Penutupan akses menuju Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Piyungan, Kabupaten Bantul, DIY, oleh warga dalam aksi 'Banyakan Menolak Banyakan Melawan' berdampak pada terlambatnya pengambilan sampah oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Bantul.
"Dampak dari penutupan TPA Piyungan adalah terganggunya layanan pelanggan sampah," kata Kepala DLH Bantul Ari Budi Nugroho kepada detikJateng, Senin (9/5/2022).
"DLH sementara waktu tidak mengambil sampah dari pelanggan yang ber-MoU dengan DLH," imbuh Ari. Padahal, dalam sehari DLH Bantul biasanya mengelola hingga ratusan ton sampah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Karena TPST Piyungan kini tidak dapat diakses, Ari meminta masyarakat mengelola sampah secara mandiri. DLH Bantul juga menggencarkan imbauan dan edukasi kepada masyarakat soal cara mengelola sampah.
"Dalam sehari sampah yang dikelola DLH sekitar 90 sampai 100 ton," ujar Ari.
Diberitakan sebelumnya, warga yang tergabung dalam aksi 'Banyakan Menolak Banyakan Melawan' mendesak pemerintah menutup TPST Piyungan secara permanen. Dalam aksinya, warga mendirikan posko 24 jam di jalan menuju TPST di wilayah Pedukuhan Ngablak, Kalurahan Sitimulyo, Piyungan itu.
Koordinator aksi warga, Herwin Arfianto, mengatakan penutupan TPST Piyungan akan berlangsung sampai ada solusi dari Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X.
"Kalau sampai kapan (TPST ditutup), tuntutan kita ini ditutup selamanya biar (TPST) pindah lokasi. Kalau audiensi ya tuntutan tetap TPST ditutup selamanya. Karena dampak air limbah itu sudah parah, apalagi kalau TPST dilebarkan ke sisi utara," kata Herwin.
Penutupan TPST Piyungan hanya berlaku untuk truk sampah. Bagi warga sekitar yang bekerja sebagai penjual rongsok kiloan tetap dapat mengakses TPST tersebut.
"Dibuka separuh karena untuk akses keluar masuk warga yang di atas dan perekonomian warga di atas tetap lancar," ucapnya.
Baca juga: Perkenalkan, Ini Manajer Baru PSS Sleman |
(dil/rih)