Cerita Tentara Sekutu Datangkan Mesin Sangrai Jerman Demi Kopi Margo Redjo

Cerita Tentara Sekutu Datangkan Mesin Sangrai Jerman Demi Kopi Margo Redjo

Afzal Nur Iman - detikJateng
Sabtu, 17 Jun 2023 18:33 WIB
Mesin-mesin sangrai kopi yang jadi saksi kejayaan pabrik kopi Margo Redjo yang kini berubah nama menjadi Dharma Boutique Roastery di Jalan Wotgandul Barat No 14 Semarang. Foto diunggah pada Sabtu (17/6/2023). Foto: Afzal Nur Iman/detikJateng
Mesin-mesin sangrai kopi yang jadi saksi kejayaan pabrik kopi Margo Redjo yang kini berubah nama menjadi Dharma Boutique Roastery di Jalan Wotgandul Barat No 14 Semarang. Foto diunggah pada Sabtu (17/6/2023). Foto: Afzal Nur Iman/detikJateng
Semarang -

Pabrik kopi Margo Redjo Semarang berdiri sejak 108 tahun silam. Terungkap cerita bahwa produksi kopi Margo Redjo konon bikin ketagihan tentara sekutu. Bahkan tentara sekutu mendatangkan mesin sangrai dari Jerman demi membantu proses produksi Margo Redjo.

Generasi ketiga pemilik pabrik kopi Margo Redjo, Widayat Basuki Dharmowiyono (78) ingat dia pernah mendapat cerita Margo Redjo dipaksa menyuplai kopi untuk tentara sekutu yang kembali datang ke Indonesia pada 1946 setelah Jepang kalah dalam perang Asia Pasifik.

"Ketika itu, paman saya kan yang mimpin (Margo Redjo), setelah zaman Jepang mereka minta dipasok lagi dari sini," kata Basuki, Jumat (16/6/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Padahal, saat itu kondisi Hindia Belanda juga tengah mengalami krisis listrik dan gas. Sehingga mesin yang dimiliki Margo Redjo tak bisa dijalankan.

Singkat cerita, tentara sekutu kemudian mendatangkan tiga mesin kopi dari Jerman. Mesin itu lebih jadul namun bisa digunakan ketika tak ada listrik dan gas.

ADVERTISEMENT

"Itu digerakkan dengan mesin diesel kapal, dulu itu dipasang di belakang. Bakarnya pakai kayu itu kan masih kelihatan to tungkunya. Nah lambat laun mesinnya dimodif pengapiannya pakai minyak tanah, pakai kompor," jelas Basuki.

Meski begitu, tetap saja penjualan kopi Margo Redjo terus menurun. Hingga pada tahun 1950 kepemimpinan berganti. Alasannya, pabrik kopi itu tak lagi bisa menghidupi dua keluarga.

"Sekitar tahun 1950, dia bilang sama ayah saya 'saya tak mengundurkan diri saja karena kayaknya ini kita nggak mungkin omzetnya buat berdua, dunia sedang perang, Perang Asia Pasifik'," katanya.

Saat detikJateng berkunjung, sejumlah mesin sangrai atau roaster kopi itu masih tersimpan baik di rumah yang beralamat Jalan Wotgandul Barat No 14 Semarang. Mesin-mesin buatan Eropa itu seakan menjadi saksi masa kejayaan pabrik kopi Margo Redjo yang kini bernama Dharma Boutique Roastery.

Basuki masih menyimpan lima mesin tersebut dengan baik. Lima mesin itu disimpan di ruangan yang disebutnya sebagai museum.

Mesin-mesin sangrai kopi yang jadi saksi kejayaan pabrik kopi Margo Redjo yang kini berubah nama menjadi Dharma Boutique Roastery di Jalan Wotgandul Barat No 14 Semarang. Foto diunggah pada Sabtu (17/6/2023). Foto: Afzal Nur Iman/detikJatengMesin-mesin sangrai kopi yang jadi saksi kejayaan pabrik kopi Margo Redjo yang kini berubah nama menjadi Dharma Boutique Roastery di Jalan Wotgandul Barat No 14 Semarang. Foto diunggah pada Sabtu (17/6/2023). Foto: Afzal Nur Iman/detikJateng Foto: Afzal Nur Iman/detikJateng

Tiga mesin merupakan buatan Jerman memiliki bentuk utama seperti bola berukuran besar. Satu mesin itu bisa memasak sekitar 60 kilogram biji kopi.

