Jalan menuju kawasan camping ground di Pantai Watu Kodok, Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) tiba-tiba ditutup pagar seng oleh Keraton Jogja. Saat ditanya hal itu, Raja Keraton Jogja, Sri Sultan Hamengku Buwono X mengaku tak mengetahui permasalahan tersebut.
"Sing (yang) ngerti (GKR) Mangkubumi itu, saya nggak tahu. Mungkin ada masalah. Ada izin nggak, saya kan nggak tahu," kata Sultan saat diwawancarai wartawan, di Kompleks Kepatihan, Kantor Gubernur DIY, Selasa (1/3/2022).
Sultan menjelaskan soal masalah pemortalan tersebut berada di bawah kewenangan GKR Mangkubumi. Sementara dia mengaku belum mengetahui duduk permasalahan tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Itu kan urusannya dia, Mangkubumi yang ngganti Mas (KGPH) Hadiwinoto," katanya.
Sultan bercerita, selama ini banyak warga yang memanfaatkan Sultan Ground tanpa izin Keraton Jogja. Bahkan, pemanfaatan tanah-tanah secara ilegal tersebut tanpa mengantongi Panitikismo (Badan Pertanahan Keraton).
"Semua izin, nek ora (kalau tidak) kan nyerobot tanah orang lain to sebetulnya. Ning nek (tapi kalau) diomongi gitu kan kasar. Mestinya ya pahami karena bukan milik dia. Kalau milik dia sih nggak pa-pa," katanya.
"Rembugan mestinya seizin pemilik tanah, itu sudah logikanya begitu. Kalau ndak, kan berarti ilegal. Kita ini kan hanya menjaga aja," katanya.
Tapi yang terjadi di lapangan, lanjut Sultan, penyerobotan tanah itu berubah dibiarkan sampai kemudian malah diubah statusnya menjadi letter C untuk dipindahtangankan atau dijual.
"Nek wes (kalau) ilegal ojo (jangan) terus dipindahke. Sekarang kan modelnya kan Sultan Ground dipindah letter C men iso didol. Perilaku begitu kita juga tahu," katanya.
Perilaku pemindahtanganan ini, kata Sultan, banyak terjadi terhadap SG. Tapi, sampai saat ini, Sultan enggan untuk membawa masalah tersebut ke meja hijau.
"Eeh, banyak, karena ming tak gowo ning pengadilan po ora (saya bawa ke pengadilan atau tidak) kan gitu, alesannya ini kan sudah ada sama notaris. Haiyo notaris wong dipindahke ning C. Kita kan tahu permainan gitu, Siapa juga tahu," jelasnya.
Tapi, apakah pemindahtanganan dan pengubahan status SG menjadi letter C kemudian dijual akan dibawa ke ranah hukum?
"Loh, SG bukan letter C. Tercatat di desa itu Sultan Ground. Letter C kan girik," jawab Sultan.
(sip/mbr)