JPU Ungkap Eks Sekda Cilacap Nekat Beli Tanah Milik Kodam IV Diponegoro

JPU Ungkap Eks Sekda Cilacap Nekat Beli Tanah Milik Kodam IV Diponegoro

Arina Zulfa Ul Haq - detikJateng
Jumat, 03 Okt 2025 17:20 WIB
Suasana sidang perdana Eks Sekda Cilacap Awaluddin Muuri, Eks Kabag Perekonomian Setda Cilacap Iskandar Zulkarnain, dan Eks Direktur PT Rumpun Sari Antan (RSA) Andhi Nur Huda di Pengadilan Tipikor Semarang, Kecamatan Semarang Barat, Kota Semarang, Jumat (3/10/2025).
Sidang perdana kasus korupsi pengadaan tanah yang menyeret eks Sekda Cilacap Awaluddin Muuri di PN Semarang, Jumat (3/10/2025). Foto: Arina Zulfa Ul Haq/detikJateng
Semarang -

Eks Sekda Cilacap yang juga Eks Pj Bupati Cilacap, Awaluddin Muuri, didakwa korupsi Rp 237 miliar dalam perkara pengadaan tanah. Tanah yang dibeli rupanya tak bisa dimanfaatkan karena dikuasai Kodam IV Diponegoro.

"Awaluddin Muuri dan Iskandar tetap melanjutkan pelunasan (tanah) meskipun sudah mengetahui adanya keberatan dari pihak Kodam IV Diponegoro, sehingga PT Cilacap Segara Artha (perseroda) tidak dapat menguasai dan memanfaatkan tanah tersebut," kata Jaksa Penuntut Umum (JPU) Teguh di Pengadilan Tipikor Semarang, Kecamatan Semarang Barat, Jumat (3/10/2025).

Selain Awaluddin, Jaksa mendakwa dua orang lainnya, yakni Eks Kabag Perekonomian Setda Cilacap Iskandar Zulkarnain dan mantan Direktur PT Rumpun Sari Antan (RSA) Andhi Nur Huda. Sidang perdana itu diketuai Majelis Hakim Kukuh Kalinggo Yuwono.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam dakwaannya, Teguh menyebut perkara tersebut bermula dari penawaran tanah Hak Guna Usaha (HGU) milik PT Rumpun Sari Antan (RSA) yang berada di Desa Caruy, Cilacap. Tanah seluas ratusan hektare tersebut ditawarkan kepada Pemkab Cilacap pada 2019 untuk mendukung rencana pembangunan kawasan industri.

ADVERTISEMENT

"Para terdakwa diduga bersama-sama melakukan perbuatan melawan hukum dalam proses pengadaan tanah tersebut, hingga menimbulkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 237,94 miliar," kata jaksa di Pengadilan Tipikor Semarang, Jumat (3/10/2025).

Jaksa menyebut, para terdakwa melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri. Andhi disebut menerima Rp 230 miliar, Iskandar sebesar Rp 4,3 miliar, dan Awaluddin sebesar Rp 1,8 miliar.

Jaksa menjelaskan, mulanya Andhi Nur Huda sebagai Direktur PT RSA menawarkan tanah Hak Guna Usaha (HGU) di Desa Caruy, Kecamatan Cipari, Kabupaten Cilacap kepada Pemkab. Lahan itu disebut cocok untuk kawasan industri dan bisa mendukung program pembangunan strategis daerah.

"Terdakwa Andhi Nur Huda berencana akan memberikan sejumlah uang kepada para pejabat Pemerintah Daerah Kabupaten Cilacap apabila tanah HGU Caruy dibeli oleh Perumda Kawasan Industri Cilacap," jelasnya.

Penawaran itu kemudian ditindaklanjuti oleh Awaluddin Muuri selaku Sekda, serta Iskandar Zulkarnain yang saat itu menjabat Kabag Perekonomian. Pembahasan pun dilakukan, tetapi Pemkab Cilacap sempat terkendala karena tanah tersebut berupa lahan perkebunan.

"Berdasarkan hasil koordinasi tersebut diperoleh kesimpulan bahwa Perumda Kawasan Industri Cilacap (KIC) tidak dapat melakukan pengadaan tanah HGU Caruy, karena tanah tersebut berupa lahan perkebunan. Sedangkan core business Perumda Kawasan Industri Cilacap tidak mencakup bidang usaha perkebunan," jelasnya.

Awaluddin kemudian mengarahkan agar Perumda KIC bersama bagian perekonomian dan sumber daya alam menyusun Raperda perubahan Perumda KIC menjadi perseroda agar memiliki kewenangan melakukan bisnis di bidang perkebunan dan pertanian. Oleh karenanya, pembelian tanah PT RSA bisa dimasukkan sebagai bagian dari pengembangan kawasan industri.

Meski melewati proses panjang dan keluar dari peosesur normal, akhirnya PT Perumda KIC pun dibekukan dan muncullah PT Cilacap Segara Artha (perseroda) sebagai penggantinya. Namun, Awaluddin dan Iskandar tak segera menindaklanjutinya.

"Iskandar dan Zulkarnain terlebih dahulu melanjutkan rencana kerjamsama dengan Andhi dan membuat kesepakatan pembelian tanah sesuai rencana awal, agar memperoleh pembagian uang dari hasil kerja sama tersebut, dengan menggunakan Perumda Kawasan Industri Cilacap yang sudah dibekukan," ujarnya.

Meski status tanah masih bermasalah, para pejabat Pemkab disebut tetap memproses pembelian. Bahkan, pembayaran uang ratusan miliar rupiah dilakukan secara bertahap kepada PT RSA meski syarat hukum dan administrasi belum dipenuhi.

