Politikus Partai Gerindra Fadli Zon mengkritisi Keputusan Presiden (Keppres) No 2 Tahun 2022 tentang Hari Penegakan Kedaulatan Negara terkait Serangan Umum (SU) 1 Maret 1949. Fadli mempertanyakan tak adanya nama Soeharto dan justru ada nama Sukarno-Hatta yang saat itu tengah dalam pengasingan. Lalu, bagaimana tanggapan Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X?
"Polemik nggak ada polemik, ya misalnya Presiden dan Wakil Presiden (Sukarno-Hatta) sudah dibuang ada aktivitas apa? Ngertine (tahunya tidak ada aktivitas)," kata Sultan saat diwawancarai wartawan di Kompleks Kepatihan, Kantor Gubernur DIY, Senin (7/3/2022).
Sultan menjelaskan, dari penjelasan ayahandanya, Sri Sultan Hamengku Buwono IX, dia bolak-balik mengunjungi Sukarno-Hatta saat pengasingan di Bangka*. Tentunya, dalam kunjungan tersebut HB IX juga berdiskusi soal kondisi keamanan maupun politik di Jogja yang saat itu menjadi ibu kota negara.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ngertine, nek swargi (almarhum Sri Sultan HB IX) bolak-balik ke Bangka* ke Bapak (Sukarno-Hatta) apakah cerita? Misalnya gitu lho," katanya.
Sultan menegaskan, dirinya untuk fakta sejarah Serangan Umum 1 Maret terbuka dengan semua pihak yang tahu maupun pernah mendengar cerita soal peristiwa bersejarah tersebut. Bahkan, Sultan memastikan, mendorong semua pihak untuk bisa bersuara.
"Ya terserah, sejarah itu kan ada temuan-temuan. Itu kan biasa, nggak usah takut. Saya memang ndorongnya, semua yang tahu cerita," katanya.
Tapi, soal cerita tersebut, lanjut Sultan, dirinya tak menggaransi bisa masuk dalam kajian akademik. Sebab, setiap fakta atau cerita sejarah soal Serangan Umum 1 Maret, akan dilanjutkan dengan kajian ilmiah untuk diukur kebenaran dari fakta atau cerita tersebut.
"Kuwi benar apa salah, pokoke crita (Entah itu benar atau salah, yang penting cerita). Nanti akan ketahuan kalau ada studi," jelasnya.
Sultan menambahkan, dalam peristiwa Serangan Umum 1 Maret tersebut, saat ini yang terpenting adalah bukan soal siapa pelakunya. Tapi, substansi dari permasalahan tersebut adalah mempertahankan kedaulatan negara.
"Nanti kan ada sosialisasi lagi. Yang penting kan bukan pelakunya, yang penting kan mempertahankan kedaulatan," katanya.
Sultan pun berjanji atas fakta sejarah yang ada dalam Keppres No 2 Tahun 2022 tersebut untuk disosialisasikan ke masyarakat. Ini agar masyarakat bisa memahami peristiwa tersebut secara utuh dan benar.
"Nanti ada sosialisasi lagi (fakta sejarah terbaru)," katanya.
(*) Catatan redaksi: Penggantian dilakukan pada Rabu (9/3) atas permintaan Humas Pemprov DIY. Sebelumnya Sultan HB X terdapat salah penyebutan nama lokasi peristiwa terkait isi berita, yang seharusnya menyebut 'Bangka' (tempat penahanan Bung Karno dan Bung Hatta selama Agresi Militer kedua oleh Belanda pada tahun 1949), keliru mengucap 'Bengkulu'.
(rih/mbr)