Mahfud soal IPK RI Turun: Penegakan Hukum Naik tapi Korupsi saat Bikin UU

Mahfud soal IPK RI Turun: Penegakan Hukum Naik tapi Korupsi saat Bikin UU

Anggah - detikJateng
Jumat, 03 Feb 2023 15:18 WIB
Mahfud Md (Silvia-detikcom)
Foto: Mahfud Md (Silvia-detikcom)
Bantul -

Skor indeks persepsi korupsi (IPK) Indonesia anjlok empat poin menjadi 34. Menanggapi hal itu, Menko Polhukam Mahfud Md menyebut penilaian ke legislatif dan yudikatif juga berperan pada turunnya indeks persepsi korupsi.

"Harus diketahui juga turunnya indeks persepsi korupsi itu bukan hanya penilaian ke pemerintah. Penilaiannya itu terhadap legislatif, yudikatif, dan eksekutif," Kata Mahfud saat ditemui di Kabupaten Bantul, DIY, Jumat (2/2/2023).

"Nah rasanya di bidang eksekutif sudah habis-habisan, buktinya penegakan hukum itu naik. Tetapi korupsi itu ketika pembuatan undang-undang iya kan, ketika proses peradilan dan sebagainya, orang yang tidak tahu kemudian menyalahkan eksekutif saja," imbuh Mahfud.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mahfud juga menyebut pemerintah tidak bisa serta-merta masuk dalam bidang perundang-undangan. Dia juga menjelaskan soal proses peradilan yang tidak bisa dimasuki oleh pemerintah.

"Padahal kita tidak boleh masuk ke proses secara dominan dalam undang-undang, peradilan malah kita nggak boleh masuk sama sekali. Kita hanya nangkapi orang serahkan pengadilan. Kalau sudah dibebaskan pengadilan kita sudah tidak ikut campur, karena asumsi hukum dalam demokrasi bebas nggak boleh dicampuri pemerintah," jelas Mahfud.

ADVERTISEMENT

Mahfud menyebut pemerintah melalui arahan presiden tidak akan pandang bulu dalam proses pemberantasan korupsi.

"Kita akan serius bersungguh sungguh seperti terberitakan, siapa pun ditangkap dan diproses. Oleh presiden dikatakan jangan pandang bulu, saya akan gigit sendiri kalau saya tahu, itu artinya diserahkan KPK atau Kejaksaan Agung," ujar Mahfud.

Dalam hal ini Mahfud menyebut pemerintah hanya bisa bicara dalam sudut akademis, bukan dari sudut teknis. Ia juga menceritakan soal RUU Perampasan Aset yang hingga kini belum disahkan.

"Kita bisa bicara dalam sudut akademis bukan sudut teknis operasional, artinya 'eh kalau bikin Undang Undang ini, eh Undang Undang yang diperlukan ini, kalau buat undang-undang jangan berkolusi dengan pihak luar'," paparnya.

"Pemerintah mengajukan RUU Perampasan Aset, jadi langkah peristiwa pidana yang ada asetnya itu bisa dirampas sebelum putusan final. Sebab begini, kalau nggak dirampas, kasus BLBI, saya nangani BLBI, orang sudah menyerahkan tanah sekian juta hektare kepada negara sebagai jamina. Ini kan karena berproses pengadilan kita hanya simpan dokumennya tiba-tiba sudah dijual.

"Nah kalau boleh permasalahan aset kan itu bisa diselamatkan, dan orang yang sedang berperkara dirampas dulu asetnya. Undang Undang ini sudah disampaikan ke DPR belum disetujui," pungkas Mahfud




(dil/aku)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads