Kenapa Obat Herbal Jarang Diresepkan? Ini Penjelasan Pakar UGM

Kenapa Obat Herbal Jarang Diresepkan? Ini Penjelasan Pakar UGM

Tim detikJateng - detikJateng
Senin, 14 Nov 2022 14:29 WIB
Jamu minuman tradisonal .Agung Pambudhy/ilustrasi/detikfoto
Ilustrasi jamu. Foto: Agung Pambudhy/ilustrasi/detikfoto
Solo -

Pengobatan tradisional sudah dikenal masyarakat Indonesia sejak 1400 tahun silam. Hal itu terlihat pada relief Candi Borobudur, juga terkandung dalam isi Serat Centhini. Namun, tidak sedikit tenaga medis yang enggan meresepkan obat herbal. Kenapa?

Hal tersebut diungkapkan oleh Dosen FKKMK UGM, Dr. ret. nat. Apt. Arko Jatmiko Wicaksono, MSc dalam Konferensi Internasional Pengobatan Tradisional yang diadakan Center of Applied Thai Traditional Medicine (CATTM), Siriraj, Mahidol University, Thailand, pada 9-11 November 2022.

CATTM Siriraj merupakan salah satu pusat kolaborasi WHO dalam hal pengobatan tradisional. Kegiatan itu dihadiri perwakilan dari 10 negara yaitu Thailand, Inggris Raya, Iran, Australia, China, Jepang, Korea Selatan, Malaysia, Indonesia, dan Hongkong.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebagai wakil dari Indonesia, Arko Jatmiko Wicaksono menyampaikan makalah 'Traditional Medicine in Indonesia : Recent Progress on Its Transformation Process'.

Dalam makalahnya, peneliti di Pusat Kedokteran Herbal itu mengatakan pengobatan tradisional sudah dikenal masyarakat Indonesia sejak 1400 tahun silam.

ADVERTISEMENT

"Namun di sisi lain, tidak sedikit tenaga medis yang enggan meresepkan obat herbal karena kurangnya pengetahuan mereka terkait pengobatan tradisional dan kurangnya data saintifik yang bisa dijadikan pegangan dalam praktek medisnya," papar Arko, dikutip dari rilis Humas UGM, Senin (14/11/2022).

Arko mencontohkan, kunyit asam dikenal sebagai suplemen untuk menstruasi dan sudah ada ribuan riset terkait aktivitas farmakologisnya. Bahkan, uji klinis pada manusia membuktikan sedikitnya efek samping dari penggunaan herbal kunyit.

Meski demikian, beberapa literatur mengindikasikan pada awal kehamilan ternyata kunyit sebaiknya tidak banyak dikonsumsi oleh ibu hamil. Sebab, kunyit mampu merangsang kontraksi uterus sehingga dapat meningkatkan resiko abortus.

Sebaliknya, efek memicu kontraksi uterus tersebut bisa jadi justru sangat membantu jika digunakan pada akhir masa kehamilan untuk merangsang persalinan.

Oleh sebab itu, lanjut Arko, BPOM mengatur dan menggolongkan herbal menjadi tiga jenis, yaitu jamu, obat herbal terstandar, dan fitofarmaka.

Penjelasan selanjutnya ada di halaman berikutnya...

Obat herbal terstandar khasiat dan keamanannya sudah dibuktikan melalui serangkaian uji preklinis. Adapun fitofarmaka yaitu herbal yang sudah teruji klinis indikasi penggunaannya.

Pada proses pembuatannya, Obat Herbal Terstandar dan Fitofarmaka sudah terstandarisasi mengikuti cara pembuatan obat tradisional yang baik sebagai sebuah prosedur baku yang diakui legalitasnya sehingga kualitasnya senantiasa terjaga.

Dosen yang berafiliasi di Departemen Farmakologi dan Terapi ini mengatakan, meski sudah ada proses penjaminan mutu khasiat serta keamanan herbal oleh BPOM, akan tetapi aksesibilitas dan penggunaan obat herbal sebagai obat pilihan dalam pelayanan medis masih terkendala.

"Semakin kuat data ilmiah suatu sediaan obat herbal, semakin mahal harga jualnya. Contoh Tensigard (Fitofarmaka), apabila dibandingkan dengan Amlodipin (obat kimia konvensional) harganya bisa 10 kali lipat lebih mahal, untuk indikasi medis yang sama," dikutip dari rilis Humas UGM.

Menurutnya, Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) atau biasa disebut sebagai Universal Health Coverage seharusnya memainkan peran penting. Sayangnya, ada aturan kontradiktif yang menyulitkan herbal untuk masuk dalam list pembiayaan oleh JKN, yakni Permenkes No 54 Tahun 2018.

"Untuk mensukseskan obat modern asli indonesia (OMAI) memainkan peran strategis, dalam rangka mendukung kemandirian farmasi nasional, aturan tersebut sangat perlu ditinjau ulang", ucapnya.

Lebih lanjut ia mengatakan, penting untuk melakukan penelitian herbal berbasis databank. Tujuannya untuk memetakan berbagai interaksi dalam sediaan herbal baik untuk memprediksi keamanan maupun untuk menjadikannya menjadi memiliki booosting effect (herbal dengan khasiat lebih manjur).

Sementara itu di Indonesia hingga saat ini baru ada prototipe penggunaan artificial intelligece untuk memprediksi korelasi senyawa aktif dengan penyakit tertentu.

Menurut rilis itu, pengembangan databank berbasis interaksi obat menggunakan data hasil uji preklinis dan data klinis penting untuk dikembangkan bersama-sama, melibatkan para ahli di bidang farmasi-kedokteran herbal, biologi molekuler, bioinformatik dan pengambil kebijakan.

Halaman 2 dari 2
(dil/ams)


Hide Ads