Pabrik kopi Margo Redjo berdiri satu area bangunan rumah tua yang telah ditetapkan sebagai cagar budaya. Rumah itu ternyata pernah dimiliki opsir Tionghoa yang juga berbisnis candu.
Rumah yang kini juga dijuluki rumah kopi Margo Redjo memang bisa dibilang menjadi cikal bakal berdirinya pabrik kopi tertua di Semarang. Rumah itu masih berdiri tegak di Jalan Wotgandul Barat No 14 Semarang.
Pemilik rumah itu, Widayat Basuki Dharmowiyono (78) bercerita bahwa leluhurnya membeli rumah tersebut pada awal abad 19 atau sekitar tahun 1800. Leluhurnya yang membeli rumah itu bernama bernama Tan Ing Tjong.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Istilahnya itu kakeknya kakek saya," kata Basuki, Jumat (17/6/2023).
Basuki tak mengetahui persis siapa pemilik awal dari rumah itu. Informasi yang dia tahu, rumah itu dibeli dari kerabat yang sedang mengalami kebangkrutan.
"Katanya itu jatuh pailit entah bagaimana untuk menutupi utangnya itu rumahnya dijual dan yang beli itu canggah saya," lanjutnya.
Tan Ing Tjong merupakan opsir Tionghoa. Dia juga merupakan salah satu pendiri perkumpulan Rasa Dharma atau Boen Hian Tong, organisasi Tionghoa tertua di Semarang.
"Beliau Letnan Tionghoa," ujar Basuki.
![]() |
Selain itu, Tan Ing Tjong juga memegang lisensi opium atau opiumpacth. Basuki menyebut hal itu didapatnya dari tender opium yang merugi di tahun-tahun tersebut.
"Ceritanya dia mengoper dari seorang kerabat yang rugi karena patc atau tendernya itu," katanya.
Basuki juga tak mengetahui banyak bisnis opium dari Tan Ing Tjong. Namun, terdapat satu alat tumbuk biji opium di rumahnya itu.
"Nggak tahu ya itu peninggalan siapa, tapi di rumah ada seperti lumpang ya untuk menumbuk itu. Saya dengar dari orang sejarah juga itu untuk numbuk bijinya opium katanya dia dan itu barangnya masih ada," jelas Basuki.
Tan Ing Tjong wafat pada 1899. Rumah itu kemudian diturunkan ke anak dan cucunya hingga lekat dengan pabrik kopi Margo Redjo yang didirikan cucunya, Tan Tiong Lie pada 1915.
Selengkapnya di halaman selanjutnya.
Pabrik kopi tersebut sebenarnya baru pindah ke rumah di Jalan Wotgandul Barat No 14 itu pada 1928. Namun, di tahun-tahun itu juga pabrik kopi Margo Redjo mengalami puncak kejayaan.
Basuki mencatat bahwa rumah itu terakhir direnovasi pada tahun 1927. Renovasi itu juga tak mengubah penampakan bangunan dari sisi luar.
Renovasi itu hanya memperbaiki tiang penyangga hingga memberikan nuansa Tionghoa di lantai dasar. Sedangkan, bangunan lantai dua masih sama seperti bentukan awalnya.
"Itu sengaja mungkin nggak direnov dan dibiarkan sesuai gaya arsitekturnya," kata Basuki.
Rumah Kopi Margo Redjo memang berdiri di area ruko yang hanya beberapa puluh meter dari pecinan. Menurut Basuki, hanya rumahnya itu yang hingga kini masih seperti bentuk awalnya.
"Tetangganya yang sudah berubah banyak karena dulunya kan gaya China, istilahnya ruko Chinana. Tahun 1970 itu kan dipaksa berubah menjadi gaya seperti sekarang," sambungnya.
![]() |
Rumah itu kemudian ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya pada tahun 2018. Penetapan cagar budaya itu dinilai tak ada kaitannya dengan pabrik Kopi Margo Redjo.
Basuki sendiri meminta rumahnya dijadikan cagar budaya karena pajak bangunan tersebut terus meningkat. Kemudian, dia dibantu temannya yang paham sejarah hingga penetapan bangunan cagar budaya terbit pada 2018.
"Itu permohonan ya bukan tawaran dari Pemkot jadi bukan otomatis," pungkasnya.
Simak Video "Video Viral Dosen Unissula Semarang Pukuli Dokter Anestesi Sampai Menjerit"
[Gambas:Video 20detik]
(afn/rih)