Dua orang relawan, Sarjono dan Kenteng menjadi korban ganasnya erupsi Gunung Merapi tahun 2006. Bunker yang harusnya jadi tempat mereka berlindung justru bocor dan menjadi 'oven raksasa' yang memanggang keduanya.
Rabu sore di tanggal 14 Juni 2006, Aris Widodo masih menyeruput kopi di salah satu warung yang masih buka di sebelah timur Bunker Kaliadem, lereng Merapi wilayah Cangkringan, Kabupaten Sleman. Anggota TRC BPBD Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang akrab disapa Romo Itonk itu bersama relawan lain tak melepaskan pandangan mereka dari Merapi yang saat itu masih bergejolak. Kala itu status aktivitas Merapi sehari sebelumnya telah diturunkan dari Awas ke Siaga.
Merapi Muntahkan Wedhus Gembel
Benar saja, belum habis kopinya, Merapi kemudian memuntahkan awan panas atau masyarakat sering menyebut dengan istilah wedhus gembel. Rombongan Romo Itonk kemudian berhamburan menyelamatkan diri menjauhi alur Kali Gendol ke arah barat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita lari ke barat. Kemudian salah satu dari relawan, Mas Kenteng pada waktu itu langsung masuk ke bunker. Setelah kita perhatikan sudah landai, karena kita belum bayar kopi kan kita balik lagi ke warung bayar kopi dan kita ngobrol lagi ke situ," kata Romo Itonk kepada detikJateng, Selasa (14/3/2023).
Kondisi saat itu masih dirasa aman, karena awan panas belum sampai melewati Bukit Kendil. Namun, setelah dipantau ternyata material sudah mulai memenuhi sungai di dekat bukit. Romo Itonk yakin jika ada guguran susulan, jarak luncur akan semakin jauh.
Bunker Kaliadem Tertimbun Material Vulkanik
"Kemudian terjadilah erupsi susulan yang kemudian itu menutup (bunker)," kenang Romo Itonk.
Tragedi pun tak bisa terelakkan. 'Parade' awan panas terus terjadi hingga akhirnya meluncur melewati Bukit Kendil. Ketika Romo Itonk dan yang lainnya lari menyelamatkan diri, sukarelawan Artha Graha Peduli bernama Kenteng justru masuk ke Bunker Kaliadem.
"Pada waktu itu kita minta Mas Kenteng (untuk lari), dia menyampaikan 'udah aku di bunker aja, aman'. Kita kan minta waktu itu untuk (menyingkir) ke barat," ucapnya.
Kala itu, Romo Itonk, berlari hingga kediaman Mbah Maridjan di Kinahrejo, Umbulharjo, Cangkringan. Dari masjid yang tak jauh dari kediaman juru kunci Merapi itu, dia melihat kepulan asap awan panas sudah melewati Bunker Kaliadem.
"Setelah kejadian kita coba datang ke bunker. Sebelum sampai bunker kita menemukan bekas tangki air kondisinya meletup, meleleh. Kita nggak teruskan, kita balik," kenangnya.
Saat itu, mereka belum bisa memastikan apakah ada orang lain yang ikut Kenteng masuk ke bunker. Baru belakangan diketahui ada satu orang lagi yang ikut masuk bunker. Korban kedua merupakan warga Dusun Kopeng, Cangkringan, bernama Sarjono.
Sarjono dan Kenteng merupakan relawan yang saat kejadian berusaha untuk mengevakuasi warga. Kala erupsi terjadi, Sarjono mengajak warga untuk menyelamatkan diri masuk bunker. Hanya ajakan itu tak digubris warga yang memilih lari ke arah lain.
Bersama Kenteng, Sarjono kemudian masuk ke bunker. Bunker ini tidak dirancang untuk tahan lahar panas. Sayangnya bunker pun bocor dan lahar panas masuk ke ruangan bunker tersebut.
Dua orang relawan, Sarjono dan Kenteng menjadi korban ganasnya erupsi Gunung Merapi tahun 2006. Bunker yang harusnya jadi tempat mereka berlindung justru bocor dan menjadi 'oven raksasa' yang memanggang keduanya.
Romo Itonk yang saat ini bertugas di Bidang Program dan Perencanaan TRC BPBD DIY itu masih ingat betul sulitnya mengevakuasi kedua korban. Timbunan abu vulkanik yang tebal dan suhu panas mempersulit proses evakuasi. Belum lagi kondisi Merapi saat itu masih sering memuntahkan awan panas.
![]() |
Jenazah kedua korban baru bisa dievakuasi setelah dua hari proses penggalian. Sebab, kondisi bunker hampir terkubur dan hanya tersisa satu ujung seperti atap yang masih nampak di permukaan.
"Kondisi di dalam saat awal kita membuka pintu bunker kan panas. Kondisinya kan juga teman-teman mengalami dehidrasi karena memang panas," ucapnya.
Setelah perjuangan panjang melawan panas dan erupsi Merapi yang masih berlangsung, jasad Sarjono akhirnya ditemukan di depan pintu masuk bunker sementara jasad Kenteng ditemukan di dalam bak toilet yang ada di dalam bunker.