"Disepakati bahwa harga pembelian tanah sebesar Rp 34.500 per meter persegi seluas 300 hektare sehingga total harga tanah sebesar Rp 103 miliar dan Andhi mengalokasikan untuk fee pejabat Pemda Cilacap sebesar Rp 11,5 miliar," paparnya.

Oktober 2023, Andhi kembali menawarkan tanah HGU kepada Pemkab Cilacap dan dibayar PT Cilacap Segara Artha sebesar Rp 31,6 miliar atas hak atas tanah seluas 107 hektare tanpa appraisal atau penilaian.

Suasana sidang perdana Eks Sekda Cilacap Awaluddin Muuri, Eks Kabag Perekonomian Setda Cilacap Iskandar Zulkarnain, dan Eks Direktur PT Rumpun Sari Antan (RSA) Andhi Nur Huda di Pengadilan Tipikor Semarang, Kecamatan Semarang Barat, Kota Semarang, Jumat (3/10/2025).Suasana sidang perdana Eks Sekda Cilacap Awaluddin Muuri, Eks Kabag Perekonomian Setda Cilacap Iskandar Zulkarnain, dan Eks Direktur PT Rumpun Sari Antan (RSA) Andhi Nur Huda di Pengadilan Tipikor Semarang, Kecamatan Semarang Barat, Kota Semarang, Jumat (3/10/2025). Foto: Arina Zulfa Ul Haq/detikJateng

Desember 2023, Andhi juga menawarkan tanah HGU seluas 309 hektare seharga Rp 110 miliar kepada Pemkab Cilacap dan kembali disetujui Awaluddin.

Total nilai pembayaran mencapai Rp 237,9 miliar, meskipun appraisal tanah tidak dilakukan sesuai aturan dan legalitas lahan belum jelas. Pembayaran dilakukan secara bertahap beberapa termin.

"Setelah pembayaran termin I, Iskandar menyuruh untuk menggabungkan hasil studi kelayakan tanah seluas 300 hektare, 107 hektare, dan 309 hektare menjadi satu laporan seolah-olah hasil studi kelayakan tersebut telah tersusun pada tahun 2022," jelasnya.

Sebelum pembayaran termin IV, PT CSA mendapat surat perihal permohonan tidak menerbitkan sertifikat tanah kebun Caruy dari Pangdam IV Diponegoro selaku Ketua Pembina Yayasan Rumpun Diponegoro.

"Meskipun mengetahui ada keberatan dari pihak lain, Iskandar tetap bersikeras meminta saksi Chamim untuk melanjutkan pembayaran kepada Andhi," tuturnya.

Akhirnya tanah pun dibayar meski diketahui masih bermasalah. Usai dibayar, Andhi memberikan sebagian uang kepada para pejabat Pemkab Cilacap.

"Iskandar selaku Kabag Perekonomian dan Sumber Daya Alam, Dewan Pengawas Perumda Kawasan Industri Cilacap, Plt Direktur Perumda Kawasan Industri Cilacap dan Komisaris PT CAS sebesar Rp 4,3 miliar," jelasnya.

"Awaluddin selaku Sekda Cilacap dan Pj Bupati Cilacap sekaligus Kuasa Pemegang Saham PT CAS sebesar Rp 1,8 miliar," sambungnya.

Agar tidak diketahui bahwa uang tersebut berasal dari pengadaan tanah oleh PT CAS, Andhi pun menggunakan keterangan dalam transaksinya seolah-olah sebagai uang operasional, bayar utang, pinjaman, dan lain-lain.

"Selebihnya Rp 230 miliar dipergunakan oleh terdakwa Andhi untuk kepentingan pribadi membayar utang, membeli tanah dan rumah di Kabupaten Klaten, Kabupaten Sukoharjo, Kota Surakarta dan di Bali serta untuk membeli 5 unit mobil berbagai jenis dan merk," ungkapnya.

Namun, setelah pembayaran dilakukan, lahan yang dibeli tidak pernah bisa dimanfaatkan. Dalam dakwaan jaksa, diketahui bahwa tanah tersebut ternyata masih berstatus tanah negara dan berada dalam penguasaan Kodam IV Diponegoro.

"Meskipun PT CSA telah membayar Rp 237 miliar, namun sampai saat ini PT CSA tidak dapat menguasai dan memanfaatkan tanah tersebut karena terdapat keberatan dari Pangdam IV Diponegoro selaku Ketua Pembina Yayasan Rumpun Diponegoro," kata Jaksa.

"Karena tanah tersebut adalah tanah negara dari rampasan perang Kodam IV Diponegoro Eks Okupasi Belanda atau Jepang dan berafiliasi dengan G30SPKI yang perolehannya dari rampasan perang pada tahun 1965, sehingga saat ini tanah-tanah tersebut dikuasai oleh Kodam IV Diponegoro yang dikelola oleh Yayasan Rumpun Diponegoro," lanjutnya.

Artinya, Pemkab Cilacap membayar ratusan miliar untuk lahan yang sejatinya tidak bisa dialihkan kepemilikannya. Kondisi ini membuat proyek kawasan industri gagal total dan uang negara lenyap.

Atas perbuatannya, terdakwa Awaluddin dan Iskandar dijerat Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 atau Pasal 5 ayat 2 atau Pasal 11 atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 12B Undang-Undang Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sedangkan terdakwa Andhi Nur Huda dijerat Pasal 2 ayat (1) atau pasal 3 atau Pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Awaluddin pun mengajukan eksepsi atau keberatan. Sementara Iskandar dan Andhi menyatakan tidak mengajukan keberatan.

Halaman 2 dari 2
(apu/apu)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads