17 Tahun Gempa Jogja, Warga Kenang Horor Dentuman hingga Sumur Tetiba Kering

17 Tahun Gempa Jogja, Warga Kenang Horor Dentuman hingga Sumur Tetiba Kering

Pradito Rida Pertana - detikJateng
Sabtu, 27 Mei 2023 09:10 WIB
Kasiyoto saat berdiri di depan monumen gempa 27 Mei, Bantul, Jumat (26/5/2023).
Kasiyoto saat berdiri di depan monumen gempa 27 Mei, Bantul, Jumat (26/5/2023). (Foto: Pradito Rida Pertana/detikJateng)
Bantul -

Hari ini tepat 17 tahun lalu gempa berkekuatan 5,9 skala richter mengguncang DIY, khususnya di Kabupaten Bantul. Warga Pedukuhan Potrobayan, Kalurahan Srihardono, Kapanewon Pundong, Bantul menyebut saat itu terdengar dentuman berulang kali hingga tiba-tiba sumur warga menjadi kering kerontang.

Ketua RT 3 Pedukuhan Potrobayan, Kasiyoto mengatakan, bahwa saat itu dirinya sudah ke ladang untuk menanam kacang. Sedangkan istrinya masih berada di rumah.

"Nah, saat di sawah itu kok tiba-tiba rasanya seperti naik perahu di tengah ombak, sampai saya mau berdiri saja susah," katanya kepada wartawan di Potrobayan, Bantul, Jumat (26/5/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Setelah menyadari jika goncangan itu akibat gempa, Kasiyoto langsung menuju rumah dengan mengayuh sepedanya. Kasiyoto semakin mempercepat kayuhannya karena melihat banyaknya rumah roboh di sepanjang perjalanan.

"Sampai rumah sepeda langsung saya brukke (taruh sembarang) karena panik, dan alhamdulillah anak istri saya selamat meski rumah saya roboh," ujarnya.

ADVERTISEMENT

Selanjutnya, pria murah senyum ini langsung menolong tetangganya yang tertimpa reruntuhan bangunan rumah. Tidak berhenti sampai di situ, ketika tengah bergotong-royong muncul isu tsunami.

"Saat itu ada isu tsunami juga, karena panik saya jalan satu kilometer ke arah utara. Bikin kacau isu itu, untung dapat informasi kalau itu kabar bohong dan langsung balik lagi saat itu," ucapnya.

Lebih lanjut, pascakejadian itu terdengar suara dentuman dari tempuran Sungai Opak. Menurutnya, selain frekuensi yang sering, setelah terdengar dentuman itu selalu disusuli getaran.

"Setelah gempa itu memang ada dentuman, jlung-jlung dan gerak itu rasanya. Ada cerita itu, karena sumur kering semua, saya kan cari air di sungai pasti saat jlung, huyug-huyug (goncangan akibat gempa) di tengah Kali Opak itu ada plupuk-plupuk (gelembung air) banyak, lalu saya pergi karena takut," katanya.

Menurut Kasiyoto, suara dentuman itu berlangsung sepekan dengan durasi yang sangat sering. "Suaranya itu seperti di bawah tanah ini, jlung-jlung gitu pokoknya," ucapnya.

Terkait keringnya sumur, dia mengaku hal tersebut terjadi setelah gempa. Bahkan, hal itu terjadi hampir di semua sumur milik warga Potrobayan.

"Semua sumur di sini (Potrobayan) kering semua, seakan-akan airnya hilang semua," ucapnya.

Situasi tersebut, kata, Kasiyoto, berlangsung selama satu bulan. Bahkan, peneliti dari UPN 'Veteran' Yogyakarta hingga datang dan menduga jika keringnya air pada sumur karena bergeraknya sesar sehingga pasir naik.

"Sekitar sebulan asatnya (keringnya sumur) itu, dan setelah ada sumur bor baru airnya ada lagi. Jadi dulu 12 meter sudah keluar air, tapi gara-gara kejadian itu setelah 12 meter harus dibor lagi ke bawah, ya dibornya sampai sekitar 20 meter baru keluar air," ucapnya.

Terlepas dari hal tersebut, dia mengaku sempat trauma untuk masuk ke dalam rumah. Namun semua itu hanya berlangsung sementara.

"Iya trauma, sepekan saya tidak berani masuk rumah. Tapi kan ada penyuluh dan pelatihan dari banyak pihak sehingga tidak takut," ujarnya.

Simak selengkapnya di halaman berikutnya.

Warga Potrobayan lainnya, Fitri Yuniarti (36) menceritakan, saat itu dirinya tengah menyapu halaman rumah karena libur kerja. Selanjutnya, Fitri merasakan getaran dan tiba-tiba banyak debu beterbangan hingga mengganggu pengelihatannya.

"Saat nyapu huyug-huyug gitu, cepat itu dan langsung debu-debu semua di depan saya. Ternyata itu karena banyak bangunan roboh," ucapnya.

Saat itu, Fitri mengungkapkan jika Neneknya berada di dalam rumah dalam posisi tidur. Beruntung neneknya hanya tertimpa triplek dan berhasil dievakuasi lalu dilarikan ke Rumah Sakit dr Sardjito.

Terkait suara dentuman, Fitri mengaku juga mendengarnya dengan sangat jelas. Menurutnya suara tersebut berasal dari tempuran Sungai Opak.

"Setelah kejadian itu banyak gempa susulan dan terdengar glang glung itu, sering banget terdengarnya satu jam bisa beberapa kali itu. Kabarnya dari tempuran sungai Opak suara glang glung itu," katanya.

"Suara glang glung itu berlangsung lumayan lama, seminggu sepertinya. Karena setelah kejadian saya langsung ke Sardjito menunggu simbah seminggu," lanjut Fitri.

Akibat kejadian itu, Fitri mengaku harus tinggal satu bulan di posko pengungsian. Bahkan, akibat kejadian itu Fitri juga sempat mengalami trauma.

"Kalau trauma ya masih, kadang kalau ada gempa lagi pasti saya takut. Tapi semua itu berangsur-angsur bisa terkendali juga," ujarnya.

Lurah Srihardono Awaludin menambahkan, bahwa dengan kejadian gempa 27 Mei membuat masyarakat menjadi lebih tanggap bencana. Terlebih setiap satu tahun sekali masyarakat melakukan refleksi gempa.

"Kalau sekarang masyarakat sudah bangkit semua. Selajn itu, setiap tahun masyarakat selalu melakukan refleksi sehingga lebih tanggap bencana," katanya.

Halaman 2 dari 2


Simak Video "Video: Heboh 10 Nisan Makam di Bantul Dirusak OTK"
[Gambas:Video 20detik]
(aku/aku)


Hide Ads