Kepala Dinas Ketahanan Pangan Pertanian dan Perikanan (DKPP) Pemerintah Kabupaten Klaten Widiyanti mengungkapkan luas lahan tanam padi Rojolele Srinuk di wilayahnya pada tahun 2022 telah melebihi target. Ia menyebut total luas lahan tanam padi unggulan Klaten itu mencapai 700 hektare, dari target sekitar 500 hektare.
"Selama tahun 2022 kemarin luas lahan tanam mencapai 700 hektare. Luas lahan itu menyebar ke berbagai wilayah, Kecamatan Manisrenggo, Karangnongko bahkan wilayah Timur dan selatan juga banyak," jelasnya kepada detikJateng di Pemkab Klaten, Kamis (30/3/2023).
Widiyanti menuturkan sejak ditanam sebagai program pangan varietas unggulan Klaten, luas lahan tanam untuk Rojolele awalnya hanya ditargetkan sekitar 500 hektare. Namun pada realisasinya luas lahan tanam tersebut melebihi target.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Alhamdulillah melebihi yang ditargetkan. Ini karena Rojolele sudah semakin dikenal masyarakat dan petani," imbuhnya.
Ia mengatakan hasil panen Rojolele di Klaten rata-rata mencapai 6 ton per hektare. Jika dikalikan 700 hektare, maka hasil gabah yang didapat mencapai 4.200 ton.
"Hasil panennya mencapai 4.200 ton. Padahal untuk saat ini kebutuhan untuk ASN setengahnya saja sudah cukup, tapi pemasaran kita kan bukan hanya ASN nantinya," ucapnya.
Widiyanti menjelaskan pemasaran beras Rojolele di kalangan ASN Pemkab Klaten awalnya hanya untuk merintis pemasaran berdasarkan SE bupati. Namun saat ini, Rojolele juga diminati masyarakat.
"ASN itu hanya untuk merintis pemasaran Rojolele karena barang baru. Tapi sekarang di luar ASN juga banyak, bahkan dari kelompok tani di Kecamatan Karangdowo memasarkan ke Solo dan Yogyakarta dengan harga sampai Rp 15.000 per kilogram, pasar mulai ketagihan," ungkapnya.
Selain beras, Widiyanti mengatakan Rojolele sudah dipasarkan dalam bentuk benih yang ditangani Humo milik Dinas bekerjasama dengan petani penangkar. Pemasarannya pun sudah tersebar di 26 kecamatan.
"Pemasaran benih sudah merata ke semua kecamatan dan kita pantau dengan aplikasi. Ke depan padi Rojolele Srinuk menjadi ikon Kabupaten Klaten yang bisa berdampak ekonomi ke petani dan masyarakat," tuturnya.
Widiyanti menambahkan pengembangan Rojolele Srinuk merupakan hasil kerja sama Pemkab Klaten dengan Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN) yang menghasilkan padi dengan masa tanam lebih pendek. Pengembangan padi ini dimulai sejak 2013 dan sudah mendapatkan hak Perlindungan Varietas Tanaman (PVT) di tahun 2022.
"Kita sejak 2013 sampai 2019 merekayasa genetik, akhir 2019 dirilis, kita coba tanam buat demplot, dan 2021 tahap strategi pengembangan dan 2022 mulai merintis pemasaran," katanya.
Sebelumnya, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengenalkan beras jenis Srinuk sebagai produk pertanian unggulan di Jateng. Srinuk merupakan produk beras asli Klaten yang dahulu dikenal dengan nama beras Rojolele.
"Dan satu lagi ini produknya menarik karena hasil rekayasa. Kalau dulu ada Raja Lele itu legend di Delanggu. Kalau orang Jawa makan nasi Raja Lele mesti orang kaya top markotop. Enak, wanginya luar biasa. Dan karena dulu pernah hilang, sekarang dikembalikan dengan riset yang baru dikasih nama Srinuk," tandasnya.
(akd/ega)