Keberadaan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dalam konteks historis dimulai dari sejarah berdirinya Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat berdasarkan Perjanjian Giyanti 1755. Berawal dari sini muncul sistem pemerintahan yang teratur dan kemudian berkembang, hingga akhirnya berdiri Daerah Istimewa Yogyakarta yang merupakan suatu bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Dikutip dari website Pemda DIY, Senin (17/1/2022), Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat didirikan pada 1755 oleh Pangeran Mangkubumi yang bergelar Sultan Hamengku Buwono I. Kemudian Kadipaten Pakualaman didirikan pada tahun 1813 oleh Pangeran Notokusumo (saudara Sultan Hamengku Buwono II) yang bergelar Adipati Paku Alam I.
Sejak berdirinya, baik kasultanan maupun kadipaten adalah pemerintahan kerajaan yang diakui kedaulatannya. Pada masa kolonial Belanda, pemerintahan di Kasultanan Yogyakarta diatur kontrak politik yang dilakukan pada 1877, 1921, dan 1940, antara Sultan dengan Pemerintah Kolonial Belanda.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hal tersebut menunjukkan Keraton tidak tunduk begitu saja kepada Belanda. Pemerintah Hindia Belanda mengakui Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Kadipaten Pakualaman sebagai kerajaan yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangga pemerintahannya sendiri yang dikenal dengan istilah zilfbesturende landschappen. Kontrak politik terakhir Kasultanan Ngayogyakarta tercantum dalam Staatsblaad 1941 Nomor 47, sedangkan kontrak politik Kadipaten Pakualaman dalam Staatsblaad 1941 Nomor 577.
Pada masa pendudukan Jepang, Yogyakarta diakui sebagai Daerah Istimewa atau Kooti dengan Koo sebagai kepalanya, yakni Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Di bawah Kooti, secara struktural ada wilayah-wilayah pemerintahan tertentu dengan para pejabatnya.
Setelah Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia (RI), Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII menyatakan kepada Presiden RI, Daerah Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat dan Daerah Kadipaten Pakualaman menjadi wilayah Negara RI, bergabung menjadi satu kesatuan yang dinyatakan sebagai Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII sebagai Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah bertanggung jawab langsung kepada Presiden RI. Hal tersebut dinyatakan dalam:
- Piagam Kedudukan Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII tertanggal 19 Agustus 1945 dari Presiden RI;
- Amanat Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII tertanggal 5 September1945 (dibuat secara terpisah);
- Amanat Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII tertanggal 30 Oktober1945 (dibuat dalam satu naskah).
Keunikan pengalaman Yogyakarta merupakan salah satu fakta yang menjadikannya sebagai daerah istimewa. Dalam proses perkembangan pemerintahannya, Yogyakarta berproses dari tipe pemerintahan feodal dan tradisional menjadi suatu pemerintahan dengan struktur modern.
Selengkapnya di halaman selanjutnya.