Suara Gebrakan Meja Misterius Penghuni Terakhir 'Kampung Mati' Kulon Progo

Suara Gebrakan Meja Misterius Penghuni Terakhir 'Kampung Mati' Kulon Progo

Tim detikJateng - detikJateng
Senin, 19 Jun 2023 09:03 WIB
Sulitnya akses menuju kampung mati di Dusun Watu Belah, Kalurahan Sidomulyo, Kapanewon Pengasih, Kulon Progo, Jumat (16/6/2023).
Sulitnya akses menuju kampung mati di Dusun Watu Belah, Kalurahan Sidomulyo, Kapanewon Pengasih, Kulon Progo, Jumat (16/6/2023). Foto: Jalu Rahman Dewantara/detikJateng
Solo -

Jauh dari permukiman membuat Kampung Mati di pelosok hutan wilayah Dusun Watu Belah, Kalurahan Sidomulyo, Pengasih, Kabupaten Kulon Progo, DIY, begitu sunyi. Berikut cerita mistis dan entitas gaib yang pernah ditemui keluarga Sumiran, penghuni terakhirnya.

Keluarga Sumiran menempati satu-satunya rumah di lereng bukit yang sejauh mata memandang hanya tampak rerimbunan pohon. Rumah itu sekeluarga yang terdiri dari pasangan suami istri Sumiran (49) dan Sugiati (50) serta dua anaknya, Agus Sarwanto (23) dan Dewi Septiani (10).

Adapun warga lain di kampung tersebut telah eksodus sejak beberapa tahun silam. Hidup tanpa tetangga di tengah hutan yang dikenal wingit itu membuat keluarga Sumiran kerap bersentuhan dengan hal-hal mistis.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Istri Sumiran, Sugiati, mengaku pernah mengalami kejadian mistis saat dia bersama anak bungsunya, Septiani, sedang memasak di dapur. Malam itu mereka hanya berdua di rumah. Sumiran dan anak bungsunya sedang ada keperluan di luar rumah.

Saat itu Septi yang baru berusia tiga tahun berulah mengganggu ibunya yang sedang mengolah minyak. Tiba-tiba terdengar suara gebrakan meja dari rumah tetangga.

ADVERTISEMENT

"Setelah di situ, rumah itu ada orang yang mendobrak meja kemudian lanjut kaca ini yang didobrak. Terus masuk mendobrak meja yang di dalam situ, ditambah ada bunyi-bunyian dari piring," kata Sugiati saat ditemui pada Jumat (16/6/2023).

Kemudian, Sugiati dan Septi juga dikejutkan oleh penutup panci yang tiba-tiba melayang. "Saya eggak tahu rupanya, nggak keliatan. Tapi ternyata Septi ini lihat sosok itu sambil bilang 'Mak saya takut Mak'. Terus saya minta Septi, 'Diam aja Sep, biarin nanti capek sendiri hantunya', gitu. setelah itu saya tidur," ujar Sugiati.

Sugiati juga pernah menjumpai sesosok ular yang ukurannya sebesar kepala manusia. Ular ini memiliki dua kepala. Sosok itu ditemuinya ketika sedang mencari kayu bakar.

"Ya di sana (menunjuk hutan) saya pernah melihat ular besar sebesar kepala manusia. Saat itu saya sedang mencari kayu. Njuk (lalu) sebelum itu waktu anak saya yang besar tadi, yang laki-laki itu usia sekitar 3 tahun ada ular badannya satu kepalanya dua," ucapnya.

Sosok lain yang pernah Sugiati temui yakni pria misterius yang muncul tiba-tiba di area perbukitan dekat rumahnya. Menurutnya sosok ini menggunakan singlet putih dan celana hitam serta membawa keranjang air dan celurit.

"Setelah lihat itu saya langsung pulang. Nah tiba-tiba ada potongan janur yang nancep di kepala saya, langsung saya buang," ujarnya.

Selengkapnya di halaman selanjutnya.

"Jadi memang banyak kalau di sini. Banyak suara-suara juga tapi nggak saya dengerin karena udah biasa. Selain itu juga biar hantunya itu kalau dicuekin malu sendiri, capek sendiri untuk menghantui saya," imbuhnya.

Sumiran juga mengaku beberapa kali ditimpuk batu oleh sesuatu yang tak berwujud. Hal itu terjadi ketika dia sedang mengambil air di sumber mata air dusun setempat. "Pernah itu pas mau ambil air tahu-tahu ada yang nimpuk pakai batu. Wah saking seringnya jadi udah biasa," ucapnya.

Banyaknya kejadian mistis itu membuat siapa pun yang berkunjung ke Kampung Mati perlu berhati-hati. Sebab pernah ada kejadian orang yang tersasar saat mengunjungi kampung tersebut meski hari masih terang.

"Sering juga itu, ada yang lewat sini mau ke kampung sebelah. Nah harusnya kan nggak sampai sejam ya, nah itu ternyata dibuat kesasar sampai hampir enam jam muter-muter di situ. Makannya harus hati-hati, terutama kalau datang pas surup (senja)," jelasnya.

Selain hal-hal gaib, keluarga ini juga sering mendapat gangguan dari hewan-hewan liar yang jamak ditemui di perbukitan menoreh. Di antaranya ular kobra dan celeng.

"Yang paling sering itu ular sama celeng. Bahkan yang Septi itu pernah digigit ular kobra, untung masih bisa diselamatkan," ucap Sumiran.

"Saya juga cukup sering ketemu ular jenis ini. Dan beberapa kali hampir kena patok," imbuhnya.

Meski penuh dengan gangguan, keluarga ini memutuskan tetap tinggal menyendiri di Kampung Mati. Alasannya karena mudah mendapatkan sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan hidup.

"Saya senang di sini, karena kalau cari kayu bakar dekat. Cari rumput dekat, cari daun singkong juga dekat. Air, walaupun itu airnya agak-agak putih, tetap bisa mengalir dari sendang pule di atas situ," ucap Sugiati.

Dukuh Watu Belah, Gunawan mengonfirmasi hal tersebut. Dia mengatakan dulu ada 10 rumah termasuk milik keluarga Sumiran yang bermukim di perkampungan tersebut. Karena akses jalan yang sulit, banyak warga yang pindah sehingga menyisakan satu rumah saja.

"Jarak terdekat dari rumah warga lain (dari keluarga Sumiran) kurang lebih 1,5-2 km," kata Gunawan.

Meski jauh dengan tetangga, keluarga Sumiran tetap bersosialisasi. Keluarga ini juga rutin menghadiri kegiatan kemasyarakatan seperti hajatan, melayat, dan lain-lain.



Hide Ads