Guru besar FMIPA UGM Prof Karna Wijaya tersandung kasus dugaan ujaran kebencian terkait kasus pengeroyokan Ade Armando. Pihak UGM sudah memanggil Prof Karna untuk dimintai keterangannya.
Kasubag Humas dan Protokol UGM Dina W Kariodimedjo menuturkan kasus Karna segera diserahkan ke Dewan Kehormatan Universitas (DKU). Saat ini Prof Karna dipanggil oleh rektor dan jajaran untuk dimintai keterangan.
"Hari ini (kemarin,red) dilakukan pemanggilan oleh rektor dihadiri oleh wakil rektor, SDM, lalu selanjutnya nanti akan diserahkan kasus atau permasalahan ini diperiksa dan ditindaklanjuti oleh DKU. Untuk proses selanjutnya nanti kita menunggu hal-hal tersebut," kata Dina kepada wartawan di Balairung UGM, Sleman, DIY, Senin (18/4/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jika terbukti melanggar kode etik Karna akan dijatuhi sanksi sesuai tingkat kesalahannya. Sanksi ini merupakan kewenangan dewan etik.
"Sanksi terberat dalam konteks kita misalnya bisa penurunan tingkat jabatan misalnya adalah penghentian kegiatan akademik, tentu kami konteks administrasi etiknya," ucap Kepala Kantor Hukum dan Organisasi (Hukor) UGM Dr Veri Antoni.
Prof Karna Wijaya mengaku hanya gojekan
Saat ditemui di Balairung UGM, Karna mengakui mengunggah postingan yang jadi sorotan di medsos itu. Namun, menurutnya komentarnya hanya sebatas guyonan.
"Saya memposting sesuatu yang sebenarnya hanya gojekan, gojekan sangat biasa sekali. Bahkan mungkin statement-statement yang dibuat katakanlah Ade Armando dan sebagainya itu lebih sadis ya. Tapi ini kan hanya sebuah gojekan saja terhadap kejadian seperti itu," kata Karna ditemui wartawan di Balairung UGM, Sleman, DIY, kemarin.
Karna menyebut tidak hanya mengomentari kasus pengeroyokan Ade Armando, tapi juga soal klithih, sosial ekonomi, dan kasus kriminal lainnya. Namun, menurutnya hanya postingan tentang pengeroyokan pegiat media sosial Ade Armando saja yang 'digoreng'.
"Dalam postingan saya itu saya kira juga tidak vulgar itu hanya gojekan biasa," cetus dia.
Karna menyebut postingan yang digoreng adalah komentarnya yang berisi kata-kata sembelih. Dia mengklaim jika komentar itu ditujukan ke postingan lain dan tidak terkait dengan Ade Armando.
Tak hanya itu, postingan lain yang memicu kegaduhan yakni tentang kolase foto beberapa tokoh dengan keterangan, 'SATU PERSATU DICICIL MASSA'. Dalam unggahan itu, foto Ade Armando dicoret. Karna pun berkilah jika unggahan itu hanya sebatas guyonan.
"Itu memang, itulah gojekan ini. Memang saya mengupload itu sebagai gojekan wah ini dicicil massa itu juga ambil dari postingan lain, terus ada dicicil massa itu sebenarnya guyonan," sebutnya.
Baca juga: Solo Jadi Tuan Rumah Konser Dream Theater |
Meski begitu, Karna meminta maaf ke publik karena pemilihan diksi guyonannya yang akhirnya membuat kegaduhan. Dia menyebut saat ini kasus ini tengah berproses pihak kampus.
"Jadi sekali lagi kalau statement ini menimbulkan kegaduhan, saya sekali lagi mohon maaf kepada publik," kata Karna.
"Ini sedang diproses di UGM dan nanti yang berhak menjawab soal ini semuanya adalah humas ya. Tentu saja setelah keputusan dari rektor muncul saya tidak bisa bertindak lebih jauh," lanjutnya.
Karna Wijaya dipolisikan
Buntut postingan dugaan ujaran kebencian ke Ade Armando ini, Karna Wijaya dipolisikan Guntur Romli ke Polda Metro Jaya. Guntur yang merupakan politikus PSI ini menduga Karna terlibat gerakan kelompok radikal.
"Hari ini melaporkan pemilik Facebook yang terduga atas nama Karna Wijaya dosen guru besar UGM. Saya merasa diancam dan dihasut karena ada postingan dia di Facebook yang memuat foto saya dan istri saya yang isinya itu satu per satu dicicil massa," jelas Guntur di Polda Metro Jaya Jakarta, kemarin.
Guntur Romli menyebut foto orang-orang yang dimuat dalam unggahan terlapor, mulai dari wajahnya, Deni Siregar, hingga Ade Armando merupakan ancaman serius. Dia pun melaporkan Karna terkait tindakan pengancaman dan hasutan.
Guntur Romli pun menduga Karna terlibat gerakan kelompok radikal. Dia menyebut dugaannya itu mengacu pada sebuah postingan di media sosial, tentang pengkaderan organisasi Negara Islam Indonesia (NII).
"Ketika saya membaca di media sosial dan berita online, ada dugaan Karna Wijaya bukan dosen biasa, tapi juga ada dugaan dia terlibat dalam gerakan intoleran dan radikal," ucap Guntur Romli.
"Itu ada tulisan di Facebook yang saya baca tapi ini baru dugaan ya bahwa ada pengkaderan NII di fakultas kimia di situ. Tapi itu baru dugaan-dugaan saya karena saya anggap ini orang bukan dosen biasa," sambungnya.
Guntur Romli melaporkan Karna atas dugaan melanggar Pasal 160 KUHP, Pasal 28 dan 29 UU ITE. Laporan dari Guntur Romli kini telah diterima pihak kepolisian. Laporan itu teregister dengan nomor STTLP/B/1983/V/2022/SPKT/POLDA METRO JAYA.
(ams/ams)