Bajingan, kata yang lekat akan makna negatif ini ternyata merupakan sebutan bagi pengemudi gerobak sapi dalam Bahasa Jawa. Lantas bagaimana sejarah dan makna sebenarnya dari sebutan bajingan ini?
Salah seorang sesepuh bajingan dari Pedukuhan Karangasem, Kalurahan Gilangharjo, Kapanewon Pandak, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Prapto Prayitno (85) menjelaskan sebutan bajingan sudah muncul sejak lama. Menurutnya, sebutan bajingan bagi pengemudi gerobak sapi untuk menandingi begal yang suka merampas barang para bajingan di jalan.
"Yang namanya sopir gerobak, kalau tidak jadi bajingan nanti tidak bisa melebihi bajingan yang suka membegal di jalan itu," ucapnya saat ditemui di Pedukuhan Jodog, Bantul, Rabu (23/2/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bajingan di jalan (begal) itu sukanya hanya membegal dan merampas apa-apa, kalau sopir gerobak tidak berani nandingi mereka sama saja tidak jadi bajingan," lanjut Prapto.
Lantas bagaimana jika ada orang yang memanggilnya sebagai bajingan? Prapto mengaku tidak mempermasalahkannya selama itu saat dia mengemudikan gerobak sapi.
"Tidak apa-apa kalau pas jadi sopir bajingan. Tapi kalau tidak nyopir gerobak disebut bajingan ya ngapa-ngapa (tidak suka)," ujarnya.
Sementara itu, anak Prapto yakni Sriyanto (48) mengungkapkan bajingan memiliki filosofi yang dalam bagi sopir gerobak sapi. Sehingga dia menampik jika bajingan sarat akan makna negatif.
![]() |
Terlepas dari hal tersebut, Sriyanto menyebut jika saat ini ada puluhan bajingan yang tergabung dalam komunitas guyub rukun bajingan Bantul.
"Saat ini jumlahnya sekitar 50 sampai 60 (bajingan), itu se-Bantul dan yang masuk di komunitas saja," ujarnya.
(aku/sip)