangguh Bencana di Kawasan Pesisir, Sosialisasi Rutin ke Sekolah, serta Sosialisasi Partisipatif ke Komunitas. Upaya menanamkan nilai mitigasi kebencanaan dilaksanakan dengan melibatkan anak-anak yakni dengan menggelar lomba mewarnai bertema kebencanaan untuk siswa TK. Berikutnya Pembentukan Satuan Pendidikan Aman Bencana pada lingkup sekolah.
"Kemudian secara berkala juga ada penelitian pada daerah rawan bencana melibatkan instansi pemerintah maupun NGO, di samping tentu saja penyebaran informasi kebencanaan kita laksanakan secara rutin," jelas Arif seraya menyebut 27 desa di Pacitan masuk kategori rawan gempa dan tsunami.
Saat digelar diskusi, para peserta yang juga berasal dari beragam pemangku kepentingan memberikan catatan. Mulai dari perlunya pemutakhiran sistem peringatan dini hingga saran agar pendidikan kebencanaan dimasukkan dalam muatan lokal. Peserta juga menyinggung pentingnya diseminasi informasi dilakukan bijak agar tidak memicu kekhawatiran.
"Intinya kita semua harus tangguh menghadapi bencana alam dan juga bencana non alam sebetulnya. Kita tahu persis Indonesia berada di ring of fire, terutama di bagian selatan Pulau Jawa. Bagaimana menyiapkan generasi muda dalam rangka meminimalisir risiko bencana," ujar Direktur Informasi dan Komunikasi Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Kemenkominfo Wiryanta.
(dpe/iwd)