Tiga terdakwa dalam kasus perundungan terhadap dr Aulia sudah divonis oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Semarang. Ketiga terdakwa mendapatkan vonis yang lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU).
Zara Divonis 9 Bulan
Sidang vonis yang digelar di PN Semarang menjatuhkan vonis 9 bulan penjara kepada terdakwa Zara Yupita Azra. Vonis untuk senior Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Undip di kasus bullying dr Aulia itu lebih rendah dari tuntutan jaksa yakni 1,5 tahun penjara.
Putusan tersebut dibacakan Ketua Majelis Hakim, Djohan Arifin, di PN Semarang, Kota Semarang, Rabu (1/10/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama sembilan bulan," kata Djohan di PN Semarang, Rabu (1/10).
Dalam pertimbangannya, majelis hakim menilai terdakwa terbukti melakukan tindak pidana pemerasan secara berlanjut sebagaimana diatur dalam Pasal 368 ayat (1) KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
"Menyatakan terdakwa Zara secara sah dan meyakinkan melakukan tindakan pemerasan secara bersama-sama dan berlanjut," ujar hakim.
Hakim menilai unsur 'memaksa dengan ancaman' terpenuhi melalui praktik iuran dan kewajiban penyediaan makan prolong bagi senior yang dialami para residen baru.
"Terdakwa telah memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan suatu barang yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain," ucap hakim.
Sri Maryani Divonis 9 Bulan
Vonis yang sama juga dijatuhkan oleh terdakwa lainnya Sri Maryani. Sri juga dijatuhi pidana penjara selama sembilan bulan atau lebih rendah dari tuntutan jaksa yakni 1,5 tahun penjara.
Putusan dibacakan Ketua Majelis Hakim, Djohan Arifin, di PN Semarang, Kecamatan Semarang Barat, Kota Semarang. Putusan untuk Eks Staf Administrasi itu dibacakan usai putusan terdakwa Zara.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama sembilan bulan," kata Djohan di PN Semarang, Rabu (1/10/2025).
Dalam pertimbangannya, majelis hakim menilai, terdakwa terbukti melakukan tindak pidana pemerasan secara berlanjut sebagaimana diatur dalam Pasal 368 ayat (1) KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Majelis menilai pungutan yang dilakukan terdakwa terhadap residen PPDS anestesi tidak memiliki dasar hukum. Biaya ujian dan pendidikan sudah diatur melalui keputusan rektor, dan pungutan di luar ketentuan itu merupakan perbuatan melawan hukum.
"Namun apabila tidak dibayarkan ke kampus atau fakultas secara resmi, tidak diatur oleh kampus, maka bisa dipastikan itu adalah pungutan liar," jelasnya.
Eks Kaprodi Taufik Divonis 2 Tahun
Sementara untuk terdakwa ketiga yakni Taufik Eko Nugroho yang merupakan Eks Kepala Program Studi PPDS Anestesi dijatuhi pidana dua tahun penjara. Vonis ini juga jauh lebih ringan dari tuntutan jaksa yakni tiga tahun penjara.
Putusan dibacakan Ketua Majelis Hakim, Djohan Arifin, di PN Semarang, Kecamatan Semarang Barat, Kota Semarang. Putusan itu dibacakan usai putusan Eks Staf Administrasi, Sri Maryani.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama dua tahun," kata Djohan di PN Semarang, Rabu (1/10/2025).
Dalam pertimbangannya, majelis hakim menilai, terdakwa terbukti melakukan tindak pidana pemerasan secara berlanjut sebagaimana diatur dalam Pasal 368 KUHP jo Pasal 64 KUHP.
Hakim menyebut, terdakwa bersama Sri Maryani terbukti memanfaatkan kedudukannya sebagai pengelola program studi untuk memaksa mahasiswa membayar iuran Biaya Operasional Pendidikan (BOP). Besarnya sekitar Rp 80 juta per residen sejak semester 2 ke atas.
"Penerimaan terdakwa mencapai Rp 2,4 miliar," ungkap Hakim.
