Sejarah Selat Solo: Makanan Khas Ala Eropa yang Disebut Bistik Jawa

Sejarah Selat Solo: Makanan Khas Ala Eropa yang Disebut Bistik Jawa

Santo - detikJateng
Kamis, 18 Mei 2023 13:04 WIB
Resep Selat Solo
Sejarah Selat Solo: Makanan Khas Ala Eropa yang Disebut Bistik Jawa. Foto: iStock
Solo -

Selat Solo adalah satu dari banyaknya kuliner khas Kota Surakarta yang populer di kalangan wisatawan. Di balik rasanya yang enak, rupanya makanan yang satu merupakan makanan perpaduan Eropa dan Indonesia yang disebut Bistik Jawa.

Selat Solo atau yang biasa disebut Bistik Jawa merupakan sajian olahan daging yang dilengkapi dengan berbagai macam sayuran. Makanan dengan cita rasa asam manis dan segar ini banyak diburu oleh wisatawan yang sedang berkunjung ke Kota Solo.

Selat Solo yang dapat ditemukan di berbagai penjuru Kota Solo. Lantas, bagaimana sejarah terciptanya kelezatan resep masakan yang terinspirasi dari Eropa ini? Berikut sejarahnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sejarah Selat Solo

Menurut buku Etnografi Kuliner Makanan dan Identitas Nasional (2021) oleh Adzkiyak, selat Solo pertama kali muncul ketika Benteng Vastenburg yang berlokasi di hadapan gapura Keraton Surakarta mulai didirikan. Makanan ini merupakan produk dari pertemuan dan rapat yang sering dilakukan oleh pihak Keraton dan pihak Belanda.

Pada pertemuan tersebut, selalu tersaji makanan yang kurang cocok dimana orang Belanda harus disediakan daging ketika makan sedangkan pihak Keraton terbiasa mengkonsumsi makanan dengan sajian sayur.

ADVERTISEMENT

Keluhan kedua pihak tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan menciptakan menu baru yang mengkombinasikan bahan-bahan seperti wortel (wortelen), selada (sla), kentang (aardappel), buncis (boon), mentimun (komkommer), telur (ei), dan kuah kecap (sojasous) serta saus mayones.

Perpaduan Budaya Jawa dan Eropa

Mengutip laman indonesia.go.id, selat Solo merupakan perpaduan bistik dan salad. Penggunaan nama selat berasal dari kata "slachtje" yang berarti salad. Kemudian dagingnya disebut bistik yang berasal dari bahasa Belanda, biefstuk.

Di Eropa, daging untuk steak disajikan dalam ukuran besar dan dimasak setengah matang. Sedangkan Raja-raja Kasunanan Solo tidak terbiasa menyantap sajian daging yang diolah demikian.

Akhirnya, daging yang seharusnya dimasak setengah matang diubah menjadi daging sapi cincang yang dicampur sosis, tepung roti dan telur. Bahan-bahan tersebut dicampur kemudian dibentuk memanjang seperti lontong dan dibungkus daun pisang.

Olahan daging tersebut lalu dikukus hingga matang dan didiamkan hingga dingin. Setelah itu, olahan daging tersebut diiris tebal dan digoreng dengan sedikit margarin.

Penyajian Selat Solo

Selat Solo disajikan bersama sayuran berupa wortel dan buncis rebus, tomat, telur rebus serta daun selada. Untuk memberi rasa kenyang, selat Solo juga dilengkapi dengan kentang goreng. Di atas daun selada biasanya diberi saus mustard dan ada pula yang menambahkan acar mentimun.

Penyajian selat Solo sangat berbeda dengan penyajian steak khas Eropa. Selat Solo disajikan dengan rempah yang terbilang kuat dan disajikan dalam keadaan dingin. Sedangkan steak Eropa biasanya disajikan tanpa rempah dan dihidangkan selagi panas.

Demikian sejarah selat Solo, kuliner khas Kota Solo yang merupakan hasil perpaduan budaya Jawa dan Eropa. Semoga bermanfaat, Lur!

Artikel ini ditulis oleh Santo, peserta Program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom




(ahr/ahr)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads