Jauh sebelum gempa Jogja 27 Mei 2006 yang merenggut lebih dari 5.000 jiwa, Jogja dan sekitarnya ternyata pernah mengalami bencana serupa yang tak kalah dahsyat pada 1,5 abad silam. Selain menelan banyak korban jiwa, gempa pada waktu itu juga merusak beberapa bangunan bersejarah, mulai dari Tugu Pal Putih hingga Masjid Gedhe.
Dilansir situs Keraton Jogja, kratonjogja.id, gempa dahsyat pernah melanda Bumi Mataram pada 10 Juni 1867. International Handbook of Earthquake and Engineering Seismology mencatat gempa waktu itu memiliki kekuatan 6,8 SR. Sekitar 500 jiwa dinyatakan meninggal dunia saat itu.
Gempa 6,8 SR itu juga merusak 327 bangunan termasuk milik keraton. Tugu Golog Giling, sebutan untuk Tugu Jogja, yang saat itu menjulang setinggi 25 meter rusak parah. Bangunan Tamansari pun mengalami kerusakan hebat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kondisi yang sama juga terjadi pada Mesjid Gedhe dan Loji Kecil, yang sekarang dikenal sebagai istana kepresidenan Gedung Agung.
Proses perbaikan atas kerusakan yang ditimbulkan oleh gempa dahsyat ini membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Tugu Jogja misalnya, setelah ambruk dilanda gempa, baru selesai dibangun ulang pada 1889.
Melansir situs resmi BNPB, sejarah.dibi.bnpb.go.id, Jogja sudah 12 kali dilanda gempa bumi yang merusak. Selain tahun 1867 dan 2006, gempa bumi juga pernah melanda daerah ini pada 1840, 1859, 1875, 1937, 1943, 1957, 1981, 1992, 2001 dan 2004.
Dari rentetan kejadian tersebut, gempa paling besar terjadi pada tahun 1867, 1943 dan 2006.
Ki Sabdacarakatama dalam buku Sejarah Kraton Yogyakarta (2009) yang dikutip dari situs BNPB mengungkapkan, gempa Jogja 1867 mengakibatkan kerusakan terhadap sejumlah bangunan di kompleks istana, termasuk masjid besar kesultanan. Bangunan milik Belanda juga tak luput dari kerusakan.
Dahsyatnya gempa 1867 disebut membuat Sri Sultan Hamengku Buwono VI kala itu meminta agar peristiwa tersebut tidak usah diingat-ingat. Itulah yang menyebabkan catatan mengenai gempa Jogja 1867 sulit ditemukan. Sultan pada waktu itu juga menyampaikan kepada rakyatnya bahwa peristiwa seperti itu hanya akan terjadi sekali.
(dil/sip)