"Memang kita tidak bisa menyalahkan bagaimanapun kan sifat bunker itu dia tidak didesain untuk material panas," ucapnya.
Selengkapnya di halaman selanjutnya.
Bambang Sugeng salah satu warga Kalurahan Umbulharjo yang selamat dari kejadian erupsi Merapi itu. Peristiwa luncuran awan panas Merapi tanpa jeda dimulai pada 14.56 WIB hingga 15.50 WIB.
Sore di bulan Juni 2006 itu sebenarnya dia menemani rombongan wartawan dari media nasional melihat kondisi Kaliadem. Hari itu, tanggal 14 Juni, Merapi sudah mengeluarkan awan panas sejak pagi. Bahkan material telah memenuhi dasar Kali Gendol.
Bersama Bambang, ada juga petugas BPPTKG yang mengumpulkan sampel material vulkanik untuk penelitian. Beberapa warga, pamong desa, dan relawan juga ada di area Bunker Kaliadem sebelum erupsi besar terjadi.
"Itu waktu kejadian (awan panas) kedua, siang. Jadi waktu itu bunker masih utuh. Infrastruktur masih utuh semua waktu itu," kata Bambang, Selasa (14/3).
Baca juga: Cerita Bungker Merapi |
"Kita nggak tahu yang terjadi di atas sana tadi. Ternyata meluluhlantakkan warung, bangunan, nah akhirnya menimbun. Tapi sebelum kita berlari ada dua warga itu yang masuk ke bunker (Kaliadem)," ucapnya.
Mengutip Data dan Informasi Bencana di Indonesia (DIBI) BPBD DIY tahun 2018, dampak yang ditimbulkan dari erupsi 14 Juni 2006 menewaskan dua orang relawan. Sementara tak ada laporan warga mengalami luka.
Namun, fasilitas umum, kawasan wisata, perkebunan, peternakan, dan lingkungan dilaporkan rusak. Hunian warga pun tak dilaporkan mengalami kerusakan parah. Hanya debu vulkanik saja yang mengotori bangunan.
Dalam buku 'Edisi Khusus Erupsi Merapi 2006: Laporan dan Kajian Vulkanisme Erupsi' yang ditulis mantan Kepala BPPTKG Subandriyo, fase erupsi Merapi dimulai pada 25 April. Lalu di tanggal 13 Mei 2006 status Merapi menjadi Awas.
Jumlah awan panas kecil mulai meningkat pada 14 Mei dan mulai membesar pada 15 Mei hingga mencapai jarak 4,5 kilometer ke arah utama Kali Krasak dan Boyong. Aktivitas vulkanik Merapi sempat menurun, namun gempa besar tanggal 27 Mei. Gempa besar pada pukul 05.57 WIB itu ditengarai memicu aktivitas Merapi. Dua menit kemudian awan panas muncul.
Baca juga: Bungker Kaliadem Salah Desain |
Sehari setelah itu, frekuensi awan panas meningkat tajam. Data pemantauan menunjukkan 159 kali kejadian awan panas dalam sehari. Perubahan laju pertumbuhan kubah lava juga meningkat drastis.
Titik balik perubahan arah aliran awan panas terjadi saat peristiwa runtuhnya dinding Gegerboyo. Peristiwa di tanggal 4-5 Juni ini membuat jalan keluar awan panas semakin melebar.
Sempat mengalami penurunan aktivitas dan status, Merapi kemudian mengalami peningkatan di tanggal 14 Juni 2006. Awan panas beruntun terjadi sejak pagi. Pada pukul 11.57 WIB, ujung awan panas telah mencapai jarak 5,5 kilometer ke Kali Gendol.
Aktivitas awan panas terus berlanjut dan semakin membesar. Puncaknya pada pukul 15.15 WIB, jarak luncur awan panas mencapai 7 kilometer dan menyapu wilayah Kaliadem. Material vulkanik Merapi yang longsor diperkirakan lebih dari 3 juta meter kubik. Awan panas itu lah yang kemudian menewaskan dua relawan.
Usai erupsi besar itu, aktivitas Merapi mulai menurun. Meski kubah lava masih menunjukkan pertumbuhannya.
Kaji Ulang Bunker
Keberadaan bunker di lereng Merapi hingga saat ini masih perlu dikaji ulang. Berkaca dari tragedi itu kemudian muncul anggapan bunker bukan untuk menghadapi material panas. Terlebih dari desain keamanan, dari pintu masuk bunker tidak mengacu pada standar keamanan.
"Sampai kajian masalah pintu, itu kan (bunker Kaliadem) membukanya ke dalam sementara rekomendasinya itu kan harus ke luar. Tapi kan bahwa bunker tidak menjamin untuk masalah ke selatan, karena tentu ada faktor di luar pengetahuan kita. Makanya di beberapa tempat di Merapi yang ada bunker dikaji ulang," kata Aris Widodo atau Romo Itonk, anggota TRC BPBD DIY.