Pada tahun 1991, acara Musabaqah Tilawatil Quran (MTQ) di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menggunakan logo menyerupai gunungan.
Salah satu pejabat di Kanwil Kemenag DIY, Misbachrudin, membenarkan logo gunungan wayang pada MTQ tersebut. Bahkan, logo itu sempat dibuat besar di panggung Alun-alun Utara Jogja.
"Menyala ada lampunya di pinggirnya itu. Jadi kelihatan semarak," kata Misbachrudin yang menjabat Kepala Seksi Pemberdayaan Zakat Kanwil Kemenag DIY ini, Senin (14/3/2022).
Misbachrudin menjelaskan, untuk melihat logo tersebut bisa datang ke Monumen MTQ XVI di Jalan Ring Road Utara atau Jalan Padjajaran, Pogung Lor, Sinduadi, Kapanewon Mlati, Sleman, DIY. Logonya sama saat MTQ tahun 1991 silam.
"Sama persis dengan dulu. Karena memang dibuatkan monumen," jelasnya.
Sementara itu, pantauan detikJateng di lokasi Monumen MTQ XVI, logo gunungan tersebut terpasang jelas di depan bangunan. Monumen tersebut saat ini menjadi satu kompleks dengan sekolah Al Azhar.
Dari Jalan Ring Road Utara, terlihat dengan jelas bentuk logo berbentuk gunungan wayang.
![]() |
Salah seorang petugas keamanan, Nanang (36) menjelaskan monumen ini sudah ada sejak dirinya bekerja. Dari informasi teman-temannya, bangunan tersebut ada sejak tahun 1991, atau bersamaan dengan MTQ.
"Setahu saya memang sudah ada sejak dulu. Mungkin saat MTQ sudah ada," jelasnya, saat ditemui di kompleks Monumen MTQ XVI hari ini.
Berdasarkan data dari Kanwil Kemenag DIY, panggung utama MTQ di Masjid Gede Kauman, Alun-alun Utara Jogja. Logo gunungan tersebut ternyata juga sama dengan bentuk panggung yang berbentuk gunungan bertingkat dengan bangunan utama seperti pendopo.
Untuk diketahui, desain label halal baru yang diterbitkan Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kemenag mendapat sorotan. Pengamat sosial ekonomi Anwar Abbas menyoroti desain yang bentuknya seperti gunungan wayang.
Awalnya, Anwar menjelaskan bahwa masalah sertifikasi ini sudah diatur dalam UU. Fatwa halal sendiri masih menjadi wewenang MUI.
"Masalah sertifikasi halal dan logonya dulu memang ada di MUI karena memang masalah tersebut hanya diurus oleh MUI. Tapi setelah keluar UU tentang jaminan produk halal maka urusannya telah berpindah dari MUI kepada BPJPH. Tapi meskipun demikian, fatwa menyangkut masalah kehalalan produk menurut UU yang ada memang masih menjadi tanggung jawab MUI," kata Anwar Abbas kepada wartawan, Minggu (13/3/2022).
Namun, dia menyayangkan desain logo halal baru yang dikeluarkan oleh BPJPH. Soalnya, dia menyebut logo ini di luar pembicaraan saat awal.
"Cuma sayang dalam logo yang baru kata MUI sudah hilang sama sekali, padahal dalam pembicaraan di tahap-tahap awal saya ketahui ada tiga unsur yang ingin diperlihatkan dalam logo tersebut yaitu kata BPJPH, MUI dan kata halal," ujarnya.
"Di mana kata 'MUI' dan kata 'halal' ditulis dalam bahasa Arab. Tetapi setelah logo tersebut jadi, kata BPJPH dan MUInya hilang dan yang tinggal hanya kata halal yang ditulis dalam bahasa Arab yang dibuat dalam bentuk kaligrafi sehingga banyak orang nyaris tidak lagi tahu itu adalah kata halal dalam bahasa Arab karena terlalu mengedepankan kepentingan artistik yang diwarnai oleh keinginan untuk mengangkat masalah budaya bangsa," lanjutnya.
Dia juga mengatakan banyak orang yang tidak melihat kata 'halal' dalam logo itu. Namun, kata dia, yang tampak justru gunungan dalam dunia wayang.
"Tetapi banyak orang mengatakan kepada saya setelah melihat logo tersebut yang tampak oleh mereka bukan kata 'halal' dalam tulisan Arab tapi adalah gambar gunungan yang ada dalam dunia pewayangan. Jadi logo ini tampaknya tidak bisa menampilkan apa yang dimaksud dengan kearifan nasional tapi malah ketarik ke dalam kearifan lokal karena yang namanya budaya bangsa itu bukan hanya budaya Jawa, sehingga kehadiran dari logo tersebut menurut saya menjadi terkesan tidak arif," tuturnya.
Dia menilai hal ini tidak mencerminkan Indonesia. Tapi hanya mencerminkan satu suku budaya.
"Karena di situ tidak tercerminkan apa yang dimaksud dengan keindonesiaan yang kita junjung tinggi tersebut tapi hanya mencerminkan kearifan dari satu suku dan budaya saja dari ribuan suku dan budaya yang ada di negeri ini," ungkapnya.
(rih/mbr)