Profil Cak Nun, Budayawan yang Sempat Ibaratkan Jokowi Firaun

Tim detikJateng - detikJateng
Rabu, 18 Jan 2023 16:05 WIB
Cak Nun sinau bareng di Lapas Porong. (Foto: dok. Kemenkumham Jatim)
Yogyakarta -

Budayawan Emha Ainun Nadjib atau Cak Nun menjadi sorotan usai viral potongan videonya yang mengibaratkan Jokowi adalah Firaun. Siapa itu Cak Nun? Berikut profilnya.

Profil Cak Nun

Mengutip detikNews, Rabu (18/1/2023), dikutip dari bukunya, Kyai Hologram, Emha Ainun Nadjib atau Cak Nun lahir pada 27 Mei 1953 di Jombang, Jawa Timur. Dia pernah mengenyam ilmu agama di Pondok Pesantren Gontor dan pernah kuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Gajah Mada (UGM).

Di Indonesia, Cak Nun dikenal sebagai cendekiawan sekaligus budayawan yang pandai menulis dan berceramah. Dia telah melahirkan puluhan buku-buku esai tentang tema sosial-budaya. Ia juga pernah aktif di kegiatan kesenian internasional yang membawanya hingga ke Iowa City, AS.

Cak Nun dikenal pula sebagai budayawan yang kerap melontarkan kritik kepada pemerintah sejak era Orde Baru. Bahkan, pada 16 Mei 1998, Cak Nun bersama dengan empat tokoh lainnya, berkirim surat kepada Suharto agar mau turun dari jabatannya. Cak Nun menjadi salah satu saksi sejarah dari Reformasi 1998.

Cak Nun kini aktif menggelar acara pengajian masyarakat Maiyah yang dinamai dengan acara Sinau Bareng. Acara pengajian ini adalah bentuk dekonstruksi dari model pengajian pada umumnya. Pengajian ini digelar untuk mewujudkan kesadaran kolektif masyarakat akan kehidupan sosial di sekitarnya.

Sementara itu, dikutip dari laman kemdikbud, Emha Ainun Nadjib mempunyai nama lengkap Muhammad Ainun Nadjib. Pada awal kepenyairannya, ia menuliskan namanya dalam karyanya dengan MH Ainun Nadjib. Lama-lama ejaannya diubah menjadi Emha sehingga ia lebih dikenal dengan nama Emha Ainun Nadjib. Cak Nun dikenal sebagai penyair, dramawan, cerpenis, budayawan, mantan pelukis kaligrafi (pelukis terkenal), dan penulis lagu.

Cak Nun pernah menjadi redaktur kebudayaan harian Masa Kini (sampai 1 Januari 1977) dan memimpin Teater Dinasti Yogyakarta. Dia juga pernah menjabat Sekretaris Dewan Kesenian Yogyakarta. Ia ikut menangani Yayasan Pengembangan Masyarakat Al-Muhammady di Jombang yang bergerak di bidang pendidikan, sosial ekonomi, dan sosial budaya. Di sana pula ia membentuk 'Komunitas Padhang Mbulan' pada awal tahun 1995 sebagai kelompok pengajar. Dia juga berkiprah dalam Yayasan Ababil di Yogyakarta yang menyediakan tenaga advokasi pengembangan masyarakat dan penciptaan tenaga kerja.

Tulisannya tersebar di sejumlah majalah seperti Tempo, kemudian surat kabar Republika, Sinar Harapan, Kompas, Kedaulatan Rakyat, Berita Nasional, dan Surabaya Post. Ia banyak menulis rubrik kolom di berbagai koran dan majalah yang kemudian melahirkan buku kumpulan esainya soal budaya dan sosial.

Beberapa kritikus mengomentari kepengarangan Emha Ainun Najib, misalnya M Arief Hakim (1994) menyatakan bahwa daya pikat tulisan-tulisan Emha Ainun Nadjib, terutama dalam menampilkan persoalan yang aktual dan kontekstual, sangat tajam dan peka, teristimewa dalam persoalan sosial-politik dan pemiskinan kebudayaan. Kritik-kritiknya demikian tajam, terutama dalam menggugat bobroknya kekuasaan.

Kuntowijoyo (1991) menyebut Emha sebagai budayawan yang mencerminkan atau lebih dapat mewakili sensibilitas generasi muda saat itu, yaitu sensibilitas pemuda yang kritis, suka protes, tetapi religius. Di dalam karya Emha, baik puisi maupun esai, dapat ditemukan sosok seorang anak muda aktivis sosial yang sekaligus mempunyai kecenderungan mistik. Dalam kelompok studi Persada inilah ia mengembangkan kreativitasnya sebagai sastrawan. Dia menerima Anugerah Adam Malik untuk bidang sastra tahun 1991.

Cak Nun Ngaku Kesambet soal Firaun

Diberitakan sebelumnya, Emha Ainun Nadjib atau Cak Nun menjadi perhatian setelah mengibaratkan Jokowi adalah Firaun. Cak Nun mengaku dia kesambet saat mengucapkan hal itu.

Selengkapnya di halaman selanjutnya.




(rih/rih)

Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork