Lasem salah satu kecamatan di Kabupaten Rembang terkenal dengan batik yang menjadi ciri khasnya. Siapa sangka batik Lasem sudah menjelajah Singapura dan Malaysia pada awal abad 20 lalu? Simak kisah selengkapnya di sini.
Dari arsip yang tersimpan di Museum Nyah Lasem, tercatat kisah Lasem tempo dulu. Arsip-arsip tua itu menggambarkan jaringan perdagangan batik Lasem yang sudah berkeliling Nusantara hingga negara tetangga pada 1900-1942.
"Arsip ini menggambarkan signifikansi sejarah pengetahuan yang komprehensif terkait dengan ke-Indonesia-an di masa lalu, melalui jaringan dagang batik. Karena jaringan dagang batiknya tersebar ke Nusantara dan juga luar negeri seperti Singapura dan Malaysia," kata sinolog di Museum Nyah Lasem, Agni Malagina saat diwawancarai detikJateng di lokasi, Jalan Karangturi V No.2 Lasem, Rembang, Selasa (4/6/2024).
"Ini menunjukkan Lasem punya posisi penting. Kemudian jaringan dagang batiknya juga terkait dengan orang-orang dengan beragam latar belakang suku, budaya, dan agama, sehingga ke-Indonesia-an kita yang di masa lalu seharusnya kita jaga relevansinya bisa kita rawat keberagamannya, toleransi, dan seterusnya hingga masa kini, dan masa depan," sambung Agni.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Arsip itu juga mencatat jaringan dagang batik Lasem awal abad 20. Mulai dari membahas jenis dan merek bahan kain hingga peralatan untuk proses pembuatan batik hingga metode pewarnaan kain.
"Dari arsip-arsip yang ada kami bisa merangkai cerita bahwa ada rantai nilai batik yang tertera pada surat tersebut. Contoh mereka membahas tentang pembelian kain mori, itu jenisnya apa aja mereknya apa aja, pembelian alat warna, canting, malam, bahan-bahan lain seperti (kayu) jirek, gondorukem (getah pinus) itu untuk keperluan malam atau untuk pengunci dari warna alam," terang Agni.
"Kemudian juga pembelian mengkudu itu bahan pewarna alam merah dari Lasem. Kemudian juga nama-nama motif yang tertera, walaupun kita tidak mempunyai gambarnya kita dapat mengetahui warna-warna apa yang ngetren di tahun 1920, seperti warna jambon, oranye, hijau, cokelat, ungu sebenarnya sudah muncul dan warna-warna meriah itu milik Lasem dalam surat itu," imbuh Agni.
![]() |
Agni menyebut arsip jaringan dagang batik Lasem menggunakan tiga bahasa. Pertama bahasa Melayu pasar atau Melayu Tionghoa, lalu bahasa Belanda, dan bahasa China atau Mandara dengan aksara Han.
"Tapi mayoritas adalah berbahasa Melayu pasar atau Melayu Tionghoa dan bahasa Belanda," tutur Agni.
Sebagai informasi, Arsip Jaringan Dagang Batik Lasem Awal Abad 20 yang dikelola Museum Nyah Lasem telah ditetapkan menjadi Memori Kolektif Bangsa 2024 oleh Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) pada tanggal 22 Mei 2024.
Saat ini arsip itu sedang dipamerkan di Museum Nyah Lasem sejak tanggal 31 Mei hingga 30 Desember 2024. Pameran ini terbuka untuk umum, setiap hari Selasa-Minggu.
(ams/rih)