Kudus -
Regenerasi di bidang pertanian di Indonesia secara perlahan terus terjadi. Generasi milenial mulai mengambil peran untuk memajukan pertanian, seperti petani kopi di Lereng Pegunungan Muria ingin mengenalkan usahanya sampai mancanegara.
Salah petani kopi di Lereng Muria adalah Abdul Hamid Ridlo (34) warga Desa Colo Kecamatan Dawe, Kabupaten Kudus. detikJateng berkesempatan diajak langsung ke kebun kopinya.
Lokasi kebunnya di puncak Gunung Muria. Ditempuh dari rumahnya dengan mengendarai sepeda motor. Lalu melewati kompleks Makam Sunan Muria. Perjalanan ditempuh dengan melewati jalan di Lereng Muria. Kondisi jalan setapak dan licin. Sehingga membutuhkan tenaga yang ekstra untuk sampai di lokasi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di sana kopi milik Ridlo tengah berbuah. Rencana siap dipanen bulan Juni sampai Agustus mendatang. Saat ini Ridlo proses perawatan tanaman kopi. Terutama mengawasi hama yang menyerang tanaman kopinya.
Ridlo menjelaskan kondisi pertanian kopi saat ini mendekati panen. Kata dia biasanya panen kopi pada bulan Juni sampai Agustus.
"Saat ini alhamdulillah buah kopi tahun ini bisa diperkirakan cukup dan lebih banyak tahun kemarin. Karena tahun kemarin menurun karena cuaca kurang maksimal dan curah hujan," kata Ridlo saat berbincang kepada detikJateng, Rabu (9/4/2025).
Ridlo bercerita jika petani sekarang dihadapi dengan serangan hama. Namun tidak sampai parah. Oleh karena itu dia rutin merawat tanaman kopi agar tidak diserang hama lebih mematikan.
"Dari mulai memangkas ranting kemudian terus pemupukan dan pembersihan rumput supaya nutrisi yang dihasilkan kopi ini lebih maksimal. Jadi buahnya lebih banyak dan berkualitas," jelasnya.
Dia menjelaskan luas lahan kebun kopi yang ada di puncak Muria ini tidak luas. Biasanya dia sekali panen mendapatkan 2 ton biji kopi. Tak ayal untuk mengembangkan usaha kopi dia juga menggandeng petani kopi lainnya.
"Karena toko kami semakin banyak yang membutuhkan semakin berkembang produk kami jadi kami bekerja sama dengan petani di sekitar. Yakni dengan mengolah biji kopi dari perkebunan mereka jadi dibawa ke tempat saya dan diolah menjadi produk saya," ucapnya.
Selengkapnya di halaman selanjutnya.
Produk Kopi Muria
Lebih lanjut, Ridlo menjelaskan, jika hasil panen kopi yang ia dapatkan tidak langsung dijual ke pengepul. Melainkan dia olah menjadi kopi matang. Baik bubuk maupun biji kopi matang.
"Sejak awal dari perkebunan kopi tidak ada yang langsung kita jual keluar. Jadi jual dalam bentuk barang jadi. Sebelumnya dijual mentah ke pengepul," ungkapnya.
Ridlo memilih untuk membuat produk kopi jadi dalam bentuk kemasan. Ataupun kopi biji matang atau roast bean. Hasilnya ini kemudian ia jual ke toko hingga kafe-kafe di Kudus dan sekitar.
Adapun untuk harga yang kemasan mulai dari Rp 30 ribu sampai Rp 50 ribu dengan ukuran mulai per 150 gram. "Untuk biji matang mulai dari Rp 180 ribu per kilo," jelasnya.
Pemasaran kata dia sudah laku sampai seluruh Indonesia. Produknya juga menjadi oleh-oleh khas Kudus di kawasan kompleks Makam Sunan Muria.
"Sebulan produksi satu minggu 2 kali. Tergantung konsumen. Soalnya biji kopi tidak tertentu. Biasanya ada beberapa varian yang laku. Karena di tempat kami ada beberapa varian seperti natural, wine, dan lanang," ucapnya.
Ridlo mengaku tidak mulus menjalankan usaha pertanian kopi. Dia juga terkendala mesin untuk mengolah kopi Muria. Beruntung Ridlo memiliki kenalan yang bekerja di Bank Rakyat Indonesia atau BRI. Ridlo tanpa pikir lama kemudian mengambil kredit usaha rakyat (KUR) BRI sebesar Rp 5 juta.
"Pinjaman ini saya gunakan untuk membeli alat roasting, selep bubuk, huller dan mesin penggiling," ucapnya.
Baginya pinjaman modal lewat KUR BRI cukup mudah dan tidak ribet. Ridlo juga mengaku sampai saat ini masih menjadi mitra dengan BRI. Dengan begitu dia lebih mudah ketika sedang membutuhkan modal tambahan.
Berkat adanya bantuan ini, pertanian dan usaha kopi miliknya berkembang pesat. Dia ingin mengenalkan kopi Muria lebih dikenal luas bahkan sampai mancanegara.
"Pertama alasannya kami punya perkebunan sendiri dan kedua kami memang hobi dan senang dengan usaha. Kalau usaha lebih bebas dan santai. Jadi kami aktivitas suasana tidak terikat waktu," ucapnya.
"Termasuk branding mengenalkan produk kopi Muria ini ke nasional dan harapan juga dikenal sampai mancanegara," harap Ridlo.
Petani kopi lainnya, Anji (32) mengaku mulai menjadi petani kopi di Lereng Muria sejak tahun 2021. Dia rela tidak berjualan demi menjadi petani kopi Muria.
"Jadi harapan kita kopi bisa berkembang untuk pertaniannya dan untuk penjualan semoga lebih merambah lebih luas," jelasnya.
Menurutnya kendala petani dihadapi adalah cuaca curah hujan yang sering terjadi. Dampaknya buah kopi pada berjatuhan.
"Kendala di curah hujan jadi kendala itu ada rontok itu," ujarnya.
Anji mengaku sekali panen rata-rata bisa mendapatkan 2 ton. Hasil panennya lalu diserahkan kepada Ridlo untuk diolah menjadi produk kopi yang sudah jadi dan siap dipasarkan.
"Sekali panen tergantung. Rata-rata tahun kemarin ada 2 ton," ungkap dia.
Terpisah Kepala Cabang BRI Kudus, Iman Indrawan, mengaku KUR BRI merupakan program dari pemerintah untuk membantu masyarakat. Sebab KUR BRI menurutnya suku bunganya lebih kecil daripada pinjaman lainnya.
"Kredit usaha rakyat itu awalnya program pemerintah, pemerintah dalam hal ini memberikan subsidi suku bunga dari sekian persen menjadi sekian besar kecil sekali, harapannya bisa membantu masyarakat," ungkap dia.
Sementara itu Bupati Kudus, Sam'ani Intakoris, menjelaskan dari pemerintah daerah berupaya untuk membantu mengenalkan produk kopi muria dari para petani agar dikenal lebih luas hingga mancanegara. Seperti promosi lewat media sosial hingga pameran skala internasional.
"Kami akan bantu promosi lewat media. Ikuti pameran International, belajar kualitas kopi yang baik untuk ekspor, pendampingan petani kopi, hingga membentuk koperasi kopi Muria kudus," tambah Sam'ani kepada detikJateng.