Tanggapan Pengacara Terdakwa
Pengacara ketiga terdakwa kasus pemerasan di Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Anestesi Universitas Diponegoro (Undip), Khaerul Anwar, menanggapi vonis majelis hakim untuk ketiga kliennya. Ia menegaskan, putusan majelis hakim sama sekali tidak menyinggung keterkaitan perkara ini dengan meninggalnya almarhum dr Aulia Risma.
"Yang pertama harus betul-betul diperhatikan, apakah perkara ini ada keterkaitannya dengan meninggalnya almarhum dr Aulia? Mohon diperhatikan betul, pertimbangan majelis hakim sama sekali tidak menyinggung itu," kata Kaerul di PN Semarang, Rabu (1/10/2025).
Menurutnya, pemerasan yang menjerat terdakwa Zara Yupita terjadi pada tahun 2022, sementara dr Aulia meninggal pada 2024. Ia menilai praktik pungutan liar yang dipersoalkan dalam persidangan merupakan sistem yang sudah turun-temurun berlangsung di lingkungan residen.
"Bukan beliau yang melakukan pemerasan, tetapi sistem yang turun-temurun sudah terjadi. Dia meneruskan itu. Peruntukannya (iuran) salah satunya untuk persediaan makan prolong dan pembelian alat insul. Itu mestinya RSUP Dr Kariadi yang mengadakan, tapi karena alatnya nggak ada, mereka pengadaan sendiri," jelas Kaerul.
Ia juga menyinggung vonis 9 bulan penjara yang dijatuhkan kepada terdakwa Sri Maryani. Menurutnya, uang yang dikumpulkan justru dipakai untuk kegiatan akademik, seperti ujian yang dilaksanakan oleh kolegium.
"Kalau memang ada kaitannya (dengan kasus meninggalnya almarhum), nggak mungkin mereka divonis 9 bulan. Tidak mungkin, makanya Pasal yang digunakan 368 ayat (1) dan (2)," tambahnya.
Soal terdakwa Taufik Eko Nugroho yang divonis 2 tahun penjara, Kaerul menyebut dia hanya memfasilitasi sistem biaya operasional pendidikan (BOP) yang sudah berjalan sejak lama.
"Mereka (Taufik dan Maryani) hanya memfasilitasi kejadian yang sebelumnya sudah turun temurun. Jadi bukan karena menjabat terus ada kegiatan itu," ujar Kaerul.
Baca respons pihak keluarga dr Aulia di halaman berikutnya....
Respons Keluarga dr Aulia
Kuasa hukum keluarga almarhum dr Aulia Risma, Yulisman Alim, menyebut vonis terhadap tiga terdakwa kasus pemerasan di PPDS Anestesi Undip terlalu ringan. Meski demikian, pihaknya menghormati putusan majelis hakim.
"Yang pertama, apa yang kami tuduhkan selama ini, yang kita sajikan, itu tidak dapat dibantah. Dapat dibuktikan fakta-fakta persidangan dengan putusan hari ini. Tidak ada alasan pembenaran, tidak ada alasan pemaaf," kata Yulisman di PN Semarang, Rabu (1/10/2025).
Menurut dia, keluarga dr Aulia merasa belum puas dengan vonis yang dijatuhkan, yakni 9 bulan penjara untuk Zara Yupita dan Sri Maryani, dan 2 tahun penjara untuk Taufik Eko Nugroho.
"Ini (vonis) menurut kami rendah, dari tuntutan vonisnya ini terlampau rendah. Sehingga kami akan koordinasikan dengan pihak penuntut umum karena tadi penuntut umum menyampaikan masih pikir-pikir menerima atau tidak," ujar Yulisman.
"Ya tentunya kami dari pihak keluarga kecewa ada, rasa tidak puas juga ada. Tapi walau bagaimanapun juga kita tetap menghormati hasil putusannya," sambungnya.
Mengenai langkah selanjutnya, Yulisman mengatakan pihaknya menunggu ibunda dr Aulia yang kini sedang menjalankan ibadah umrah.
"Minggu depan setelah beliau pulang, kami akan sampaikan hasil putusan ini sekaligus memberi masukan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang ada," ucap Yulisman.
Simak Video "Video Geger 4 Bocah Dirantai di Boyolali, Dititipkan ke Tersangka untuk Ngaji"
[Gambas:Video 20detik]
(apl/apl)