Dua lainnya adalah buatan Belanda berbentuk seperti tabung dengan ketinggian sekitar 2,5 meter. Mesin itu lebih modern dibandingkan buatan Jerman. Satu mesin berkapasitas 120 kilogram biji kopi.

Dua mesin buatan Belanda itulah yang digunakan saat masa kejayaan pabrik kopi Margo Redjo. Saat itu, untuk ekspornya saja, pabrik kopi Margo Redjo bisa mengirim sekitar 200 ton dalam satu tahun.

"Masa kejayaannya itu 1926, 1927, 1928 ketika sudah ekspor dan barangnya sudah diminati di luar negeri," ucap Basuki.

Sayangnya, di tahun itu juga terjadi Great Depresion, fenomena resesi besar hampir di seluruh dunia.

"Ekspor dari Hindia Belanda termasuk kopi ke negara-negara Eropa berkurang signifikan, termasuk dari Margo Redjo," ungkapnya.

Selengkapnya di halaman selanjutnya.

Basuki menyebut, sejak 1930 penjualan kopi Margo Redjo terus menurun. Terlebih, 1941 terjadi Perang Asia Pasifik. Di tahun itu, pabrik kopi itu berpindah tangan ke paman dari Basuki.

Meski tak lagi menjadi pengekspor kopi, kopi buatan Margo Redjo ternyata masih diminati tentara sekutu.

Basuki juga mencatat periode kedua Margo Redjo mengalami penurunan penghasilan. Itu terjadi di sekitar tahun 1970, saat itu kondisi ekonomi Indonesia tengah lesu.

Kondisi itu membuat masyarakat memilih membeli kopi instan yang dinilai lebih murah. Di Semarang juga terdapat sebuah pabrik kopi instan yang saat itu sedang populer.

"Mereka mau yang murah tetapi yang dalam tanda kutip kualitasnya seperti terlihat mahal. Maka munculah itu kopi-kopi saset. Di Semarang itu ada Tugu Luwak," imbuhnya.

Basuki sempat merasakan fenomena itu. Dia memang mulai memimpin Margo Redjo di tahun 1975.

Sejak tahun itu, Basuki mencatat baru di tahun 2017 angin segar berembus di dunia perkopian. Hal itu diawali adanya film Filosofi Kopi yang menarik perhatian masyarakat luas.

"Iya itu membalik semua, produsernya kemari waktu itu. Sekarang iya alhamdulillah berkembang," katanya.

Basuki juga masih menyuplai beberapa warung kopi bahkan hingga ke Jakarta dan Surabaya. Meski begitu, hingga kini Margo Redjo hanya memasak kurang dari satu ton biji kopi setiap tahunnya.

Pabrik kopi Margo Redjo yang kini berubah nama menjadi Dharma Boutique Roastery di Jalan Wotgandul Barat No 14 Semarang. Foto diunggah pada Sabtu (17/6/2023). Foto: Afzal Nur Iman/detikJatengPabrik kopi Margo Redjo yang kini berubah nama menjadi Dharma Boutique Roastery di Jalan Wotgandul Barat No 14 Semarang. Foto diunggah pada Sabtu (17/6/2023). Foto: Afzal Nur Iman/detikJateng Foto: Afzal Nur Iman/detikJateng

Pabrik kopi yang sekarang bernama Dharma Boutique Roastery saat ini juga menjual kopi seduh sejak tahun 2019. Basuki menyebutnya sebagai showroom.

Hanya ada beberapa meja yang disediakan di sana. Jangankan buku menu, selain kopi, tak ada makanan dan minuman lain yang dijajakan.

"Kebetulan showroom-nya laku juga sih," katanya sembari tersenyum.

Halaman 2 dari 2


Simak Video "Video: Review Battle 5 Es Kopi Susu Gerobakan Harga Rp 8 Ribu-15 Ribu"
[Gambas:Video 20detik]
(afn/rih)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads