Nelayan Semarang Bikin Destinasi Wisata dari Mangrove Bantuan Pertamina

Nelayan Semarang Bikin Destinasi Wisata dari Mangrove Bantuan Pertamina

Arina Zulfa Ul Haq - detikJateng
Senin, 28 Jul 2025 14:52 WIB
Penanaman bibit mangrove di Desa Tambakrejo, Kelurahan Tanjung Mas, Kecamatan Semarang Utara, Kota Semarang, Senin (28/7/2026).
Penanaman bibit mangrove di Desa Tambakrejo, Kelurahan Tanjung Mas, Kecamatan Semarang Utara, Kota Semarang, Senin (28/7/2026). Foto: Arina Zulfa Ul Haq/detikJateng
Semarang -

Di utara Kota Semarang, ada satu kelompok nelayan yang tak hanya melakukan penyelamatan lingkungan lewat mangrove. Mereka menanam mangrove, membina ibu-ibu pengolah hasil laut, hingga membangun destinasi eduwisata berbasis konservasi demi menyejahterakan masyarakat setempat.

Adalah Camar, singkatan dari Cinta Alam Mangrove Asri dan Rimbun. Kelompok nelayan di Desa Tambakrejo, Kelurahan Tanjung Mas, Kecamatan Semarang Utara, Kota Semarang, yang terus dihidupkan guna menghidupi orang-orang di dalamnya.

Ketua Kelompok Pemanfaatan Lahan (KPL) Camar, Juraimi menceritakan, kelompok itu berdiri sejak 2011, berawal dari adanya program CSR dari Pertamina. Kelompok nelayan itu lantas ingin memaksimalkan bantuan tersebut dengan menyesuaikan kebutuhan lingkungan sekitar.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Waktu itu ada program CSR dari Pertamina, fokusnya di pendidikan, ekonomi, kesehatan, dan infrastruktur. Tapi lingkungan belum tersentuh. Maka kami dirikan Camar untuk menjawab kekosongan itu," kata Juraimi saat ditemui di Tambakrejo, Senin (28/7/2025).

ADVERTISEMENT

Kini, dari 24 anggota awal, tinggal 12 orang yang masih aktif. Namun semangat mereka tak luntur. Perlahan, Camar menjelma menjadi motor penggerak konservasi sekaligus ekonomi warga.

Puncak capaian Camar terjadi pada 2019, ketika Pertamina membangun jogging track sepanjang 240 meter di tengah kawasan mangrove. Tempat itu kini dikenal sebagai Eduwisata Mangrove Tambakrejo, dan menjadi ikon baru wisata ekologi di pesisir Semarang.

"Alhamdulillah itu aset sangat berharga. Tapi karena datangnya pandemi COVID-19, sempat vakum. Sekarang sudah hidup lagi, pengunjung rata-rata 50-60 orang per minggu," kata Juraimi.

Pengunjung nantinya bisa menelusuri jembatan kayu di tengah rimbunnya mangrove. Spot foto juga tersebar di sepanjang jalur.

Juraimi mengatakan, jika jogging pagi hari, akan terdengar suara kicauan burung yang menambah suasana kian syahdu. Sementara sore hari jadi waktu favorit karena pengunjung bisa merasakan cahaya matahari yang hangat dan angin laut yang sejuk.

Untuk masuk ke kawasan ini, pengunjung hanya perlu membayar Rp 3.500 untuk penanaman mangrove, dan Rp 10.000 untuk naik kapal menyeberang dari dermaga ke area wisata. Dengan begitu, ketika laut sedang sepi tangkapan, para nelayan Tambakrejo tetap bisa berpenghasilan.

"Yang senggang bantu antar tamu naik perahu. Yang penting tidak ada yang dimonopoli," kata Juraimi.

Tak cuma itu, ada pula paket makan siang khas pesisir bernama 'Gosir', alias Sego Pesisir, yang melibatkan para pelaku usaha di kawasan setempat. Pengunjung bisa merasakan pengalaman makan seafood segar langsung di tepi laut.

"Nasi dengan lauk seafood, terutama kerang hijau yang mudah tumbuh di sini. Ada juga cumi, mangut, dan sayur khas Tambakrejo. Harganya kami sesuaikan, sekarang Rp 15.000 per paket," katanya.

Bertepatan dengan Hari Mangrove Sedunia, Pertamina pun menanam 2.275 bibit mangrove di kawasan Tambakrejo. Juraimkm pun sangat mengapresiasi bantuan Pertamina yang konsisten diberikan selama beberapa tahun ini.

"Kami mengucapkan banyak berterima kasih dengan adanya programnya Pertamina tersebut, sehingga Tambakrejo menjadi desa yang mandiri. Salah satu contohnya bisa mengubah mindset dan menambah perekonomian bagi masyarakat," tuturnya.

"Kami menyambut siapa saja yang datang. Tamu itu jangan sampai merasa kapok atau kecewa. Semua keuntungan juga untuk masyarakat. Kapal Rp 10 ribu juga kami ambil Rp 1.000 sisanya kami kembalikan ke masyarakat," tambah Juraimi.

Dalam hal konservasi, ia mengklaim sudah ada lebih dari 150.000 bibit mangrove yang ditanam, sebagian besar bantuan dari Pertamina. Meski begitu, tak semuanya bertahan, karena adanya proyek pemukiman pemerintah yang mengubah bentang alam.

Bagi warga Tambakrejo, mangrove bukan hanya penyelamat dari abrasi atau penurunan muka tanah. Tapi juga menjadi simbol harapan, ketekunan, dan gotong royong.

"Kami percaya, mangrove yang bergoyang itu bukan hanya karena angin, tapi karena mereka berzikir. Mereka mendoakan siapa saja yang menanam dan merawatnya," kata Juraimi penuh keyakinan.

Ketua RW 16, Sitta Tun menjadi salah satu penggerak utama UMKM perempuan di Tambakrejo. Awalnya bernama KUB Minakarya sejak 2003, kini berkembang menjadi berbagai kelompok pengolah dan pemasar hasil laut dan mangrove.

"Ada keripik mangrove, terasi, otak-otak bandeng, bandeng presto, dan telur asin. Rata-rata omzet kalau untuk terasi ya sekitar Rp 3 juta sebulan," jelasnya.

Sitta menjelaskan, sekitar 50 ibu rumah tangga di RW 16 terlibat dalam UMKM. Mereka mengolah mangrove jadi keripik, daun jadi minuman herbal, bahkan cangkang kerang jadi kalung dan gelang.

Area Manager Communication, Relations, dan CSR Pertamina Patra Niaga Regional Jawa Bagian Tengah, Taufiq Kurniawan, menyampaikan apresiasi tinggi terhadap Camar dan masyarakat Tambakrejo yang selama ini menjadi mitra binaan.

"Program ini sudah kami dampingi sejak 2018 dan ini sejalan dengan visi Gubernur Jawa Tengah melalui program 'Mageri Segoro' untuk memagari laut dari abrasi," kata Taufiq dalam sambutannyda di Tambakrejo.

Menurutnya, menanam mangrove bukan hanya soal menahan gelombang. Mangrove dinilai bisa menjadi olahan makanan, minuman, bahkan batik.

"Jadi ini punya multiplier effect. Lautnya terlindungi, nelayannya dapat penghasilan tambahan, ibu-ibunya punya produk, dan masyarakatnya selamat dari dampak abrasi," ujarnya.

Taufiq berharap, kawasan ini dapat menjadi role model CSR berbasis lingkungan yang bisa direplikasi ke daerah lain. Ia juga menekankan pentingnya perawatan.

"Yang paling sulit dari program CSR adalah merawatnya. Maka saya titip pada Pak Lurah, Bu RW, Camar, semua warga, rawatlah ini dengan cinta. Kalau dirawat terus, Pertamina akan senang dan kebermanfaatannya akan semakin luas," ujarnya.

Kini, Camar bukan sekadar menjdi kelompok nelayan. Mereka turut menjadi penjaga pesisir Semarang, yang membuat kampung Tambakrejo berubah menjadi desa wisata yang hijau, inklusif, dan mandiri.




(afn/apl)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads