Tim Penyidik Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri berhsail membongkar sindikat pengoplosan gas LPG 3 kg atau gas melon di Kabupaten Sukoharjo dan menangkap tiga pelaku. Kasus tersebut menyebabkan kerugian negara hingga Rp 5,4 miliar dari perputaran uang sindikat mencapai Rp 9 miliar.
Dalam keterangan tertulis yang diterima detikJateng, Minggu (2/10/2025), dijelaskan tiga pelaku yang ditangkap yakni berinisial R, T, dan A. Pengungkapan kasus tersebut berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: SP.SIDIK/696/XI/RES.5.5./2025/TIPIDTER tertanggal 1 November 2025.
Adapun ketiga pelaku memiliki peran masing-masing. Tersangka berinisial R merupakan koordinator lapangan dan pengatur kegiatan, sedangkan tersangka T berperan sebagai pengatur bahan baku dan pencatat keuangan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara tersangka A adalah eksekutor alias "dokter" yang melakukan penyuntikan gas. Dalam kasus tersebut, gas melon bersubsidi dioplos menjadi gas nonsubsidi.
Dirtipidter Bareskrim Polri, Brigjen Moh. Irhamni, mengungkap terbongkarnya kasus tersebut berawal dari penyelidikan Tim Unit 3 Subdit II Dittipidter Bareskrim Polri pada Rabu (29/10/2025) usai menerima laporan masyarakat.
Masyarakat melaporkan adanya aktivitas mencurigakan di sebuah gudang di Jalan Solo-Gawok, Desa Waru, Kecamatan Baki, Kabupaten Sukoharjo.
"Kami menindaklanjuti laporan masyarakat mengenai kegiatan mencurigakan yang diduga sebagai penyuntikan gas, yang berpotensi mengakibatkan kelangkaan LPG 3 kg bersubsidi di wilayah tersebut," jelas Irhamni.
Usai dilakukan observasi, tim menemukan mobil pikap yang keluar masuk di gudang dengan membawa tabung LPG 3 kg bersubsidi. Setelah diperiksa, petugas menemukan adanya kegiatan ilegal, yakni pemindahan atau penyuntikan isi gas melon ke tabung nonsubsidi berukuran 5,5 kg, 12 kg, dan 50 kg.
Tim kemudian melakukan penindakan pada Jumat (31/10/2025) sekitar pukul 16.00 WIB. Adapun modus para pelaku terorganisir dengan mengumpulkan tabung gas melon dan memindahkan isinya menggunakan selang regulator yang telah dimodifikasi.
Pengoplosan gas tersebut menggunakan es batu yang ditempatkan di atas tabung nonsubsidi untuk mempercepat proses pendinginan dan pemindahan gas. Satu tabung gas 50 kg diisi menggunakan sekitar 16 tabung gas melon sekitar 3 jam. Sementara tabung 12 kg membutuhkan empat tabung 3 kg dan diisi selama 1 jam.
Penjualan gas oplosan tersebut menyasar konsumen besar seperti rumah makan, restoran, dan peternakan ayam di Jateng. Dari aktivitas tersebut, pelaku mendapat keuntungan besar dari selisih harga gas LPG bersubsidi dan nonsubsidi.
Adapun tersangka R mengaku ditunjuk oleh seseorang berinisial M yang merupakan pemodal dan sekaligus pemilik gudang. Aktivitas tersebut telah dilakukan sekitar setahun dengan penggunaan hingga 1.000 tabung LPG 3 kg setiap hari.
Sejumlah barang bukti pun telah disita kepolisian. Untuk barang buktinya yakni 1.697 tabung gas 3 kg, 307 tabung gas 12 kg, 91 tabung gas 5,5 kg, 14 tabung gas 50 kg, 50 selang regulator modifikasi dan segel palsu, serta 5 unit mobil pikap berbagai merek.
Para tersangka dijerat Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (sebagaimana diubah dalam UU Cipta Kerja) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, dengan ancaman pidana maksimal 6 tahun kurungan dan denda hingga Rp 60 miliar.
Sementara itu, Area Manager Communication, Relations & CSR Pertamina Patra Niaga Jawa Bagian Tengah (JBT), Taufiq Kurniawan, mengapresiasi gerak cepat kepolisian.
"Kami mendukung sepenuhnya proses hukum yang berlangsung. Kasus ini jelas merugikan. Kami mengapresiasi Bareskrim Polri dan mengimbau masyarakat berhati-hati terhadap segel palsu. Segel resmi bila di-scan akan menampilkan informasi produk, jika tidak, dipastikan palsu," tegasnya.
Taufiq menyebut kasus tersebut merupakan yang kedua di Jateng dan DIY pada tahun ini. Sebab itu, dia berpendapat perlu adanya pengawasan lebih ketat terhadap distribusi LPG bersubsidi.
(aap/aap)











































