Soal Kampanye di Kampus, Warek UGM: Harus Sesuai Rule of The Game

Soal Kampanye di Kampus, Warek UGM: Harus Sesuai Rule of The Game

Jauh Hari Wawan S - detikJateng
Selasa, 20 Sep 2022 12:52 WIB
Wakil Rektor UGM Arie Sujito, Selasa (20/6/2022).
Wakil Rektor UGM Arie Sujito, Selasa (20/6/2022). (Foto: Jauh Hari Wawan S/detikJateng)
Sleman -

Wacana kampanye dapat dilakukan di kampus masih terus bergulir. Beberapa pihak mendukung wacana ini, sebagian masih kontra.

Untuk diketahui, pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dalam Pasal 280 ayat (1) huruf h disebutkan bahwa pelaksana, peserta, dan tim kampanye pemilu dilarang: menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan.

Namun pada penjelasan Pasal 280 ayat (1) huruf h justru menjelaskan sebaliknya. Dikatakan bahwa tempat pendidikan dapat digunakan jika peserta pemilu hadir tanpa atribut kampanye atas undangan dari pihak penanggungjawab tempat pendidikan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pengamat politik sekaligus Wakil Rektor UGM Arie Sujito mengatakan beberapa waktu lalu sudah ada pertemuan dengan beberapa perwakilan kampus untuk membahas hal ini. Walaupun belum ada keputusan secara pasti.

"Ada yang setuju tapi ada juga yang tidak. Tentu hal ini adalah bagian dari discourse awal. Tapi kita percaya bahwa perguruan tinggi punya tanggung jawab secara moral untuk mendorong agar kualitas Pemilu membaik," kata Arie kepada wartawan, Selasa (20/9/2022).

ADVERTISEMENT

Ia menilai yang harus diperbaiki saat ini adalah gambaran publik tentang kampanye di kampus. Menurutnya kampus sebagai institusi pendidikan memiliki aturan main soal pelaksanaan kampanye ini.

Kampanye di kampus kemudian bukan soal mobilisasi massa. Namun lebih ke debat argumen.

"Yang dimaksud adalah kampanye menghadirkan dan mengundang politisi atau calon pemimpin itu ke kampus dengan rule of the game sebagaimana yang dibangun oleh kampus, berdebat berdiskusi bukan mobilisasi. Itu mencegah instrumen kekerasan dimaksudkan agar bertarung ide," ujarnya.

Bagi Arie, beradu gagasan jauh lebih bermakna ketimbang kampanye dengan mengerahkan massa.

"Pengalaman kita untuk beradu ide, argumen itu lebih berharga daripada sekadar mobilisasi sehingga harapannya ini sebagai discourse awal belum ada keputusan di tingkat perguruan tinggi nasional tetapi tantangan ini sedang digodog oleh perguruan tinggi," pungkasnya.




(aku/sip)


Hide Ads